Ch.10 Menghukum Anak Singa

1496 Words
Esok pagi, jam di tangan Zefanya sudah menunjukkan pukul 6.30 pagi. Ia tidak ingin terlambat ke kantor karena hari ini ada perkenalan manajer baru yang menjadi atasannya langsung. Memandangi dirinya di depan kaca setinggi 3 meter, ia tersenyum. Memakai rok span berwarna merah tua dengan blazer senada, kulit putihnya memang nampak menjadi kontras, cantik. Ditambah sepatu hak tinggi dengan tangkai yang ramping, tubuh semampainya kian menawan. Belum lagi riasan di wajah yang soft, tetapi menampilkan kemewahan. Rambut cokelat panjangnya dibiarkan tergerai. Ia lebih suka begitu. Selesai berpakaian rapi, ia bergumam, “Oke, saatnya kembali ke dunia nyata yaitu bekerja. Hampir satu minggu aku di Italia dan banyak proposal proyek yang belum kamu selesaikan, Zefa!” “Lintah darat bajingaan sialan? Kita akan melunasi separuh hutangnya hari ini! Aku akan mengirim uang dari Amanda kepadanya. Dan semoga ... semoga saja hari ini sisa uang dari adikku itu masuk. Aku sudah menikahi Sean, bukan?” “Aku sudah terjebak in his messed up world! Terjebak dengan mantannya yang membenciku, dan terjebak dengan dua anaknya yang kini menjadi ... ah, menjadi anakku juga ... damn!” helanya menggelengkan kepala, lalu menangkup wajah cantik sempurnyanya. “Aku benar-benar harus meminta bayaran lebih pada Amanda,” kikinya sembari melangkahkan kaki menuju pintu kamar yang mendadak terbuka. Dengan terkejut, ia spontan memanggil, “Sean!” Suaminya sudah memakai pakaian lengkap. Hem lengan panjang digulung sampai ke siku. Dua kancing paling atas dibuka, memamerkan sekelumit d**a bidang dengan rambut hitam kecokelatan di sana hingga membuat mata Zefanya tak berkedip menatap raga sedemikian gagah dan ... uh, jantan. Ingin tersenyum dan terkikik melihat Hot Stuff yang memukau, tetapi ia tahan. ‘Hmm, aku paham kenapa Ghea benci padaku. Dia pasti masih belum bisa move on sepenuhnya dari Hot Stuff! Kenapa? Karena dia memang sungguh hot! Uuuhhh, kenapa aku selalu suka melihat lelaki dengan bulu d**a yang lebat?’ gemas Zefanya dalam hati. “Sayangnya, dia juga orang tua pemarah yang selalu mengomel dan memakiku!’ “Mau ke mana?” tanya Sean singkat, mengangkat tangan dan diletakkan di kusen pintu, menghalangi jalan sang istri untuk lewat. Pose ini membuatnya makin terlihat menawan. “Kerja,” jawab Zefanya juga singkat, menahan senyum. “Oh, ya, mengenai itu ... kemarin aku lupa membahasnya,” seringai Sean melangkah memasuki kamar. Ia segera menutup pintu, lalu bersandar di sana. Jelas menegaskan kalau dia tidak ingin isrtinya keluar sebelum mereka mencapai sebuah kesepakatan baru. “Aku tidak mau kamu bekerja. Nyonya Besar Lycus tidak boleh bekerja kantoran, apalagi di perusahaan tak jelas sepertimu. Kalau para tetua tahu kamu bekerja di tempat jelek, murahan, dan hanya menjadi karyawan biasa, mereka akan mengolok-olok diriku!” jelasnya dingin. Zefanya tertegun selama beberapa detik, mencerna larang itu, lalu menjawab sambil terkekeh. “Pertama, tempatku bekerja bernama Red Spark Enternainment. Di sana, ada divisi media yang merangkum segala berita. Lalu, mereka juga ada divisi hiburan. Itu adalah sebuah perusahaan bonafide yang sudah berdiri selama 10 tahun lebih.” “Kedua, kamu tidak ada hak melarangku bekerja. Aku sudah mati-matian belajar sambil bekerja selama lima tahun kuliah, dan sekarang aku sedang menikmati hasil jerih payahku. So sorry, Suamiku ... tapi aku akan tetap bekerja,” seringainya dengan senyum lebar yang kaku. Sean mengembus kasar, “Kita akan berdebat lagi? Sekarang bahan perdebatan kita adalah mengenai pekerjaan?” desisnya, lalu berjalan dengan tegak menuju Zefanya. “Aku harus bagaimana agar kamu belajar menuruti setiap perkataanku, hah! Apa yang dibutuhkan untuk membuat anak singa sepertimu mengiyakan semua perkataanku!” Seperti saat di hotel, satu langkah maju dari Sean sama dengan dua langkah mundur Zefanya. Wanita itu terus melangkah ke belakang hingga punggung menyentuh kaca jendela. Tanpa menunggu lama, lengan kekar sang suami sudah mengurung tubuh moleknya di tengah. Zefanya sedikit terengah karena Sean sepertinya sedang marah sungguhan. “Aku hanya ingin bisa menghasilkan uang sendiri! Aku kuliah dengan susah payah! Aku mau menikmati hasi kuliahku itu dengan menerima gaji setiap bulan!” jelasnya terus mundur. “Berapa gajimu di sana? Akan kulipatgandakan, berhentilah bekerja. Menjadi istriku, kamu tidak butuh uang!” desis Tuan Besar Lycus menyeringai dengan mata kecokelatan terang. “Sekali lagi, jangan membuatku malu!” Zefanya menggeleng, “Bukan sekadar masalah gaji. Aku masih muda, masih butuh aktualisasi diri.” “Tadi, kamu bilang ingin mendapat gaji tiap bulan sebagai reward dari masa kuliah yang susah. Sekarang kamu ralat lagi menjadi masalah aktualisasi diri? Kenapa pikiranmu berubah-ubah!” desis Sean memicingkan mata, terus berjalan dengan jemari yang terlihat mulai mengepal karena marah. “Jangan mencoba bermain denganku, Zefanya! Aku tidak suka dipermainkan, apalagi diremehkan!” “Hanya diam di rumah, apa yang akan kulakukan, hah? Menunggumu pulang kerja? Lalu apa? Kita bukanlah suami istri sungguhan!” pekik Zefanya tertahan. “Kita bahkan tidak saling kenal satu sama lain!” “Ada Tristan yang bisa kamu urusi. Kamu sekarang adalah ibunya!” balas Sean membentak kencang. “Maria sang baby sitter telah mengerjakan tugas yang sangat baik sebagai seorang pengasuh! Aku bisa bermain dengan Tristan saat pulang kantor! Ingat, sejak awal tidak ada yang mengatakan tentang anak kepadaku! Jadi, jangan harap aku sekarang tiba-tiba setuju untuk berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tang—” “Aku tidak peduli! Pokoknya, kamu harus berhenti bekerja dan diam di rumah! Aku tidak mau kamu berkeliaran di luar sana entah dengan siapa!” engah Sean dengan wajah merah padam. “Aku juga tidak peduli! Pokoknya, aku mau tetap bekerja! Kamu suka atau tidak, bukan urusanku! Aku bukan boneka yang bisa kamu gerakkan sesuka hatimu! Aku punya kehidupanku sendiri!” Zefanya tetap menolak larangan sang suami. Lalu, ia tersenyum sinis, “Dan aku bukanlah Nyonya Ghea Avery Xu yang selalu menuruti perkataanmu! Aku bukan mantan cantikmu itu, wahai Daddy Sean! Dia mungkin takut padamu, tapi aku tidak! Dia mungkin bersedia menjadi ibu rumah tangga, tapi aku tidak!” “Jadi, kalau masih ada dalam pikiranmu bahwa aku akan menjadi seperti dia ... hahaha! Kamu salah besar, Tuan Lycus. Karena aku sama sekali bukan Ghea, dan aku tidak akan pernah menjadi Ghea untukmu!” Suara kaca bergetar kencang mendadak terdengar nyaring di telinga Zefanya. Seperti biasa, jika mengamuk maka Sean akan menggebrak sesuatu. Mata lelaki itu melotot dengan sorot membara, dadanya kembang kempis. Bibirnya gemetar, dikulum kedalam karena menahan emosi. “You fuucking ...,” engah Sean ingin sekali memaki kasar kepada wanita di hadapan. Zefanya menatap suaminya dengan kepala terdongak dan jantung berdebar. Kali ini, sepertinya lelaki itu sungguh marah. Napasnya pun terengah, apalagi telinga sedikit berdengung akibat gebrakan kaca yang dilakukan oleh Sean menimbulkan bunyi cukup keras, tepat di sebelah telinga. ‘Apa yang akan dia lakukan padaku? Sepertinya dia sangat marah. Biasanya, orang seperti dia ... seperti Ayah, mereka selalu mengancam berlebihan saat sudah marah. Aku harus bersiap!’ engah sang wanita di dalam hati, menahan aliran darah yang mengalir deras di dalam raga. Benar saja, sebuah Revolver mendadak sudah ada di tangan Sean dan moncongnya diusapkan pada pipi Zefanya. Desis sang mafia terdengar kejam, bengis! “Jangan melawanku, Mi Amor. Kamu tahu apa yang kulakukan pada wanita yang melawanku? Aku menghukum mereka!” Sang wanita bisa merasakan denyut jantungnya berdetak kian kencang. Meski yakin Sean tidak akan meledakkan peluru dari senjata api tersebut, tetap saja ia merasa tegang luar biasa hingga napas sedikit tercekat di tenggorokkan. Bibir Sean mendekati bibir Zefanya, menelusuri di antara pipi dan dagu, mengintimidasi secara sxsual seperti yang selalu ia lakukan kepada banyak wanita sebelum ini. “Dengarkan baik-baik bagaimana caraku menghukum seorang wanita yang ... just like you.” “A very bad ... bad ... lion cub!” Kembali memanggil dengan sebutan Anak singa. Jari tangannya yang besar dan solid merayap di leher sang istri, sedikit mencekik halus, dan kembali berucap. “Daddy Sean akan mengajari Bad Lion Cub bagaimana menjadi wanita penurut!” Sorot matanya pada Zefanya seakan sedang melucuti satu per satu pakaian sang wanita. “Aku menghukum para wanita membangkang dengan cara yang ... ah, sensual, menggairahkan! Aku akan mengikat tanganmu di ranjang, menelanjangimu, dan akan kucambuk sebelum kunikmati bagian terbasah darimu.” Mendengar itu, mata Zefanya tak berkedip. Seumur hidup, baru kali ini ia diancam secara sexxual seperti sekarang. Ingin sekali ia menggigit hidung mancung Sean hingga cuil saking tersinggungnya dengan apa yang sudah dilakukan oleh sang suami. Akan tetapi, ia tak mampu bergerak lebih banyak. “Jadi, sebaiknya kamu menuruti apa yang kuinginkan atau kamu akan berakhir menggelepar di atas ranjang bersamaku, Mi Amor. Menggelepar karena ... I don’t know, mungkin karena kamu mencapai puncak berkali-kali ...?” kekeh Sean tertawa nakal dan sorotnya merendahkan. Melakukan itu sembari mengusapkan ujung pistolnya di dagu sang istri. Zefanya menarik napas panjang, lalu tersenyum kecut. Ia menatap marah pada Sean, lalu berdesis, “Lakukan itu, dan kupastikan kamu menyesal, Hot Stuff ....” Suara klik terdengar, pertanda ada pistol dikokang dan itu bukanlah pistol milik Sean. Sang lelaki sontak terkejut apalagi saat merasa ada sebuah benda tumpul menyentuh kejantanannnya yang terletak di antara dua kaki. Menoleh ke bawah, sebuah Glock 42 tepat mengenai Big Cobra. Mata Sean mendelik! “What the ffuck!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD