"Kenapa masih berdiri di situ?"Ucap suara itu dengan geraman tertahannya membuat Ela yang hanya berani menatap lantai sedari tadi, tersentak kaget, dan sontak menatap keasal suara.
Ela menelan ludahnya kasar, belah punggungnya di belakang sana dalam sekejap sudah di basahi oleh keringat dingin dan takut melihat betapa menyeramkan raut wajah Tuan Malik saat ini di depan sana.
Tuan Malik yang duduk dengan angkuh, dan tegap di pinggiran ranjangnya, tepat di posisi pada saat Ela melihat Tuan Malik dengan perempuan cantik yang ada dalam pangkuan Tuan Malik juga 2 jam yang lalu.
"Harga diriku diinjak habis oleh ibumu, Ela. Aku tidak menerima harga diriku diinjak oleh dirimu lagi, segera kemari, dan lepaskan sepatuku, aku ingin istrahat..."
"Dan kalau kamu menolak, tetap berdiri bagai orang bodoh dan hilang akal di situ, segera kemasi barangmu dan barang ibumu, angkat kakimu dari rumah ini, kalian berdua aku pecat...."
Ucapan Malik terhenti di saat Ela di ambang pintu sana dengan sekuat tenaga sudah berlari mendekati Malik. Malik yang diam-diam tanpa Ela sadari sedang menahan senyum licik dan puasnya saat ini. Melihat Ela sudah berdiri tepat di depannya dengan wajah yang sangat-sangat tidak berdaya dan takut.
"Artinya kamu memilih ikut dengan Tuanmu ini? Ya, gadis yang pintar dan baik hati, aku tidak yakin, ibumu rela kehilangan pekerjaan di rumah ini, siapa yang berani menggaji mahal, dan royal bahkan memerhatikan kesehatan keluarga mereka para pembantu di kampung sana, selain keluargaku? Apalagi kalau tidak salah, ibumu masih memiliki kedua orang tua yang penyakitan, dan juga dua orang adik yang cacat bukan di kampung?"Ucap Tuan Malik dengan nada ejeknya.
Mendengarnya, Ela sangat marah. Ela tidak suka ibunya di rendahkan di ejek. Tapi, untuk melawan Tuan Malik, Ela sungguh tidak berdaya.
Sedang Malik, menahan rasa kesal, dan geraman. Demi Tuhan, dengan sialannya, selama Malik pulang dari LN. Malik sangat ingin mendengar suara Ela, Malik ingin berada dalam jarak yang dekat dengan Ela. Tapi, dengan sialannya. Ela seakan di sembunyikan dan di bungkus oleh ibunya yang sialan itu. Seakan-akan dirinya adalah penjahat. Penjahat kelamin. Tidak! Malik tidak semurahan, dan serendah itu. Pantang bagi Malik meniduri perempuan atas paksaan dirinya, itu menjijikkan dan melukai harga dirinya, seakan-akan Malik adalah laki-laki jelek, yang tidak bisa mendapatkan wanita.
"Sa... Saya ijin buka sepatu, Tuan..."Ucap suara itu dengan cicitan pelannya, membuat lamunan singkat Malik buyar.
Dan Malik reflek menahan tangan Ela yang ingin duduk di atas lantai untuk membuka sepasang sepatu kulit hitam mengkilap dari kedua kakinya.
"Mataku terasa gatal, lihat mata kananku, apa ada debu di sana?"Ucap Malik dengan nada sedangnya sambil mendongakkan kepalanya, dan tangannya dengan lihay menarik dagu Ela agar mendekati wajahnya.
Dan sial! Sial! Sial! Jantung Malik dengan sialannya terasa ingin meledak di dalam sana, di saat hembusan panas nafas Ela, yang Malik yakini Ela tahan saat ini, menerpa wajahnya, membuat Malik seketika merasa panas dingin, dan cukup. Malik sudah tidak tahan lagi, sedikit saja... sedikit saja, Malik ingin coba kecup, kedua bibir mungil Ela yang tidak sengaja Malik lihat kemarin sedang menjilat dan mengulum ice cream di atas ayunan yang ada di taman belakang rumah ini dengan sangat erotis. Dan hal itu, membuat Malik semakin penasaran. Sejak pulang dari LN, entah kenapa melihat anak pembantu mamanya untuk pertama kalinya, Malik merasa penasaran, karena dengan sialannya, entah apa alasannnya, dan tidak sopannya, Ela tidak memberi sambutan padanya, tidak menghormatinya, tidak menyapanya seperti pembantu yang lain. Terkesan seperti anti dan tidak ingin melihat wajahnya. Malik yang terbiasa di puja, di kejar, dan di sapa oleh semua orang, merasa marah sekaligus penasaran pada Ela. Anak ingusan yang sering Malik lihat dulu di rumah ini membantu Pak Dani membersihkan kebun dan menyiram kebun. Berani sekali tidak sopan dan tidak menghormatinya.
Dan hampir saja, kedua bibir Malik mengecup bibir Ela. Tapi, suara dering panggilan, menggagalkan semuanya, dan Malik dengan reflek dan kasar melepaskan rangkumannya pada dagu Ela, dan mengusir Ela dengan mengibaskan tangannya, agar Ela menjauh dari dirinya. Karena ponsel Malik yang berdering dengan nada dering khusus yang ada tepat di samping kanan tubuh Malik, terlihat nama pemanggilnya adalah Sandra.
Dan Malik mengakat cepat panggilan itu tanpa melihat atau menoleh sedikitpun kearah Ela yang terlihat sedang menekan dadanya yang terasa sesak sekaligus berdebar gila-gilaan di dalam sana akan setiap ucapan Tuan Malik dan akan kelakuan Tuan Malik yang hampir menciumnya barusan.
Dan Ela menahan nafasnya kuat di saat Tuan Malik..
"Aku berangkat besok, Sayang. Tidak dengan, Ivy. Aku menurut akan ucapanmu, dan ya... setelah aku selesai melakukan tugas yang papa berikan padaku, kita akan langsung menikah. Mama yang akan bantu urus semuanya, intinya setelah seminggu kepulanganku dari sana, kita akan langsung nikah, umurku sudah tidak muda lagi, sudah 36 tahun, mama juga rewel ingin segera menggendong bayi. Dan kamu tenang saja, aku pergi dengan anak pembantu kepercayaan mamaku, dia masih kecil, dan tidak akan berani menggoda apalagi menjebakku. Kamu tenang saja, hanya kamu wanita yang akan aku jadikan istriku... Aku yang mengambil perawanmu 2 tahun yang lalu, jadi aku wajib bertanggung jawab sebagai laki-laki sejati...."
***
"Saya kira kamu akan menolak keras keinginan anak saya Malik yang ingin bawa anak kamu untuk menjadi pembantunya di sana, Arum..."
Ucapan dengan nada sedang barusan, membuat Arum yang ingin memasukan baju yang barusan ia lipat ke dalam lemari, tersentak kaget bahkan membuat baju yang ada di tangannya terjatuh begitu saja di lantai saking terkejutnya Arum barusan.
Arum yang reflek melangkah mundur di saat Citra melangkah masuk ke dalam kamarnya.
"Jangan takut, aku tidak akan membunuhmu walau kamu sudah membuat mood anakku hancur tadi, karena penolakan kamu, Arum..."Ucap citra dengan geraman tertahannya.
Citra sumpah, sangat marah besar dan kesal pada Arum yang seakan-akan menganggap anaknya Malik adalah penjahat untuk anaknya Ela.
Citra tidak suka anaknya Malik tidak betah di rumah ini karena kekurangan ajar Arum dan anaknya. Citra tidak ingin membuat anaknya Malik marah, kesal dan sebagaianya.
Malik anaknya harus selalu bahagia, karena Malik adalah anak satu-satunya. Apapun akan Citra berikan untuk anaknya. Tapi, untuk satu hal itu... Citra tidak akan pernah mau dan bisa memberikan hal itu pada anaknya Malik. Tidak akan bisa.
"Ada tujuan apa Nyonya sudi datang ke kamar sempit ini? Apa ada yang harus saya lakukan? Kalau iya, segera katakan, biar saya segera melakukan titah dari anda Nyonya Citra..."Ucap Arum yang sudah bisa mengendalikan dirinya saat ini. Arum juga bahkan melempar senyum manis dan hangat pada Citra yang menatapnya dengan tatapan super tajam saat ini.
"Tidak ada pekerjaan untukmu sekarang, aku hanya ingin mengatakan dua hal padamu, Arum..."
"Yang pertama, aku sadar, ucapan anakku sangat tajam dan dalam tadi pada anakmu, mungkin orang normal dan masih punya rasa malu dan harga diri akan bunuh diri setelah mendengarnya. Tapi, walau begitu, kata-kata anak kesayanganku sangat jahat, aku nggak akan minta maaf..."
"Anda tenang aja, Nyonya. Kami juga tidak menuntut agar Tuan Malik minta maaf. Toh, benar kami hanya pembantu di rumah ini...."
"Maka dari itu, Arumm..."potong Citra ucapan Arum dengan nada super tajam, raut wajah yang sangat serius dan tatapan yang sangat dalam menusuk pada Arum.
Pada Arum yang raut wajahnya terlihat cemas dan bahkan pucat saat ini.
"Dengar baik-baik ucapanku, Arum. Tolong dengar baik-baik. Kamu jangan geer, Arum. Malik tidak akan macam-macam apalagi suka pada anakmu, anakmu bukan tipenya, terlalu jauh bagai langit dan bumi. Aku yakin, andai Malik tidak mabuk 6 tahun yang lalu, pasti anakku tidak akan sudi untuk menid*ri anakmu, dia tidak berani mengatakan hanya untuk mengharagai kamu karena masalah umur Ela 6 tahun yang lalu. Andai Malik ingat dia pernah melakukan hal itu pada anak kamu, pasti dia merasa jijik sepanjang hidupnya. Jadi, tolong, jangan geer dan lupakan lah hal itu. Bukan kah, anak-anak kita sudah melupakan hal itu dengan kita mencuci otak anak-anak kita 5 tahun yang lalu..."