"Kamu ngomong apa tadi?!!" Manda memukul ringan kedua pipi Alisyah menyadarkannya.
Sebab Alisyah kini tampak sedang menyeringai aneh sambil tersenyum devil setelah berhasil mengerjai Azka.
Alisyah menoleh menatapnya dengan tak suka dan menghindar. "Apaan sih?"
"Kamu masih nanya apaan? Hey, Syah sadarlah! Tadi kamu ngomong apa sama pak Azka?" Manda mendengus kesal.
"Tadi ntuh kamu narik krah baju pak Azka sambil ngeluarkan sebuah kalimat yang otak gue kurang paham artinya. Tanggung jawab. Apa maksudnya?" sambung Gea menuntut penjelasan.
Namun bukannya menjawab Alisyah malah balik bertanya dengan tampang tidak berdosanya. "Terus kenapa?"
Sontak saja Manda juga Gea makin kesal dibuatnya. "Apa?!! Kamu masih nanya kenapa ..." ucap Manda dan Gea kompak berbarengan.
"Kamu masih ngomong kenapa?" Lanjut Manda dengan raut tak habis pikir. "Ini nggak lucu, ya Syah. Kamu itu beberapa menit lalu membentak dan menuntut pak Azka. Kamu tahu atau sadar gak saat melakukannya?"
Alisyah mengangguk sambil tersenyum misterius. "Pria gila dan tukang paksa itu pantas mendapatnya. Dia memanglah harus menerima pembalasanku. Hahaha!!"
Gea mengusap wajahnya kesal. "Bangke!" umpatnya kelepasan sambil menatap jengah Alisyah. "Mahluk ini udah gila, Manda. Dia kayaknya lagi kerasukan arwah gentayangan tidak waras makanya berani bermain-main dengan pak Azka. Udahlah pokoknya jangan nyebut nama gue kalau sampai sampai didamprat marah juga diamuki kemudian hari."
"Tenang saja aku tidak akan menyebut namamu dihadapannya dan biarkan aku saja yang menghadapinya. Sendirian, aku tidak takut! Lagian tuan GGS itu juga manusia, makan nasi sama kayak aku jadi yaudahlag.. anggap saja yang tadi itu hanyalah pembalasan ringan atas sikapnya selama ini terhadapku dan lagian yang itu belum seberapa. Harusnya pembalasan yang aku berikan lebih baik dari yang tadi," entengnya dengan santai membuat Manda juga Gea menggelengkan kepala bersamaan.
"Tau, ahh!" dengus Manda capek menghadapi Alisyah lantas ia berlalu dari sana tanpa perduli lagi.
Sedangkan kini Gea memelototi Alisyah dengan tajam. "Apa?!! Jan gila, Alisyah. Jangan melakukan hal yang lebih bodoh dari yang tadi. Sudah cukup kegilaanmu dan jangan menambahnya lagi. Jangan sampai pak Azka sampai menghukummu tanpa ampunan suatu hari nanti!" Gea menasehati berharap Alisyah paham maksudnya, namun otak Alisyah terlanjur membatu.
Sudah terlalu keras sehingga, jikapun bersusah payah berusaha melunakkannya sudah tak mungkin. Gadis berkulit eksotis dengan wajah manis yang terlihat lugu, ternyata tampilan luarnya tidaklah sama dengan tampilan dalamnya.
"Baguslah kalau begitu. Akan kubiarkan tuan GGS itu melakukan perhitungan dan pembalasannya terhadapku. Kita saksikan saja nanti seberapa bisa dia melakukan hal itu ..." Beritahu Alisyah sambil menerawang jauh membayangkan keadaan laki-laki yang sudah dipermainkannya.
Setelah Alisyah menuntutnya tanggung jawab matanya menatap begitu tajam dan menyimpan kegeraman mendalam, tidak jauh dengan tangannya yang mengepal erat menyimpan sejuta amarah yang siap disemburkan. Ah, ya ... Alisyah hanya tersenyum membayangkannya tanpa takut akibat perbuatan gilanya. Lebih gilanya lagi Alisyah malah menyunggingkan seulas senyumannya. Puas telah mempermainkan Azka tanpa rasa bersalah sama sekali.
Lantas kira-kira bagaimana perasaan pak Azka sekarang?
Bagimana juga dengan pacar yang digandengnya, langsung minta putus atau berlari meninggalkannya?
Membanyangkan semua itu membuat Alisyah tak sabar bulan malam ini segera berganti dengan matahari yang terbit esok pagi, sebab entah kenapa begitu menggebu rasanya ingin segera bertemu dan melihat wajah dosennya itu.
♡♡♡
Sementara itu disisi lain Azka tengah dalam interogasi keluarganya akibat perkataan Alisyah yang secara tak langsung mengatakan sedang mengandung anaknya.
"Apa yang telah kamu perbuat, Azka? Bagaimana bisa kamu menghamili wanita lain, sedangkan kamu saat ini sudah Papa jodohkan dengan anak almarhum teman Papa ..." sang kepala keluarga menyugar rambutnya dengan kasar kebelakang dalan balutan keterkejutan serta kemurkaan setelah mendengarkan perkataan purti sulungnya. "Kamu mencoreng nama baik keluarga kita! Mempermalukan serta membuatku tidak punya muka dihadapan halayak banyak. Apa kata orang nanti, apakah kamu memikirkannya sebelum melakukannya?!"
Azka menghela nafas sementara ibunya menepuk bahu sang Ayah guna menenangkannya dan kakaknya Azka, wanita itu hanya menghela nafas tidak bisa berbuat banyak.
"Maafkan Azka, Pa. Azka hilaf." Hanya kalimat itu yang dapat diucapkan dengan pasrahnya.
Azka tidak mengelak atau mencoba membela diri terhadap tuduhan yang dilayangkan kepadanya, padahal hal itu bukanlah yang sebenarnya. Akza tidak pernah bahkan tidak seujung kukupun menyentuh Alisyah.
Entah apa yang ada dalam dipikirkan Azka, namun apapun itu telah berhasil membuatnya mengakui perbuatan yang tidak pernah dilakukannya.
"Azka sadar sudah berbuat b***t dan merusak anak gadis orang lain hingga membuat mencoreng nama baik keluarga kita, tapi sungguh aku sedang hilaf saat itu Pa."
Ayah Azka mengusap wajahnya kasar. Ia begitu marah dan akan meledak memukuli putranya, namun ia masih ingin mendengar penjelasan lebih lanjut.
"Aku sedang tidak sadarkan diri saat it--"
"Bukannya wanita itu bilang kamu merayunya." Sela Kakaknya Azka membuat Azka membuang nafasnya kasar.
"Baiklah aku akan jujur. Sebenarnya aku memang melakukannya secara sadar, aku merayu Alisyah dan kami bahkan sudah sering melakukannya, tapi semua itu terjadi karena aku ingin bersamanya dan menjadikannya milikku. Aku ingin menikahi Alisyah, Pa." Azka berbohong dengan lancar mengelabuhi keluarganya.
Akan tetapi hal menyebabkan wajah Ayahnya cerah seketika dan terlihat menghela nafas lega.
"Syukurlah ..." lega Ayahnya Azka membuat Ibu dan Kakak Azka kebingungan heran dengan perubahan raut wajah sang kepala keluarga. "Papa pikir tadi apa, ckck!! Masalah seepele ini kenapa harus diperdebatkan. Sudahlah, Papa mau istirahat saja ..." beritahunya santai.
"Apa maksudnya ini, Mas? Putra tertua kita sudah menghamili anak orang kenapa Mas bisa berubah setenang ini setelah mendengarkan perkataan Azka?" Ibunya Azka menahan tangan suaminya sambil menatapnya dengan penuh pertanyaan.
"Pa, Azka sudah mempunyai tunangan dan juga sudah mempermalukan keluarga kita. Azka menghamili seorang wanita, Pa!" sambung Kakaknya Azka.
"Yasudah, Azka tinggal menikahinya saja." Ayahnya Azka dengan datarnya acuh seraya mengangkat bahunya.
"Nikah? Lalu bagaimana dengan anak almarhum temanmu, Mas?!!" Sarkas istrinya tajam.
"Loh Azka akan menikahinyakan, memangnya apalagi ..." Ayahnya Azka lagi-lagi menjawab dengan tenangnya.
"Papa membiarnya Azka menduakannya?" tanya Kakaknya Azka dan dijawab dengan gelengan kepala.
"Tidak. Alisyah sudah mengandung anak Azka, lalu bagaimana bisa aku sebagai Ayah Mertuanya biarkannya diduakan?"
Penjelasan sang kepala keluarga begitu ambigu membuat Ibu dan Kakaknya Azka kelimpungan tidak mengerti. Sementara itu Azka malah tersenyum manis mendengarkan setiap jawaban yang Ayahnya katakan.
"Alisyah?" tanya Ibunya Azka sambil berpikir mengingat sesuatu. "Loh-loh ... kok namanya samaan dengan anak almarhum temanmu, Mas?" sambungnya bingung.
"Alisyah siapa, Ma?" sela Kakaknya Azka.
"Calon isteriku, wanita yang mengaku hamil dan tunanganku merupakan orang yang sama." Jelas Azka menyingkirkan kebingungan yang ada.
"Jadi mereka orang yang sama?" lega Ibunya Azka sambil memastikan.
"Iya Ma, mereka adalah orang yang sama," jelas Azka.
Sebagai wanita ia cukup empati pada penderitaan wanita lain. Alisyah yang katanya hamil tampaknya hal itu membuatnya cukup cemas.
"Walaupun begitu dia sudah hamil, apakah hal itu tidak patut dipermasalahkan?" tanya Kakaknya Azka belum puas.
"Tinggal dinikahin." Ayah dan Ibunya kompak menjawab bersamaan.
"Terus bagaimana dengan nasib nama keluarga kita yang tercoreng?"
Ayahnya tidak menjawab dan malah beranjak berdiri diikuti oleh Ibunya, mengabaikan pertanyaan putrinya.
"Wah, Mas sebentar lagi cucu kita bertambah dong! Dan berarti yang kurang hanya tinggal cucu dari Dion."
"Hm, bagaimana kalau Dion kita suruh nikah juga? Biar komplit."
♡♡♡
To be continued ....