Ch.16 Wanita Gila di Pintu Masuk

1667 Words
“Zefa, aku sudah siapkan proposal kerjasama yang kamu minta aku kerjakan kemarin,” ucap Maya membawa satu bundel kertas terjepret rapi di bagian pinggir. “Good! Kita bisa segera memulai proyeknya. Yang lain sudah mendapatkan tanggal acara. Semoga kita bisa mengejar mereka,” angguk Zefanya. Thomas datang dengan setengah berlari dan langsung menghentak meja kerja seniornya. “Aku sudah menemukan nama manajer The Marquee!” Mata Zefanya terbelalak senang, “Seriously? Bagaiamana kamu bisa menemukannya?” Dengan terangah, Thomas menjawab, “Aku mempunyai adik. Lalu, adikku mempunyai sahabat. Nah, sahabatnya itu memiliki pacar. Kemudian, pacarnya itu memiliki kakak yang pernah bekerja beberapa tahun di The Marquee.” “Oke, itu adalah sebuah silsilah yang cukup panjang. But, it’s fine, uhm ... apakah informasinya bisa dipercaya?” tanya Zefanya tidak bisa paham siapa yang mana, hanya fokus pada apakah berita tersebut akurat atau tidak. Thomas mengangguk. “Aku yakin akurat. Nama manajer The Marquee adalah Claudio. Dia yang sering didatangi atau ditelepon bila ada masalah.” “Claudio?” gumam Zefanya mengerutkan kening. “Kenapa nama itu sepertinya tidak asing?” “Kamu tidak berhasil menemukan siapa pemilik The Marquee?” tanya Maya pada seniornya. Zefanya menggeleng, “Nope, aku mencari ke sana kemari dan tidak menemukan nama pasti pemiliknya. Entah, sepertinya siapa pun pemilik klub malam itu tidak suka diketahui orang-orang.” “Lalu, bagaimana sekarang?” tanya Thomas cukup bersemangat. “Kita tetap datang ke sana?” Zefanya menarik napas panjang, “Mari berjuang! Kita berangkat ke sana sekarang! Sebentar lagi sudah mendekati jam pulang kantor. Aku akan ijin kepada Serena supaya kita diperbolehkan pulang lebih dulu.” “Oke, semangat, Zefa!” *** Menaiki taksi online, ketiganya pergi ke klub malam terbaik di New York bernama The Marquee. Sebuah tempat hiburan malam yang selama ini manajemennya terkenal tertutup. Sangat sulit bagi event organiser untuk mengadakan acara di sana. Bila sedang mendatangkan artis atau mengadakan acara tertentu, mereka melakukan semuanya sendiri. “Aku pernah kemari beberapa kali saat kuliah. Semakin malam semakin ramai. Di dalam luas sekali seperi lapangan bola!” bisik Zefanya pada kedua bawahannya. Thomas mengangguk, “Iya, aku pernah sekali kemari. Kebanyakan yang datang adalah mereka yang sudah bekerja.” “Benar, itu yang akan menjadi target market kita nanti. Kita akan mengejar kaum muda bekerja. Orang kantoran yang jenuh dengan pekerjaan dan ingin merayakan akhir tahun dengan bersenang-senang. Mungkin pasar kita ada di range 25 tahun ke atas,” angguk Zefanya. Maya tersenyum lirih, “Itu pun kalau kita berhasil melalui tahap pertama ini.” Zefanya menoleh, “Jangan membuatku patah semangat, Maya! Ayolah, kita harus saling mendukung!” “Ya, ya, maafkan aku. Hanya saja, ada tiga pengawal di pintu yang berbadan besar sedang menatap kita dengan lekat. Aku jadi takut,” jawab Maya. “Jangan takut! Mereka juga manusia, bukan hantu. Kalau mereka macam-macam akan kuadukan pada Hot Stuff!” kekehnya. “Siapa?” tanya Maya dan Thomas bersamaan. Zefanya menggeleng, “Bukan siapa-siapa, aku hanya bercanda sendiri.” *** Mendekati pintu masuk yang megah, tiga orang lelaki bertubuh kekar segera menghadang. “Klub belum buka sampai jam 7 malam. Ini masih jam 5 sore, kembalilah dua jam lagi.” Zefanya tersenyum, “Hai ... uhm ... jadi begini, kami datang untuk bertemu manajer The Marquee bernama Claudio. Apa dia ada di sini?” Tiga orang lelaki kekar saling pandang. Kemudian, satu dari mereka menjawab tegas, “Tidak ada yang bernama Claudio di sini.” “Oh, begitu? Tapi, aku diberitahu kalau manajer di sini bernama Claudio. Ini adalah masalah yang penting. Aku harus menemuinya.” “Dengar, Nona! Sudah kukatakan, tidak ada manajer yang bernama Claudio di sini! Pergilah atau aku terpaksa menyeretmu keluar!” Para bodyguard tidak tahu siapa Zefanya. Mereka tidak tahu kalau wanita itu adalah istri seorang Sean Lycus. Semua hanya melakukan pekerjaan mereka yaitu mengenyahkan segala sesuatu yang berpotensi sebagai gangguan. Zefanya tidak patah arang, ia tetap memaksa, “Aku yakin di sini ada yang bernama Claudio! Aku hanya ingin bertemu dengannya dan menyerahkan proposal kerjasama ini untuk dia pelajari!” “Aku tidak peduli! Pergi dari sini!” usir bodyguard dengan suara menggelegar. “Aku tidak mau pergi sebelum bertemu dengan Claudio si Manajer The Marquee! Aku akan terus di sini meneriakkan namanya sampai kalian membiarkan aku bertemu dengan dia!” balas Zefanya sama menggelegarnya. Salah satu bodyguard yang berada di belakang sendiri berbisik pada temannya, “Aku akan masuk dan melaporkan kejadian ini.” “Ya, kebetulan Tuan Besar juga di sini. Segera laporkan,” sahut temannya berbisik pelan. “Dengar, ya, Nona! Sekali lagi aku peringatkan untuk segera pergi dari sini! Kamu pasti sudah gila karena tidak ada yang bernama Claudio di sini!” Zefanya terengah, sejujurnya dalam hati ia sudah kebingungan. Apa lagi yang harus ia lakukan untuk membuat hidupnya terasa benar? Semua aspek dunia terasa menghimpit, menjepitnya hingga sulit untuk bergerak! Sekali ini saja, sekali ini saja ia sungguh berharap bisa melakukan sesuatu yang membanggakan diri. Sesuatu yang menjadi penegasan bahwa dia bukanlah manusia sial yang hidupnya terlunta-lunta dan terombang-ambing. “Zefa, sudah, ayo, kita pulang saja,” bisik Thomas menarik-narik ujung blazer berwarna putih. Namun, pemilik rambut cokelat panjang menggeleng. Ia mengeraskan suara dan berkata, “Aku yakin di sini ada yang bernama Claudio. Seseorang yang kalian anggap sebagai manajer atau apa pun itu. Tapi, dia yang kalian tuju saat ada masalah.” “Temanmu yang masuk ke dalam, dia melapor kepada siapa? Kepada Claudio-kah? Atau kepada pemilik klub malam ini? Please, aku hanya berusaha menyelamatkan pekerjaanku!” engah Zefanya memelas. “Lihatlah, kami membawa kue blackforest yang enak untuk Tuan Claudio. Ijinkan kami bertemu dengannya, kami mohon,” imbuh Maya memperlihatkan kotak kue dari sebuah bakery yang terkenal mewah dan mahal. Mereka sampai harus urunan untuk membelinya. Karena Zefa menolak berhenti bekerja dan menerima uang dari Sean, sampai sekarang suaminya itu belum memberi uang sama sekali. Alhasil, ia tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli kue seharga $350 sebagai upeti untuk Claudio dan mereka terpaksa urunan. Dua bodyguard yang berjaga saling pandang, kemudian tetap menolak. “Kalian bekerja, kami pun bekerja. Dan tugas kami adalah menghalangi siapa pun untuk masuk ke dalam klub tanpa ijin dari atasan. Jadi, maaf, kami tidak bisa membiarkan kalian masuk.” Zefanya mengembus kasar, tetapi pantang menyerah. “Aku tidak akan pergi sebelum kamu membawaku menemui atasanmu itu. Aku akan terus di sini, meneriakkan nama Claudio sampai telingamu tuli kalau perlu!” “Aku hanya ingin menyerahkan proposal kerjasama. Aku dari Red Spark Enterprise dan ingin membuat acara akhir tahun di sini. Itu saja keperluanku!” Tak ada jawaban, dua bodyguard tetap diam dan menggeleng. *** Sementara itu, bodyguard ketiga yang tadi masuk untuk melapor segera berbisik pada seseorang. “Gabe, katakan pada Claudio ada seorang wanita sedari tadi berteriak mencarinya.” Lelaki yang bernama Gabe mendongakkan wajah, “Wanita mencari Claudio?” “Yeah, dia di luar sana berteriak terus. Ingin bertemu dengan manajer klub yang bernama Claudio. Katanya tidak akan pergi kalau belum bertemu. Entahlah, mungkin orang gila?” kekeh penjaga pintu. “Hmm, aku akan turun ke Dungeon dan mengabari mereka,” angguk Gabe beranjak dari kursi. Sebuah Desert Eagle nampak di balik jas hitam yang ia kenakan. Sekian banyak penjaga mengangguk hormat saat ia lewat. Tentu saja, Gabe adalah salah satu komandan bodyguard pasukan Klan Lycus. Langkah kakinya tegap memasuki ruangan gelap dan menuruni tangga hingga sampai ke bawah. Hanya ada penerangan dari beberapa lampu 5 watt di situ. Suara lelaki sedang dipukuli terdengar meraung. Bau amis darah yang sudah kering bercampur dengan bau kencing tikus menyeruak. “Claudio,” panggil Gabe pada sahabatnya. “Ya?” jawab bodyguard Sean tersebut. “Ada yang mencarimu di luar. Seorang wanita,” jelas Gabe. Sean mendengar percakapan dua bodyguard utamanya. “Hentikan,” perintahnya pada anak buah yang sedang memukuli musuh dalam penjara hingga berdarah-darah. Ia mendekat ke dua komandan pasukannya. “Ada apa?” “Ada seorang wanita di pintu masuk mencari Claudio. Anak buah sudah mengusirnya, tapi dia tidak mau pergi. Terus menerus berteriak. Mengancam akan terus di sini sampai Claudio keluar menemuinya,” ungkap Gabe mengendikkan bahu. “Kata penjaga, tingkahnya seperti orang gila!” Sean melirik pada bodyguard yang sudah membersamainya selama 20 tahun lebih. “The ffuck, Claudio? Apa kamu menghamili seorang wanita dari rumah sakit jiwa, hah?” Yang ditanya sontak mendelik, “Tidak, Tuan! Saya hanya bercinta dengan wanita bayaran! Saya tidak pernah berbuat begitu!” Sean menghela panjang. “Teruskan memukuli Victor Marayan sampai 15 menit ke depan. Kalau dia masih belum mau bicara dan mengatakan di mana saja lokasi gudangnya, cabut lagi satu kuku jari kakinya.” “Siap, Tuan Besar Lycus!” angguk dua anak buah yang sedang di dalam kerangkeng besi. “Aku akan membunuhmu, Sean! Tunggu saja! Anak buahku akan menemukan tempat ini dan akan kubakar semua beserta kamu di dalamnya!” teriak lelaki yang sedang babak belur, berdarah, serta sudah kehilangan dua kuku jari kaki. “Bla bla bla, mengoceh saja terus, Marayan! Kamu pikir aku akan memaafkanmu setelah kamu menculik Ghea, hah? You ffuking asshole! Terus pukuli dia!” sahut Sean kemudian melangkah menuju tangga. Ia mengerutkan kening dan kembali menatap pada Claudio. “Yakin kamu tidak membuat hamil wanita mana pun, hah?” “Saya bersumpah, Tuan!” pekik Claudio menggeleng yakin. “Hmm, aku mau tahu siapa wanita yang telah berani mengganggu klub malamku?” gumam Sean menyeringai dingin. *** Di luar, Zefanya masih terus adu argumen dengan dua penjaga. Meski Thomas dan Maya terus berbisik agar mereka kembali saja, tetapi ia tetap bersikeras untuk bertemu dengan manajer klub malam The Marquee. Ketika ia sedang beradu mulut, pintu terbuka dan munculah Gabe serta Claudio terlebih dahulu. Keduanya sontak terbelalak melihat siapa yang dikira wanita gila menuntut pertanggungjawaban atas sebuah kehamilan. Pun dengan Zefanya. Ketika ia melihat siapa yang keluar dari pintu masuk, bibirnya sontak berhenti mengoceh. Wajah tertegun, mata mendelik nyaris tak percaya dan ia kehilangan suaranya. Terakhir, saat sang pemilik keluar dengan raga maskulinnya, kian terhentak sudah tubuh Zefanya. “Hot Stuff?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD