bc

Sign Contract With CEO

book_age16+
227
FOLLOW
1K
READ
contract marriage
one-night stand
second chance
pregnant
self-improved
CEO
twisted
bxg
city
coming of age
like
intro-logo
Blurb

Seperti hujan yang ditunggu semua orang setelah mengalami musim kemarau yang panjang, kejadian tak terduga juga mendatangi Emily tanpa disangka sama sekali sebelumnya. Setelah selama ini dia hanya menganggur saja di rumah, tiba-tiba dia diharuskan bekerja untuk menjadi pengganti kakaknya di perusahaan ternama seperti SW Enterprises Holding Inc.

Tidak terpikirkan sedikit pun di dalam benak Emily jika bekerja di sana merupakan awal mula bencana itu terjadi, bencana yang membuat kehidupannya berubah drastis seakan terombang-ambing di lautan lepas tanpa ada jalan keluarnya.

Giorgio Stone Walker adalah bencana itu. Pria otoriter yang tidak memiliki keinginan untuk berkomitmen dengan wanita mana pun, tanpa sengaja melakukan sesuatu yang tidak terduga saat keduanya sama-sama sedang tidak sadar, hingga membuat Emily akhirnya terpaksa menandatangani perjanjian kontrak yang mengharuskan mereka tinggal bersama sampai Emily melahirkan anaknya.

Dan setelah menandatangani perjanjian kontrak itu, tidak ada cara lain untuk membatalkannya selain menyelesaikan isi dari perjanjian itu sampai selesai.

Cover by @Ara Shop

Jangan lupa tap love untuk masukin ceritanya ke library ya ❤ trims - LK -

chap-preview
Free preview
SCWC 1. Little Problem
Bugh... "Awww! Kakak kenapa selalu menyiksaku, sih? Dan apa ini? Buku lagi?" protes seorang wanita yang tengah bersantai sambil membaca majalah Fashion dengan posisi tengkurap di atas tempat tidurnya. "Itu adalah buku referensi lainnya agar kau bisa cepat lulus tes akhir. Mau sampai kapan kau seperti ini, Em? Daddy dan Mommy selalu khawatir melihat kondisimu yang seperti ini. Sekarang bangun dan____" "Ayolah, Kak. Aku tidak bisa berpikir, sekarang. Biarkan aku bersantai lebih lama lagi. Sebentar lagi, ya. Aku janji akan lebih giat belajar nanti. Cukup berikan aku waktu 3 bulan. Percayalah padaku. Kau tahu, 'kan bagaimana jadinya jika adikmu ini sudah berjanji? Aku pasti akan menepatinya," ucap Emily terus menerus beralasan membuat Vivian merasa jengah, tapi tentu saja Vivian tidak menyerah dan lepas tangan begitu saja meski melihat adiknya yang semakin hari semakin seenaknya sendiri itu. "Besok aku akan menanyaimu beberapa pertanyaan yang semua jawabannya ada di dalam buku itu. Jika kau belum mau belajar juga, maka lihat saja apa yang akan kulakukan padamu, nanti," ucap Vivian sebelum akhirnya keluar dari kamar adiknya itu dengan membanting pintu sedikit keras sebagai ancaman. Emily pun sebenarnya tahu jika kakaknya itu tidak main-main tapi sungguh, ia merasa sangat kesulitan mengerjakan tes akhir itu. Otaknya tidak sepintar kakaknya jadi ia butuh waktu lebih lama, hanya itu. "Tidak bisakah kakak bersabar sedikit lagi? Aku sedang berusaha menggoda pria pintar tampan seangkatan denganku agar dia mau membantuku mengerjakan tes akhir itu dengan sedikit kecurangan. Kakak pikir merayunya adalah hal yang mudah? Tentu saja tidak," ucap Emily sendiri merasa kesal kemudian melanjutkan kegiatannya yang melihat-lihat majalah Fashion untuk mengobati rasa bosannya. Dan di tengah kegiatannya membaca majalah itu, sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya membuat Emily langsung melihat siapa yang mengirimkannya pesan malam-malam begini. "Alex? Akhirnya dia mau membantuku mengerjakan tes akhir itu!! Yessss!" ucap Emily yang tentu saja merasa antusias dan senang sekali. Seperti sebuah jalan menuju surga dunia kini telah terbuka untuknya. "Tapi kenapa dia memintaku untuk menemuinya di hotel, ya? Aneh sekali. Tapi dia pria sedikit culun jadi, tidak mungkin dia macam-macam padaku. Baiklah. Aku akan datang saja," ucap Emily kemudian membalas pesan singkat dari pria tadi. "Oke. Beres sudah. Lihat saja. Kakak pasti tidak akan bisa memarahiku lagi setelah ini. Dia akan bangga memiliki adik yang cerdas sepertiku," ucap Emily terlihat senang dan percaya diri, kemudian akhirnya membuang majalah yang sempat dibacanya tadi asal, dan langsung berbaring nyaman di sana. 'Akhirnya aku bisa tidur nyenyak malam ini. Mimpi buruk itu sudah berlalu. Setelah ini hari-hariku akan diterangi oleh sinar matahari terang yang hangat dan membahagiakan,' • • • • • Keesokan harinya... Emily dengan perasaan bahagia akhirnya datang ke hotel tempatnya kemarin sudah membuat janji dengan Alex. Ya, semoga saja pria culun itu benar-benar mau mengajarinya atau setidaknya memberikannya sedikit bocoran bagaimana cara tepat dan cepat untuk mengerjakan soal tes akhir itu. Dan diluar dugaan, ternyata Alex bilang jika pria itu sudah memesan kamar jadi Emily tinggal datang ke kamar itu saja. Kamar nomor 2203. Katanya Alex sudah menunggu di sana. 'Entah mengapa aku merasa ada yang aneh di sini. Terasa tidak mungkin seorang pria culun seperti Alex dengan berani memesan kamar hotel dengan alasan hanya untuk membahas pelajaran dan belajar bersama. Apakah pria itu sedang mencoba mengerjaiku saja saat ini?' batin Emily dalam hati. Emily segera menepis pikiran-pikiran buruk yang masuk ke dalam kepalanya itu karena dia masih dengan keyakinannya jika ini adalah datu-satunya kesempatan yang ada untuk membuat tes akhir nya menjadi lebih mudah dan lancar, nanti. Bukannya Emily tidak mau berusaha sendiri. Sudah. Dia sudah berusaha dengan kemampuannya sendiri tapi hasilnya selalu tidak memuaskan. Entahlah. Emily sendiri merasa ada yang tidak beres dengan otaknya atau mungkin memang dia yang terlalu malas. Sebenarnya Emily sedang fokus mengerjakan sesuatu yang lain selama masa-masa kuliahnya kemarin, karenanya dia tidak terlalu fokus mengikuti kelas dan mendalami mata pelajaran jurusan yang diambilnya itu. Dan dengan terpaksa sekarang Emily ingin menggunakan cara yang sedikit curang seperti ini. Setidaknya dia sudah berusaha, bukan? Tidak mudah juga membujuk Alex selama ini. Emily harus menunggu lama hingga akhirnya hari ini tiba juga. Di mana Alex akhirnya setuju untuk mengajarinya. Ya, meski dia sedikit ragu juga sebenarnya saat ini. Tapi sudahlah. "Permisi, kamar nomor 2203 di mana ya?" tanya Emily pada resepsionis yang sedang bertugas di sana. "Ada di lantai 3, kamar paling ujung sebelah kiri," ucap resepsionis itu menjelaskan, membuat Emily kemudian terlihat berterima kasih dan langsung pergi berjalan santai menuju lift. Hari itu hotel cukup ramai pengunjung entah karena hotelnya memang bagus atau mungkin juga karena memang sedang diadakan acara di sana. Emily masuk ke dalam lift saat setelah pintu lift nya terbuka. Dan saat pintu liftnya mau tertutup dan berjalan naik, ada seorang pria berlari cepat menuju ke arah lift itu dan dengan baik hati akhirnya Emily menekan tombol untuk membuka pintu lift itu lagi agar pria yang sedang menuju ke arahnya itu bisa masuk dan naik bersamanya. "Terima kasih. Aku sudah terlambat sekali. Sekali lagi terima kasih," ucap pria yang sudah ditolongnya itu sambil terlihat merapikan dasinya. "Ya, sama-sama. Kau mau ke lantai berapa?" ucap Emily berniat ingin menekan tombol lantai lift untuk pria itu dan, "Lantai 3," "Kebetulan sekali. Aku juga ingin ke sana," ucap Emily kemudian tidak lama setelahnya mereka sampai di lantai 3 dan akhirnya keduanya berpisah. "Sekali lagi terima kasih," ucap pria itu sebelum akhirnya berlari keluar lift dan menghilang di balik pintu salah satu kamar yang ada di sana. Emily sendiri kemudian melanjutkan jalannya menuju kamar tempat pertemuannya dengan Alex. Tidak sulit menemukan kamarnya. Kini Emily sudah berada di depan pintu kamar itu. "Aku akan meneleponnya saja untuk membukakan pintu. Aku takut salah kamar," ucap Emily kemudian mengambil ponselnya terburu-buru dari dalam tas selempang yang dipakainya itu, sampai tidak sadar jika dompetnya jatuh di sana. "Hei, aku sudah sampai," ucap Emily begitu teleponnya tersambung dan kemudian memutuskannya begitu saja karena ya, begitulah dirinya. Dia tidak mau bertele-tele. Sesaat setelahnya, terlihat pintu di depannya itu terbuka dan menampilkan seseorang yang ada di dalamnya. "Hai, Em. Masuklah," ucap Alex mempersilakan Emily masuk di sana dan dengan langkah ragu Emily kemudian mulai masuk tapi, "Wow? Kenapa kau mendekorasi kamarnya seperti ini? Bukankah kita hanya akan belajar?" ucap Emily saat sudah berada di dalam kamar dan tak percaya saat melihat kamar itu sudah didekor seperti layaknya kamar untuk pasangan yang tengah berbulan madu. "Aku tahu kau tidak sepolos itu, Em. Siapa yang menuruti ajakan temannya untuk belajar di hotel? Bukankah kau sudah tahu benar kenapa aku mengundangmu kemari?" ucap Alex kemudian terlihat mengunci pintu dan membuang kuncinya asal. "Jangan macam-macam padaku, Alex. Lagi pula aku benar-benar hanya ingin minta tolong agar kau mau mengajariku. Tidak lebih dan tidak kurang. Aku hanya ingin belajar saja. Tolonglah. Aku sangat stres karena tes akhir ini. Kau mau membantuku, 'kan? Aku tahu kau orang baik. Jadi kumohon, bantu aku sekali ini saja," ucap Emily memohon untuk pertama kalinya karena ya, dia tahu benar hanya itu yang bisa dilakukannya saat ini. Emily sama sekali tidak menyangka jika pria yang dikenalnya culun dan tidak banyak bicara itu ternyata bisa seberani itu padanya. Dan semua dekorasi kamar itu, dari mana Alex mendapatkan uang untuk itu? Apakah pria itu selama ini hanya pura-pura culun saja? "Kau tahu, kekasihmu lah yang memberikanku tantangan ini. Jika aku berhasil menaklukkanmu, aku akan menjadi pemimpin baru dari kelompok bermain Elite nya. Bukankah itu akan sangat menyenangkan? Aku bisa mendapatkanmu dan juga menjadi pemimpin dari Austin juga teman-temannya yang bodoh itu di saat yang bersamaan," ucap Alex membuat Emily tidak percaya karena, bagaimana bisa Austin melakukan itu padanya? Tega sekali pria itu. "Tidak mungkin. Austin tidak mungkin melakukan itu padaku. Kau pasti bohong. Aku akan meneleponnya," ucap Emily kemudian mengambil ponselnya dan berniat menelepon kekasihnya itu tapi Alex langsung merampas ponselnya. "Untuk membuatmu lebih percaya lagi kepadaku, pakai saja ponselku. Ini. Kau akan tahu betapa busuknya kekasihmu itu. Apa kau tahu, dia bahkan tidur dengan 3 wanita berbeda dalam satu hari? Wah... kurasa dia memang pemain wanita yang hebat," ucap Alex yang membuat Emily sungguh merasa shock dan langsung meraih kasar ponsel milik Alex itu dan menelepon kekasihnya dari sana. Dan tak butuh lama untuk Austin mengangkat teleponnya di seberang sana. "Halo, Lex? Bagaimana? Apa kau puas dengan permainan kekasihku? Ya, dia memang sexy sekali, bukan? Kau pasti menikmati setiap detikmu bersamanya? Terima kasih untuk klub yang kau sewakan ini, ya. Di sini sangat menyenangkan sekali. Sudah dulu ya. Selamat bersenang-senang. Bye..." Tut tut tut... Sambungan telepon itu kemudian diputus sepihak oleh Austin, membuat Emily langsung lemas karena shock dan membuatnya tanpa sengaja menjatuhkan ponsel Alex di sana. "Bagaimana? Kau percaya padaku, 'kan sekarang? Tidak ada pria setia di dunia ini, Em. Dan pria yang setia pada satu wanita saja? Tidak ada pria yang seperti itu kau tahu," ucap Alex saat setelah mengambil ponselnya yang jatuh. Emily merasa ingin menangis saat ini tapi, mengingat dia sudah masuk ke dalam jebakan, dia tidak boleh terlihat lemah dulu saat ini. Bagaimanapun dia harus melakukan sesuatu untuk kabur dari sana. Dia tidak mau berakhir menjadi mainan dua pria jahat seperti Alex dan Austin di sana. "Pasti ada, Lex. Aku yakin pasti ada satu pria seperti itu di dunia ini. Dan ya, jika kau memang tertarik padaku, kenapa kau tidak menunjukkannya secara langsung? Kenapa dengan cara seperti ini? Apa salahku? Beginikah caramu membalas kepercayaanku? Aku menganggapmu sebagai teman baik yang akan mengajariku mengerjakan tes akhir. Di antara semua orang, kau tahu kenapa aku memintamu untuk mengajariku? Karena kau baik padaku selama ini. Tapi ternyata lihatlah kau sekarang. Aku tidak menyangka kau menjadi seperti ini," ucap Emily masih tidak menyangka pria culun yang dulu dia kira begitu baik menjadi seperti ini. "Kau tahu kenapa aku melakukan semua ini? Aku terobsesi padamu, Em. Kaulah satu-satunya wanita di kampus yang masih mau tersenyum padaku meski dengan penampilanku yang culun seperti ini. Jadilah milikku. Tinggalkan Austin. Aku bisa membahagiakanmu lebih baik dari kekasih bodohmu itu. Aku kaya raya dan tidak kalah tampan darinya. Kau mau melihat penampilanku sebenarnya? Baiklah. Akan kutunjukkan jati diriku yang sebenarnya khusus kepadamu," ucap Alex membuat Emily terlihat berusaha untuk tenang dan membiarkan Alex melakukan apapun yang diinginkannya sementara dia berusaha untuk mencari kunci yang tadi dibuang Alex entah ke mana. 'Di mana kunci tadi? Ke mana Alex membuangnya. Tuhan... tolong bantu aku menemukannya,' batin Emily dalam hati. "Lihatlah penampilanku, Em. Inilah diriku yang sebenarnya. Bagaimana menurutmu?" ucap Alex membuat Emily yang tadinya sibuk sendiri langsung melihat ke arahnya lagi dan, "Wow... kau tampan sekali, Alex. Sungguh. Kurasa aku pernah melihatmu di suatu tempat. Tapi entah di mana. Tunggu biar kuingat. Oh... kau model Brand jam tangan terkenal itu, 'kan? Aku pernah melihatmu di majalah waktu itu. Aku tidak menyangka kau hanya menyamar selama ini. Seharusnya kau tampil saja seperti ini saat di kampus, pasti semua orang akan memujamu," ucap Emily kemudian menggeser tubuhnya pelan ke arah kunci yang sudah ditemukannya dan berada tidak jauh darinya itu. "Aku justru bersyukur karena tidak melakukan itu, Em. Aku tidak mau dipuja orang-orang hanya karena kehebatanku. Aku senang mengetahui karena kau masih mau ramah kepadaku dengan segala kekuranganku selama ini. Itu artinya kau baik. Kau memiliki hati yang tulus, Em. Dan sekarang aku tergila-gila padamu. Perasaan ini sudah tidak bisa kukendalikan lagi. Aku ingin bersamamu. Aku ingin memilikimu. Aku ingin menjadikanmu satu-satunya milikku. Katakan ya, Em. Katakan kau bersedia bersamaku dan menerimaku. Kumohon...," ucap Alex membuat Emily seketika merasa takut apalagi saat melihat Alex berjalan semakin dekat ke arahnya. "Berhenti di situ, Lex. Tolong. Biarkan aku berpikir sebentar. Aku merasa bingung dengan situasi yang mendadak seperti ini. Tolong jangan mendesakku lagi. Seharusnya kau tunjukkan sikapmu secara jantan seperti seorang pria pada wanita. Aku akan lebih menghargaimu jika seperti itu. Tapi, jika seperti ini, aku merasa______" "Maaf tapi aku tidak bisa menunggu lagi, Em. 2 tahun adalah waktu penantian yang cukup lama bagiku. Kau tahu bagaimana perasaanku saat melihatmu bersama Austin setiap harinya? Aku merasa sesak. Aku tidak rela melihat milikku disentuh dan dijamah pria lain. Aku tidak suka melihatmu tersenyum bersama pria bodoh sepertinya. Kaulah alasan Austin masih hidup selama ini. Aku tidak mau senyum bahagia itu hilang dari wajahmu saat aku melakukan sesuatu yang buruk padanya. Aku takut kau bersedih. Tapi sekarang aku bisa melakukan sesuatu padanya karena kau sendiri sudah tahu kebusukannya. Tenang saja. Aku akan membalaskan dendammu padanya, Sayang. Aku berjanji. Sekarang kemarilah. Datang kepadaku. Peluk aku dengan erat. Aku menantikan hari ini cukup lama. Jangan membuatku menunggu lagi," ucap Alex berjalan semakin dekat ke arah Emily, membuat wanita cantik itu terlihat gugup dan tanpa sadar berjalan mundur menjauhinya. "Tolong, Alex. Lepaskan aku. Biarkan aku pergi dulu, sekarang. Berikan waktu padaku untuk berpikir. Tolong. Hanya beberapa hari. Jika kau bisa menungguku selama bertahun-tahun, pasti kau bisa menungguku beberapa hari lagi," ucap Emily berusaha membujuk Alex lagi dan lagi tapi, "Tidak bisa, Em. Aku tidak pernah melewatkan peluang dan kesempatan yang datang kepadaku. Itu adalah prinsipku. Aku akan memastikan kau akan milikku hari ini dan seterusnya. Aku tidak akan pernah melepaskanmu lagi. Tidak akan," ucap Alex kemudian mengunci pergerakan Emily yang terlihat sudah tidak bisa ke mana-mana karena terbentur lemari di sana. "Tolong, Lex. Tolong jangan lakukan ini. Lepaskan aku. Tolong!!!!!!!" Bersambung...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
203.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
107.2K
bc

My Secret Little Wife

read
115.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.8K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook