Ch.15 The Marquee

1436 Words
Tawaran yang membuat mata Zefanya terbelalak. Ada apa dengan lelaki di hidupnya? Semalam, mendadak Sean mengajak bercinta walau sedang sedikit mabuk. Sekarang, mantan laknatt yang membuatnya terjebak dalam lilitan lintah darat mengajak makan malam? Apa dunia sudah gila? 'Kenapa lelaki yang tertarik kepadaku adalah semuanya babi? Pria b******k!' geramnya dalam hati. Melihat Zefanya hanya diam terkejut, Fieso kembali berucap, “Aku bilang, aku ingin mengajakmu makan malam. Cukup satu makan malam dan kasus ini akan kubiarkan berlalu.” “Bagaimana kalau kamu kembalikan uangku sebanyak $100.000 dan mungkin aku akan memikirkan untuk makan malam denganmu?” tantang Zefanya tersenyum dingin. Fieso tertawa, “Sekali lagi, uang itu kamu berikan padaku secara sukarela. Jadi, aku tidak mengambilnya darimu. Oleh karenanya, aku tidak perlu mengembalikan meski hanya satu sen kepadamu, Cantik!” Ganti Zefanya yang tertawa. “Oke, kalau begitu silakan saja bermimpi untuk makan malam denganku!” “Apa kamu mau kasus ini aku bawa ke atas?” ancam Fieso sekali lagi. Nyonya Besar Lycus berdiri tegak menghadap manajer baru yang menyebalkan. “Dengarkan aku, brengseek! Aku tidak akan mau makan malam denganmu, meski kamu adalah lelaki terakhir di muka bumi ini!” “Aku lebih baik masturbasii sepanjang usia daripada menghabiskan satu malam dengan manusia laknat macam dirimu! Mengerti?” Napas Zefanya sedikit terengah, “Dan kalau kamu mau bawa masalah ini ke atas, silakan! Aku tidak takut! Bawa saja dan kita buktikan siapa yang mengada-ada! Semoga setelahnya kamu didepak dari sini karena aku sama sekali tidak bersalah!” Terakhir, Anak Singa itu berdesis, “Jangan mengancamku, karena kamu tidak tahu seperti apa diriku sekarang. Sementara kamu? Sekali maling, tetaplah maling!” Tanpa menunggu jawaban, Zefanya keluar dari kantor Fieso dan sedikit membanting pintu sang manajer. Di dalamnya, lelaki itu menatap lekat pada pintu yang telah tertutup. “Sialan! Ffuck!” engah Fieso. “Kurang ajar! Berani sekali dia mengatakan itu semua kepadaku! Berani sekali dia menolakku! Oke, kita lihat siapa yang bertahan!” “Aku bersumpah, Zefanya! Aku akan melakukan apa pun supaya kamu dipecat dari sini!” *** Beberapa hari berlalu, sebuah rapat dilaksanakan oleh Manajer baru yaitu Fieso Mayaxla. Ia mengumpulkan semua supervisor dan anak buah sales marketing di ruang rapat, lalu memulai pertemuan. “Aku sudah berbicara dengan direkur utama, dan beliau setuju untuk mengadakan beberapa kegiatan dalam trimester akhir tahun ini,” ucap Fieso seakan ia adalah manajer yang sangat berkualitas. “Kegiatan ini akan dilombakan, dan tim pemenangnya akan mendapat bonus $3.000.” “Ada beberapa proyek yang akan dilakukan secara personal. Perusahaan sudah menentukan siapa yang mengerjakan proyek apa. Nantinya, keberhasilan proyek ini akan menjadi nilai utama dalam menentukan Key Performance Indikator kalian.” Zefanya mendengarkan dengan seksama. Sepanjang rapat, ia bisa tahu kalau Fieso terus menatap kepadanya dengan tajam dan culas. Entah kenapa, ia merasa rapat kali ini tidak akan berakhir baik untuknya. “Sekarang, aku akan membacakan proyek dari masing-masing sales. Segera kerjakan dan buat laporan perkembangannya setiap minggu!” tandas sang manajer dan benar saja, menyeringai ke arah Zefanya. Jantung wanita itu berdebar saat mendengar teman-temannya satu per satu disebut. Proyek di divisi mereka yang merupakan bagian entertainment sebetulnya bukan hal yang sulit. Namun, tetap saja perasaannya tidak tenang. "Zefanya Anelda. Proyek yang harus kamu lakukan adalah membuat acara tutup tahun di The Marquee Night Club! Jadikan ini pesta akhir tahun yang paling meriah!” senyum Fieso memberikan satu lembar kertas berisi surat tugas kepada mantannya. Sontak, semua berbisik dan menatap pada Zefanya yang tertegun dan melongo dengan tugas itu. Saat Fieso mendekat, ia tentu bertanya, “Apa aku tidak salah dengar? Kamu mau aku membuat pesta tutup tahun di The Marquee?” “Ya, kamu tidak salah dengar. Ada masalah?” angguk Fieso berlagak tenang. Zefanya tersenyum sembari menahan emosi. “Semua orang di dunia entertainment tahu kalau The Marquee selalu mengadakan pestanya sendiri. Dia tidak pernah mengijinkan even organiser atau enterprise mana pun masuk dan membuat pesta di sana!” Fieso mengendikkan bahu, “Iyakah? Aku baru mendengar berita seperti itu.” Zefanya menatap pada Serena sang manajer. Berharap mendapat bantuan, tetapi wanita itu justru menunduk seakan tak ingin ikut campur. Firasatnya tidak salah, bukan? Fieso sengaja mengincarnya. Sengaja memberikan tugas yang sangat sulit untuk dilakukan. “Aku yakin setiap sales person selalu menerima tantangan. Jika tugas ini terlalu sulit untuk kamu dan timmu lakukan, tidak apa. Aku akan berkata kepada direktur utama bahwa kamu menolak,” senyum Fieso seakan sudah memenangkan pertandingan di awal, tanpa perlawanan. Zefanya ganti menoleh pada dua teman kerjanya yang berada satu tim dengan dia. Nampak mereka para junior juga sama bingung dan sama panik dengan dirinya. Namun, satu hal yang ia tahu selama ini adalah .... “Kamu benar, tidak ada kata mundur pada sebuah tantangan! Kamu mau Red Spark Enterprise mengadakan pesta akhir tahun di The Marquee? Deal! Aku akan melakukannya, Tuan Fieso Mayaxla yang terhormat!” desis Zefanya menyambar kertas itu dari tangan manajernya. Sontak, seisi ruang rapat kembali berdengung dengan bisik-bisik karyawan yang lain. Mereka menganggap keputusan Zefanya adalah di luar akal sehat. Sejak pertama berdiri lebih dari 15 tahun yang lalu, The Marquee tidak pernah membuka diri terhadap perusahaan entertainment mana pun! Fieso tertawa dan bertepuk tangan, “Ini baru namanya semangat juang yang tinggi! Tapi, tetap harus kuingatkan, Zefanya. Jika gagal, maka kamu akan mendapatkan nilai yang rendah. Lalu, kamu akan di-downgrade dari posisimu sebagai senior sales.” Senyum Zefanya mengembang dengan dingin, “Silakan lakukan apa yang menurut Anda benar, Tuan Manajer!” *** Tak lama setelah itu, rapat pun selesai. Zefanya melangkah gontai ke meja kerjanya diiringi dua junior yang berada di dalam timnya. “Zefa, bagaimana cara kita bisa mengadakan pesta di The Marquee? Semua tahu klub malam itu tidak pernah bekerja sama dengan perusahaan entertainment mana pun,” keluh Maya, seorang pemagang yang masih berusia 19 tahun. Junior yang satunya yaitu seorang lelaki lulusan tahun ini dari sebuah kampus di New York mengeluhkan hal yang sama. Namanya Thomas dan ia berucap, “Maya benar, Zefa. Kita seperti sedang menuju tiang gantungan.” “Aku tidak menegerti kenapa Tuan Fieso memberikan tugas yang tidak masuk akal kepada kita?” tanya Maya menghela lirih. “Yang lain mendapatkan tugas enteng sangat masuk akal. Tidak seperti kita!” Zefanya mengusap wajah dengan kedua tangan, lalu menghela panjang. “Sudahlah, mungkin memang Fieso Maayaxla terlalu tol0l untuk mengetahui bahwa The Marquee tidak bisa ditembus oleh perusahaan entertainment mana pun,” desisnya terkikik sendiri memanggil sang mantan dengan sebutan tol0l. Ia tahu kalau Fieso sengaja melakukan ini untuk menjatuhkannya, tetapi ia tidak mungkin mengatakan itu kepada dua juniornya, bukan? Semua harus disimpan rapat olehnya sendiri. “Yang penting adalah kita harus berusaha. Hadiah bonus yang diberikan lumayan. Kalau kita sukses dan memenangkan perlombaan ini paling tidak kita bisa memiliki $1.000 per orang,” senyumnya, menghela panjang, berusaha menguatkan diri. Maya dan Thomas saling pandang, lalu mereka tersenyum. “Aku selalu suka semangatmu, Zefa,” ucap Maya mengusap lengan seniornya. “Semoga kamu bisa memikirkan cara agar kita bisa menyelesaikan proyek ini, meski rasanya mustahil.” Thomas mengimbuhi, “Aku masih baru di bidang ini. Tapi, aku akan mendukungmu, Zefa. Apa pun yang kamu butuhkan, aku siap mengerjakannya.” Zefanya tersenyum, “Terima kasih. Aku sekarang hanya perlu mencari tahu siapa pemilik The Marquee. Atau minimal, tahu siapa manajernya sehingga bisa mencoba menyerahkan proposal kerja sama.” Ia mengembus napas panjang, lalu bergumam sendiri di dalam hati. ‘Masalahnya, siapakah pemilik The Marquee? Ke mana aku harus mencari informasinya?’ *** Sementara itu, beberapa hari kemudian, Sean Lycus sedang mengendarai Rolls Royce mewahnya menuju suatu tempat. Ia memiliki lokasi khusus yang biasa digunakan untuk menyiksa musuh-musuh. Mulai dari sekadar memukuli mereka untuk mendapatkan informasi, sampai dengan eksekusi penghilangan nyawa. Semua dilakukan di suatu ruangan rahasia bawah tanah bernama Dungeon. Ruangan bawah tanah? Iya, betul. Dungeon sesuai dengan namanya yang berarti penjara bawah tanah. Biasa juga dideskripsikan sebagai ruang terisolasi yang pengap, lembab, dan menyimpan banyak sejarah mengerikan di dalamnya. Jika ruangan itu terletak secara rahasia di bawah tanah, lalu apa yang berada di atasnya? “Kita sudah sampai, Tuan Sean,” ucap Claudio sore ini pada majikannya. “Hmm,” angguk Sean turun dari mobil saat pintunya sudah dibukakan oleh bodyguard kepercayaan. Lelaki bertubuh tinggi kekar dan berwajah tampan maskulin merapikan jas mahal yang ia kenakan. Kemudian, matanya menatap pada sebuah bangunan megah nan besar di hadapan. Di bawah bangunan inilah Dungeon disembunyikan. Ia tersenyum saat neon sign dinyalakan oleh anak buah dari dalam gedung tersebut, pertanda salah satu penyumbang kekayaannya di New York akan segera buka dan beroperasional sebentar lagi. Apa tulisan yang ada di neon sign tersebut? Tentu saja .... “THE MARQUEE.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD