Saat-saat yang Alisyah nantikan telah tiba. Kini haripun berganti dan dia telah berada di kampus. Sangat tak sabaran hendak menjumpai Azka di ruang kerjanya. Memasang wajah bersedih karena mungkin kira-kira pria itu pasti sudah berpisah dengan wanitanya kemarin.
Ah, Alisyah sudah tak tahan untuk segera melihat Azka yang menderita setelah insiden kemarin yang sudah dilakukan olehnya. Alisyah berjalan dengan langkah cepat dengan perasaan tak sabar untuk segera berjumpa dengan Azka.
Tak sabar ingin menyaksikan hal kekacauan yang diciptakannya kemarin dan berdampak hari ini. Alisyah tebak bahwa Azka sangat murka kepadanya hari ini, tapi sudahlah biarkan saja pria malang itu meluapkan emosinya.
Biar saja Azka marah-marah dan mengomel saat ditemui, Alisyah tak peduli. Asal dapat menyaksikan penderitaan Azka dan kabar putusnya dengan wanita kemarin, itu sudah cukup puas bagi Alisyah.
Katakanlah Alisyah gila, tapi itulah kebenarannya. Bahwa dirinya memanglah ingin melihat bagaimana reaksi yang diberikan pria itu hari ini atas kelakuan konyolnya tempo hari. Meminta pertanggung jawaban.
"Ternyata kamu disini, Alisyah." Azka tiba-tiba datang menghadang Alisyah.
"Hai, Pak." Alisyah menyunggingkan seulas senyuman manis, tapi mengandung ejekan terhadap Azka.
Sayangnya Azka tidak tersinggung sama sekali dan tanpa diduga juga tanpa babibu Azka menarik tangan Alisyah agar mengikutinya. Sontak saja membuat Alisyah jadi heran dan juga kebingungan. Bukan reaksi ini yang diinginkannya, melainkan Azka yang frustasi dan amat menderita.
"Duh, Pak. Tanganku jangan ditarik-tarik, tanganku inikan bukan teh tarik." Alisyah protes berusaha menghentikan aksi Azka.
protes yang Alisyah lakukan percuma saja. Azka seorang pria, jadi apalah dayanya Alisyah yang seorang wanita, tenaganya tak seberapa jika dibandingkan dengan tenaga Azka yang jelas-jelas adalah seorang pria. Sehingga hanya rontaan yang bisa dilakukan oleh Alisyah tanpa hasil sama sekali. Azka masih menarik tangannya dengan seenaknya.
"Pak, Bapak tanganku bukan teh tarik! Aduh lepasin Pak ..."
"Yang mengatakan tanganmu teh tarik, siapa?"
"Nggak ada, tapi perlakuan Bapak yang menarik tanganku menyimpulkan makna demikian. Makanya, lepas Pak ... tolonglah! Tanganku terasa kram dan ngilu ditarik kencang gini ..." rengek Alisyah membujuk Azka.
Hasilnya tidak sia-sia Azka melakukan yang diinginkannya, Alisyah terbebas dan merasa lega, namun hal itu tidaklah lama. Begitu di detik berikutnya, Alisyah mencebikkan bibirnya kembali ketika Azka beralih menggandeng lengannya.
"Yah-yahhh, oh tidak!" dengus Alisyah kesal. "Kalau ditarik saja nggak boleh berarti digandeng lebih nggak boleh lagi. Lepaskan dan sadarlah, Pak!! Lihat sekeliling kita, nggak enak dan perhatikan sekitar banyak orang yang ngeliatin kita. Lagian kita belum halal gandengan begini bisa menjadi dosa! " Alisyah terus merengek dan merasa malu ketika beberapa pasang mata ke arah mereka.
Orang-orang tersebut pasti tengah berpikir yang tidak-tidak tentangnya, berpikir kalau Alisyah tengah menggoda Azka. Dan hal itu dapat dibuktikan dari tatapan mata mereka yang begitu sinisnya pada Alisyah. Sial.
"Kalau begitu saya halalin kamu saja biar tidak menjadi dosa."
"Apa?" Alisyah kaget membulatkan matanya tak habis pikir dengan ucapan pria disampingnya.
"Saya halalin kamu agar hukumnya menggandeng tanganmu begini tidak berdosa lagi."
BRAKK!!
Alisyah luruh jatuh tak sadarkan diri sangkin kagetnya.
♧♧♧
Aroma khas minyak kayu putih menyelimuti indra penciuman Alisyah. Matanyapun mengerjab mencoba bangun dari ketidaksadarannya. Wajah Azka nampak jelas menatapnya begitu membuka mata, sisusul wajah asing yang tidak dikenalinya saat dirinya menoleh kearah lain dan juga sosok wanita yang Azka gandeng mesra tempo hari.
"Akhirnya, kamu bangun juga. Sayang ..." Azka menyunggingkan senyum devil-nya.
Entah apa maksud pria itu memanggilnya dengan kata sayang, tapi Alisyah merasa panggilan itu tidaklah tulus. Alisyah curiga dibalik panggilan sayang terdapat maksud yang tersirat, bukan perasaan tapi mungkin ... entahlah.
"Aku dimana?" Alisyah mengabaikan perkataan Azka.
"Dirumah orang tuaku, sayang. Apa kamu lupa sebelumnya aku kan sedang ingin mengajakmu kemari? Tapi karena kamu pingsan beberapa waktu lalu, aku jadi menggendongmu hingga ke sini." Azka dengan lancangnya mendaratkan tangannya mengelus kepala Alisyah.
Sayangnya telapak tangannya belum mendarat, Alisyah dengan sigap sudah menggindar. Menyebabkan Azka sontak merubah raut wajahnya jadi kecewa.
Sebenarnya apa yang sedang Azka rencanakan kepadanya. Bagaimana mungkin semua rencananya berubah menjadi bumerang sekarang ini?
"Sepertinya dia masih cemburu kepadamu, Azka," Celetuk Kakaknya Azka.
"Ya, tapi aku sudah menjelaskannya tadi. Aku sudah memberi tahu bahwa kamu adalah Kakakku saudari perempuanku, tetapi sepertinya Alisyah belum percaya." Azka menghela nafas pasrah membuat Alisyah melotot tidak percaya.
Astaga bagaimana bisa wanita kemarin yang bersama Azka dan bergandengan mesra dengannya adalah saudara perempuannya bukan pacarnya. Kalau begitu usaha Alisyah kemarin sia-sia.
Sementara itu Ibunya Azka mendekat dan menatap Alisyah sambil tersenyum tulus.
"Alisyah sayang, kamu masih ingat tante nggak?" Alisyah menggeleng menjawab jujur.
"Tidak, memangnya sebelumnya kita pernah bertemu ya, Tan ..."
"Hm, ya. Kita bahkan bukan cuma pernah bertemu, sebab sebenarnya kamu ini anak temannya suami Tante. Beberapa tahun silam saat almarhum Papamu masih ada dan kamu masil kecil, kamu sering berkunjung ke rumah Tante dan bermain bersama Azka, loh. Duh, tapi tak apalah kamu lupa. Mungkin karena kamu segede gini makanya lupa ..."
Alisyah paham menangguk mengiyakan.
"Hm, maaf, ya Tan, Alisyah kelupaan."
"Tidak apa-apa, sayang. Oh, ya! Bagaimana keadaan kandunganmu?"
Uhukkk! Alisyah tersedak ludahnya sendiri. Lantas diapun mencoba bangun dan duduk menatap menuntut penjelasan dari Azka.
"Kandungan?" tanya Alisyah masih dalam kekagetannya.
"Ya, bagaimana keadaan kandunganmu, keadaan calon cucunya Tante?"
Darimana Ibunya Azka bisa berpikir demikian, apa karena salah paham yang sudah diciptakan olehnya kemarin?
Alisyah meneguk ludahnya kasar dan juga dengan susah payah.
"Mmmm ... se-sebenarnya aku tidak ha--"
"Calon bayi kami baik-baik saja kok, Ma. Jadi Mama jangan terlalu khawatir." Azka menyela cepat dan berbohong dengan lancarnya. "Sebelum kami kemari pun, terlebih dahulu kandungan Alisyah juga sudah cek ke dokter dahulu. Katanya tidak ada masalah dan dokterpun hanya menyarankan agar Alisyah tidak terlalu banyak melakukan aktivitas berat juga jangan stress dan banyak pikiran. Itu saja."
Alisyah makin membulatkan matanya tak percaya dengan ucapan Azka barusan, sehingga ia pun mencoba mengelaknya.
"Tidak, bukan begitu, Tan. Pak Azka boho--"
Azka dengan sigap memotong perkataan Alisyah sambil menaruh telunjuknya dibibir Alisyah. "Ssstttttt ... sayang, kamu istirahatlah dan jangan melupakan apa kata dokter sebelumnya."
Alisyah menggelengkan kepala. Hei siapa yang hamil dan siapa yang pergi ke dokter kandungan dan apa kata dokter sebelumnya? Astaga apa ini, bagaimana bisa senjata balas dendamnya berbalik menyerangnya?
♧♧♧
To be continued