SCWC 7. I Hope So

1059 Words
Keesokan harinya saat setelah acara sarapan bersama selesai, Emily dan Vivian terlihat tengah duduk bersama di ruang keluarga. "Bagaimana kakak bisa nyaman bekerja bersamanya, sih? Dia itu manusia yang terlalu kaku dan mungkin memiliki sisi batu juga di dalam dirinya itu. Kakak hebat sekali bisa menghadapinya selama ini ya? Wow...." ucap Emily mengutarakan kekagumannya pada kakaknya itu dengan kata-kata yang terdengar dilebih-lebihkan, membuat kakaknya di sana memukul lengannya pelan. "Sudahlah, Em. Sejak kemarin, pertanyaan itu saja yang terus kau tanyakan padaku. Rasanya aku sampai bosan mendengarnya. Lebih baik fokuslah dulu pada ini sekarang. Aku ingin kau bisa melatih menghafal dengan cepat karena, Boss Giorgio adalah orang yang teliti dan ingin semua pekerjaannya selesai dengan cepat. Karenanya, menghafal jadwal kegiatannya setiap hari diluar kepala adalah sebuah kewajiban. Anggap saja ini latihan awal yang kuberikan. Aku harus pergi bekerja dulu sekarang. Saat aku nanti pung dari kantor, kuharap kau sudah bisa menerapkan teknik menghafal dari buku ini dengan baik. Dan soal skripsi, jika bisa kerjakan itu disela jam kerja. Tapi kalau tidak bisa, kau bisa menunda untuk mengerjakannya hingga mungkin bulan depan. Jadi bagaimana? Kau pilih opsi yang-" "Aku berencana menundanya tapi jika aku memiliki waktu senggang nantinya, maka aku akan mengerjakannya. Sudah? Ada hal lain lagi yang ingin kakak bicarakan denganku sekarang? Lagi pula rasanya tidak adil sekali kau memarahi adikmu yang baru saja pulang dari rumah sakit seperti ini. Santailah sedikit, Kak. Kau tidak mengasihaniku?" ucap Emily yang kembali berdrama membuat kakaknya langsung menatapnya malas. "Kulihat makanmu lahap dan banyak tadi, 'kan? Itu berarti kau sepenuhnya sudah sehat. Sudahlah, cepat hafalkan semua itu dan waktumu hanya sampai malam nanti. Jika besok kau terbata-bata di depan Boss Giorgio, tanggung sendiri akibatnya. Bagus juga kalau kau diomeli sendiri olehnya, 'kan? Itu agar kau termotivasi. Sudahlah, aku mau pergi dulu," ucap Vivian yang kemudian terlihat bangkit dari duduknya dengan hati-hati di sana. "Kakak mau kemana?" tanya Emily yang sekedar basa basi dan ingin tahu saja. "Ini jadwalku cek kandungan. Kau mau ikut?" ucap Vivian membuat Emily menggeleng cepat tanda menolak karena ya, wanita itu memang pemalas, dan selain itu karena kejadian yang menimpanya kemarin, dia masih sedikit merasa takut untuk pergi ke tempat umum yang ramai. "Yasudah. Tetaplah di rumah saja. Jangan merepotkan Mommy dan Daddy. Aku pergi dulu," ucap Vivian kemudian berjalan pergi begitu saja meninggalkan Emily yang terlihat masih menatap kepergian kakaknya itu dengan tatapan yang tak bisa diartikan. 'Meski kasih sayang Mommy dan Daddy terkesan berbeda sekali porsinya pada kami berdua, tapi dia tidak pernah membuatku merasa sendiri dan kesepian di rumah. Itu mungkin karena dia tahu benar kita hanya memiliki satu sama lainnya. Dan jika suatu saat nanti kedua orang tua kami sudah pergi meninggalkan dunia, tidak ada orang lain yang bisa kami andalkan selain masing-masing dari diri kami sendiri. Karenanya, aku kan mencoba menjadi adik yang lebih baik dan tidak akan terlalu merepotkan, Kak. Kau tenanglah. Jangan terlalu mengkhawatirkanku,' *** 'Bekerja tanpa sekretaris sungguh merepotkan. Aku harus mengurus semuanya sendiri. Tapi beruntung Vivian masih bisa mengatur jadwalku meski dari jauh. Jika tidak, aku tidak tahu harus bagaimana. Em... jadi aku akan meeting 10 menit lagi, ya? Baiklah, aku akan bersiap-siap lebih dulu,' batin Giorgio dalam hati. Kemudian terlihat pria itu masuk ke dalam ruangan istirahat yang ada di dalam kantornya itu untuk mengambil kemeja dan jas untuknya ganti karena tadi dia habis melakukan jogging sebentar karena tubuhnya terasa terlalu lelah setelah beberapa hari kemarin dia terlalu sibuk bekerja dan mengabaikan jadwal gym nya. Biasanya Vivian yang akan mengingatkan jadwal olahraganya tapi ya, sekali lagi Giorgio harus mengerti jika sekretarisnya itu sudah berkeluarga bahkan sebentar lagi akan memiliki anak, jadi sebisa mungkin dia mulai sekarang akan berusaha melepaskan Vivian pelan-pelan. Maksudnya, jika kemarin dia sangat bergantung pada bantuan Vivian dalam segala hal karena kebiasaannya, kini dia harus lebih mandiri, meski nantinya ada adik Vivian yang akan menggantikannya bekerja. Ya, itu karena Giorgio tidak yakin Emily akan bekerja sebaik kakaknya. Sebenarnya, perasaan ragu dan bimbang menerima Emily sebagai sekretaris barunya membuat Giorgio terganggu sejak kemarin. Dia takut Emily justru hanya akan membuatnya repot saja kedepannya tapi, dia merasa tidak enak juga pada Vivian jika menolak Emily begitu saja, jadi rencananya, Giorgio akan melihat bagaimana kinerja Emily selama beberapa hari bersamanya. Barulah dia akan memutuskan, apa yang harus dilakukannya mengenai Emily. "Sudahlah. Aku tidak memiliki waktu untuk memikirkan ini. Aku harus fokus pada rapatku sebentar lagi," ucap Giorgio sendiri kemudian terlihat memasang dasinya sendiri sambil menatap pantulan dirinya di cermin. *** "Astaga! Susah sekali menghafal jadwal sebanyak ini. Jadi aku harus menghafal jadwal sebanyak ini setiap harinya? Dunia kerja memang benar-benar kejam, ya. Apa aku berlagak bodoh saja agar segera dipecat dan dengan begitu nanti kakak tidak akan menyalahkanku, tapi akan menganggap jika Boss nya yang tidak mau menerimaku. Haruskah aku melakukan itu?" ucap Emily sendiri yang saat ini tengah dalam kamar dan sejak tadi tengah berusaha menghafal semua jadwal yang diberikan oleh kakaknya itu tapi, dia merasa kesulitan. "Tapi ini juga merupakan pertaruhan harga diri. Mungkin saja sejak kemarin dia sudah meremehkan dan menganggapku tidak bisa apa-apa karena ya, dalam dua kali pertemuan kami aku selalu membuat masalah. Tidak, yang benar adalah aku sedang terlibat dalam masalah. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, terasa aneh sekali saat dia selalu ada untuk membantuku keluar dari dalam masalah dan aku yakin sekali di kedua pertemuan itu kami benar-benar tak sengaja saling terlibat satu sama lain. Apakah itu takdir atau kebetulan yang ajaib? Entahlah," ucap Emily yang sempat dibuat bingung karena memikirkan semua itu tapi ya, ditengah kebingungan yang melandanya, dia juga merasa bersyukur karena jika tidak ada Giorgio yang membantunya maka, dia tidak akan bisa tidur dengan nyaman di kasur dalam kamarnya hari ini. Memang Giorgio terlihat orang yang mudah meremehkan orang lain dan melihat wajahnya yang kaku itu, entah mengapa kadang membuat Emily merasa kesal. Tapi ya, demi menghormati permintaan kakaknya, dia akan berusaha untuk membuat Girgio terkesan dengan pekerjaannya agar Vivian tidak kehilangan pekerjaannya karena dirinya. "Hanya beberapa bulan ini. Apa susahnya? Kecuali aku harus berakhir selamanya dengan pria kaku dan berwajah dingin itu, 'kan? Itu baru masalah," ucap Emily kemudian melanjutkan kegiatannya yang mencoba menghafal jadwal Giorgio besok yang padat itu dan cukup menarik menurut Emily karena besok ada jadwal dimana Giorgio harus makan malam bersama keluarganha untuk merayakan ulang tahun Mamanya. Jadi menurut Emily, di hari bekerjanya besok, mungkin saja dia bisa pulang lebih cepat. 'Semoga saja benar begitu,'
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD