"Selamat pagi, Bos. Jadwal pertama Anda pagi ini adalah rapat dengan dewan direksi. Dan seperti biasa, di setiap hari rabu Anda tidak akan sarapan dan hanya akan minum Latte panas saja. Saya sudah menyiapkannya di dalam ruangan Anda. Ada juga beberapa berkas urgent yang harus Anda tanda tangani secepatnya. Jika membutuhkan saya, Anda tahu harus mencari saya di mana, 'kan? Kalau begitu saya permisi," ucap Emily yang kemudian pergi begitu saja kembali ke meja kerjanya, setelah tadi dia menyambut Giorgio yang keluar dari dalam pintu lift dan mengekorinya menuju ruangan kebesaran Boss nya itu.
Giorgio tersenyum kecil melihat bagaimana cara kerja Emily yang awalnya saja sudah cukup baik dan profesional. Dan juga, mengenakan setelan rapi layaknya sekretaris yang anggun, Emily terlihat cantik sekali.
'Apa yang kau pikirkan ini Giorgio,' batin pria itu dalam hati.
Giorgio terlihat berusaha mengalihkan pikirannya dengan meminum Latte yang sudah disiapkan untuknya itu dan ternyata rasa kopinya enak seperti yang biasa dia minum.
"Lumayan juga untuk hari pertama," ucap Giorgio kemudian terlihat langsung duduk di kursi kebesarannya untuk mengecek berkas urgent yang dimaksud oleh Emily tadi.
"Oh, berkas ini? Ini memang seharusnya diselesaikan oleh staff kemarin, tapi harus ada sedikit revisi, karenanya baru bisa diberikan padaku sekarang. Ya, kurasa aku terlalu meremehkannya. Dia tidak terlalu buruk juga," ucap Giorgio sendiri, kemudian terlihat melanjutkan pekerjaannya.
Sementara itu ditempat Emily sendiri, wanita itu tampak tersenyum lega karena ya, meskipun dia merasa sedikit gugup tadi tapi dia akhirnya berhasil mengalahkan rasa gugupnya itu dan menghadapi seorang Giorgio yang kaku itu dengan cukup tenang.
Dan ya, Emily harus sedikit berbangga diri karena tadi Giorgio terlihat seperti terpesona melihat penampilannya yang baru ini. Karena mungkin kemarin-kemarin saat keduanya bertemu, Emily hanya memakai pakaian santai dan juga tidak berdandan sedikitpun tapi sekarang ini beda lagi.
Ya, kakaknya itu memaksanya memakai setelan kantor yang pas badan itu dan bahkan dia merasa jika badannya terlampau wangi. Entah berapa botol kakaknya itu menyemprotkan parfum kepadanya tapi yang jelas adalah itu karena katanya jika Giorgio itu tidak suka sekretarisnya bau badan. Tentu saja awalnya Emily tersinggung karena merasa kakaknya itu mengejeknya memiliki bau badan tapi ya sudahlah. Lagipula siapa yang mau terkenal di hari pertamanya bekerja hanya karena masalah bau badan.
'Karena harus berangkat pagi-pagi sekali tadi, aku jadi tidak sarapan. Dan lihatlah bekal yang dibawakan Mama. Hanya salad buah? Tega sekali. Bagaimana aku bisa kenyang?' batin Emily dalam hati.
Sebenarnya semalam, kakaknya lah yang bilang kepada Mama mereka untuk hanya memberikan bekal makanan ringan yang tidak akan membuat Emily terlalu kenyang. Karena ya, Vivian takut adiknya akan mengantuk karena kekenyangan. Lagipula hitung-hitung itu untuk program diet juga, 'kan? Jadi apa salahnya.
'Aku harus terbiasa dengan ini. Hanya 3 bulan paling lama, Em. Cerialah sedikit,' batin Emily dalam hati.
Untuk pertama kali dalam hidupnya Emily merasa kesulitan hanya untuk menghabiskan sarapan saja karena saat ini dia sedang fokus menatap layar laptop di mana banyak sekali email masuk dari klien yang meminta untuk bertemu ataupun rapat besok. Jadilah Emily sekarang ini tengah sibuk mencocokkan dan memberitahukan kepada sektlretaris klien yang mengirimkan email itu satu persatu jika pada jam yang sama, sudah ada jadwal pertemuan lainnya yang harus dihadiri Giorgio. Karenanya, Emily harus teliti sekali saat ini karena jika tidak, pasti akan ada masalah yang terjadi nanti. Tidak mungkin Giorgio nantinya bisa membelah diri untuk melakukan pertemuan di dua tempat yang berbeda sekaligus, 'kan?
"Emily,"
Mendengar suara pelan namun tegas di dekatnya membuat wanita cantik itu langsung mendongak dana terlihat Giorgio berdiri di sana tengah menatapnya dingin seperti biasa.
"Ya, Sir? Ada apa? Tunggu sebentar tinggal satu langkah terakhir. Send and done. Ada apa? Anda perlu sesuatu?" ucap Emily yang akhirnya langsung berdiri setelah menyelesaikan pekerjaannya yang tinggal sedikit tadi.
"Saat rapat dengan dewan direksi nanti kau tidak perlu menemaniku tapi sebagai gantinya, aku ingin kau membelikan kado untuk Mamaku. Carilah barang apa saja yang menurutmu akan disukai olehnya. Dulu itu selalu menjadi tugas Vivian. Sekarang kupercayakan ini padamu, ya," ucap Giorgio sambil mengulurkan kartu kredit miliknya pada Emily di sana.
"Kurasa Mama Anda adalah ibu-ibu sosialita, 'kan? Barang-barang bermerk pasti tidak akan cukup membuatnya terkesan karena dia bisa membelinya sendiri. Lalu Anda mau saya membeli hadiah yang seperti apa untuknya?" ucap Emily yang bingung harus membeli hadiah apa karena ya, mungkin tugas itu akan mudah bagi Vivian karena dia dekat dengan Mama, tapi bagi Emily tentu saja itu sulit.
"Ya, aku tidak tahu. Jika aku tahu kenapa aku menyuruhmu untuk membelikannya. Yang jelas, seperti kebanyakan Mama lainnya, Mamaku juga senang jika mendapat perhatian. Karenanya, belilah barang yang unik dan berbeda yang kira-kira Mamaku akan merasa bersyukur dan senang aku membelikan itu untuknya. Ya sudah, aku akan pergi rapat dulu. Tolong bantuannya ya," ucap Giorgio kemudian pergi begitu saja meninggalkan Emily yang terlihat kebingungan sendiri di sana.
Emily menghela nafas beratnya sambil menatap kosong kartu kredit yang tengah dipegangnya itu. Ya, karena dia tidak memiliki bayangan sedikitpun akan membeli apa untuk hadiah Mama Giorgio. Pasalnya selama ini juga Emily tidak pernah memberikan hadiah pada Mamanya karena selalu saja hadiah pemberiannya itu terkesan dibanding-bandingkan dengan hadiah pemberian kakaknya. Emily tidak pernah marah karena akan hal itu. Dia merasa sudah terbiasa dan tidak pernah terkejut dengan sikap kedua orang tuanya itu. Tapi lihatlah dampaknya padanya sekarang...
'Apa aku telepon Vivian saja untuk menanyakan hadiah apa yang biasa dibelikannya untuk Mama Giorgio ya? Tidak. Itu ide yang buruk. Aku akan membuktikan pada semuanya jika aku bisa melakukan tugasku dengan baik tanpa bantuan siapapun. Aku bertekad untuk itu,'
***
Akhirnya setelah satu setengah jam berlalu, Giorgio selesai rapat dengan dewan direksi dan tentu saja itu melelahkan sekali.
"Pembahasan yang panjang untuk kesimpulan yang itu-itu saja," ucap Giorgio sendiri kemudian berhenti berjalan saat melihat meja sekretarisnya kosong tanda jika Emily belum juga kembali.
'Kemana dia? Kenapa lama sekali hanya untuk membeli hadiah saja?' batin Giorgio dalam hati.
"Apa dia belum kembali juga sejak tadi, Will?" ucap Giorgio sambil menatap kosong meja sekretarisnya itu, membuat asisten pribadinya langsung bisa mengerti apa maksudnya dengan cepat.
"Ya, Bos. Ini memang sudah terlalu lama sejak dia pergi. Apa perlu aku meneleponnya dan menyuruhnya kembali sekarang?" ucap William yang membuat Giorgio terlihat menggeleng cepat.
"Tidak perlu. Berikan saja dia waktu. Sudahlah, kau bisa lanjutkan kembali pekerjaanmu. Aku akan kembali ke ruanganku," ucap Giorgio yang kemudian berjalan santai masuk ke dalam ruangannya tapi, baru saja dia menutup pintu, ada sebuah panggilan masuk pada ponselnya membuatnya langsung berhenti berjalan untuk mengangkat telepon yang ternyata adalah dari Mamanya itu.
"Jangan lupa kado Mama ya? Kau tidak lupa, 'kan?"
"Iya, Ma. Tenang saja. Aku sudah membelikan kado yang bagus untuk Mama. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kali ini Mama pasti akan menyukainya juga," ucap Giorgio berusaha membuat Mamanya senang dengan mengatakan itu tapi,
"Membelinya? Apa maksudmu dengan membelinya? Kau tidak ingat? Ini ulang tahun Mama yang ke-56, Gio. Kau berjanji pada Mama akan membawa calon istrimu pada Mama saat itu, 'kan? Apakah kali ini kau tidak akan menepati janji? Ayolah, Nak. Mamamu ini semakin tua, jadi-"
"Ya, Ma. Gio mengerti dan paham sekali apa maksud Mama. Tapi maaf, Ma untuk sekarang Gio benar-benar sedang tidak dalam hubungan dengan siapapun. Tapi jika Mama ingin berkenalan dengan seorang gadis, aku bisa mengenalkannya. Akan kuajak dia ke pesta nanti, tapi berjanjilah untuk tidak menanyainya perihal pernikahan, karena kami hanya berteman. Deal?" ucap Giorgio membuat Mamanya sempat terdiam di seberang sana dan,
"Ya, baiklah. Jangan terlambat. Mama menantikan kehadiranmu di sini. Love you, Son,"
"Love you too, Ma," ucap Giorgio kemudian memutuskan sambungan teleponnya dan terlihat dia menghembuskan nafasnya kasar tanda frustasi.
'Lihatlah akibat lidahmu yang tajam Giorgio, sekarang kau harus mengajak seorang gadis bersamamu untuk pergi ke pesta ulang tahun Mama yang pastinya dihadiri banyak anggota keluarga yang lain. Siapa yang akan kau ajak sekarang? Kau menjadi bingung, 'kan?' batin Giorgio dalam hati.
Akhirnya karena merasa hanya ada satu orang yang pantas dan kira-kira akan suka rela mau ikut dengannya, dengan cukup berani dia akhirnya menelepon orang itu dan ya, mari kita lihat saja apa reaksinya nanti.
"Dimana kau ini sebenarnya? Apakah hadiah Mama sudah kau beli? Kalau sudah cepatlah kembali,"
***
Saat ini Emily tengah termenung saja sambil memijat kakinya yang sakit karena sejak tadi dia sudah berputar mengelilingi mall tapi sampai sekarang dia tidak tahu akan membelikan kado apa untuk Mama Bosnya itu.
Ya, sebenarnya Emily bisa saja menelepon Giorgio saat itu juga dan bilang jika dia menyerah untuk tugas membelikan kado ulang tahun itu tapi, gengsinya masih terlalu tinggi. Dia tidak mau dianggap tidak bertanggung jawab. Apalagi sudah lama sejak dia keluar kantor, jika dia kembali tanpa membawa apa-apa, maka Giorgio pasti hanya akan menyalahkan dan mengatakan jika dia beralasan saja nantinya.
'Aku tidak tahu jika membelikan kado Mama dari Bos itu adalah tugas dari sekretaris? Sejak kapan? Lagipula mau saja kakak disuruh ini itu oleh Giorgio. Padahal kan dia yang lebih tua. Em... entahlah aku masih tidak tahu pasti soal itu tapi ya sudahlah. Intinya pekerjaan sekretaris ini amat sangat merepotkan,' batin Emily dalam hati.
Hingga sebuah telepon masuk mengejutkan Emily dan saat dilihat itu adalah telepon dari Giorgio. Meski merasa sedikit takut, tentu saja dia langsung mengangkat telepon itu.
"Iya-iya, Bos. Aku segera kembali. Tapi, kado untuk Mama Anda-"
"Tidak perlu. Jika memang tidak bisa membelikan kado untuk Mama tidak masalah. Tapi kau harus membantuku sedikit,"
Mendengar ucapan Giorgio di seberang sana, perasaan Emily langsung saja merasa tidak enak tapi, karena merasa bersalah soal hadiah, akhirnya Emily memutuskan untuk mendengarkan.
"Apa? Bantu apa?" tanya Emily merasa gugup.
"Sekarang aku minta pergilah ke tempat yang kuinstruksikan dan biarkan orang-orangku melakukan pekerjaannya padamu nanti. Soal hadiah biar aku yang mengurusnya sendiri. Dan soal kakakmu, biar aku yang meminta ijin untuk membawamu bersamaku sedikit lebih lama hari ini. Tenang saja, aku akan mengantarmu pulang dengan aman. Apa kau perlu dijemput atau kau memilih pergi sendiri saja?"
"Jadi itu yang kau maksud meminta bantuan? Bukankah itu lebih terdengar seperti perintah dari pada meminta bantuan? Sebenarnya apa yang kau rencanakan? Kau tidak berniat menjual tubuhku, 'kan? Apa maksudmu dengan 'membiarkan orang-orangku melakukan pekerjaannya padamu'? Membingungkan sekali," ucap Emily nampak kesal kesal hingga tanpa sadar menggunakan bahasa tidak formal saat berbicara dengan Bosnya itu.
"Jadi kau mau atau tidak? Aku tidak akan memaksa. Semuanya terserah padamu. Lagi pula, memangnya ada yang mau membeli tubuhmu jika aku berniat menjualnya sekalipun? Badanmu kurus kering begitu,"
Emily terlihat semakin kesal karena ya, bagaimana bisa orang yang meminta bantuan padanya justru mengejeknya seperti itu tapi ya, disi lain juga dia merasa lega karena ternyata pikiran buruknya hanya sebatas ketakutan tak berarti saja.
"Yasudah baiklah. Kirim alamatnya. Aku akan pergi sendiri," ucap Emily kesal kemudian mematikan sambungan teleponnya sepihak dan kemudian mendengus kasar.
"Astaga! Dia menyebalkan sekalai dan ini belum ada satu hari aku bekerja bersamanya. Lalu bagaimana kedepannya nanti? Kurasa aku akan banyak sekali mengalami perasaan sakit hati jika begini," ucap Emily sendiri mengeluh dengan keadaan yang terasa tak adil dan tak lama kemudian terdengar notifikasi pesan pada ponselnya dan ternyata itu dari Giorgio. Pesan yang berisi alamat tempat yang harus didatanginya sekarang.
'Baiklah. Karena posisimu saat ini bagai tikus yang sedang terjepit, diantara kakak, orang tua dan juga Bos mu, lebih baik kau ikut saja dan mengalah pada keadaan Emily. Jika tidak bisa menaklukan dunia, maka bersikap baiklah pada penguasa dunia,'
***
"Kalian tidak salah bicara kan? Kalian akan mendandaniku? Sekarang? Tapi untuk apa?" ucap Emily merasa bingung saat dia sudah sampai alamat yang dikirimkan oleh Giorgio padanya tadi.
"Ya, Nona. Sekarang duduklah. Waktu kita tidak banyak. Tuan Giorgio mengharuskan kami selesai dalam 2 jam. Jadi mari kita mulai saja sekarang," ucap salah seorang wanita yang Emily yakin adalah salah satu pegawai di sana, kemudian dengan cepat terlihat mengajak Emily menuju sebuah kursi dan didudukannya dia di sana.
Ya, selain hanya pasrah dan membiarkan orang-orang yang ada di sana melakukan semua hal yang ingin mereka lakukan, tidak ada lagi yang bisa dilakukannya.
Tapi jika dipikir lagi, Giorgio benar-benar aneh. Bagaimana bisa pria itu menyuruh orang mendandaninya? Kenapa dan untuk apa? Dan soal tadi, saat pria itu mengatakan akan meminta ijin pada kakaknya? Sebenarnya mau dibawa kemana dia dan untuk apa?
'Jangan-jangan dia akan membawaku ke pesta ulang tahun Mamanya, ya? Sial! Jika aku tahu, aku tidak akan membeli syal saja tadi. Aku akan membawakan kado yang lebih baik untuk Mamanya. Astaga... akhir-akhir ini aku sangat kurang beruntung dalam segala hal. Entah mengapa,' batin Emily dalam hati.
"Maaf tapi kurasa ponselku berdering, bisa tolong ambilkan tas itu untukku? Terima kasih," ucap Emily pada salah seorang pegawai yang berada didekatnya itu dan ya, dia tidak menyangka jika semua orang di sana ternyata cukup baik.
Dan ternyata ada sebuah pesan masuk dari kakaknya dan ya, tanpa membukanya, Emily sudah tahu kira-kira apa isi pesan itu.
'Kan. Sudah kuduga. Dia malah menyuruhku bersikap baik kepada Giorgio. Apakah dia tidak khawatir adiknya diapa-apakan oleh pria itu? Sudahlah aku tidak akan membalasnya. Sekarang semua orang rumah tahu aku akan pulang terlambat, 'kan? Apa nanti di sana akan ada wine atau sejenisnya? Aku ingin coba mabuk sekali ini saja. Aku merasa stres sekali,' batin Emily dalam hati.
"Ah, Sial!" kesalnya tanpa sadar membuat orang-orang yang ada didekatnya langsung terdiam dan menatapnya bingung di sana.
Emily yang sadar terlihat tersenyum kaku dan merasa bersalah karena sudah membuat ulah. Dan dengan perasaan setengah malu, dia berkata,
"Maafkan aku, kakakku membuatku kesal tadi. Aku janji akan diam setelah ini," ucap Emily yang kemudian menghembuskan nafas beratnya dan membiarkan orang-orang tempat kecantikan itu mengerjakan tugasnya. Entah akan dibuat bagaimana penampilannya nanti tapi melihat tempatnya yang berkelas seperti ini, pasti tidak dapat diragukan lagi keterampilan para pegawainya.
'Isi pikiran orang kaya memang tidak bisa ditebak. Sudahlah aku hanya perlu duduk diam saja sampai nanti, 'kan? Seharusnya aku juga mendapat upah dari bantuan yang kuberikan ini, 'kan? Ya, aku akan membicarakannya lagi dengan pria itu saat kami bertemu nanti,'