Part 11 - Teman Baru

2378 Words
Part 11 - Teman Baru Raisa sudah memutuskan untuk membangunkan Riyan dulu. Baru setelah itu membangunkan teman-temanya, yang tidur berjejer seperti ikan di jemur. Hehehe. Raisa mendekati Riyan. Raisa duduk di samping Riyan yang sedang tidur pulas. Riasa memperhatikan wajah Riyan saat tertidur. Tampan sekali Riyan, kalau sedang tidur. Hidungnya sangat mancung, matanya sipitnya yang menutup, kulitnya juga putih bersih. Memang terlihat aga pucat sih. Itu mungkin karena Riyan sedang sakit. Baik banget dia mau bantu mbak Nikmah. Sampe-sampe dia ketiduran di sini, karena kepengen tau hasil persalinan. Riyan kan lagi sakit. Bohoh kamu, Rai. Pasti dia lupa minum obat. Kalo engga salah jadwal minum obatnya. Tadi jam delapan malam. Aku harus segera membangunkannya. Dan menyuruhnya minum obat, batin Raisa. Tangan Raisa kembali memegang tangan Riyan. Tangan Riyan terasa dingin sekali. Raisa juga lihat keringat di sekitar kening Riyan. Sebelum Raisa mengguncankan tubuh Riyan. Untuk membangunkan Riyan. Eh Riyan sudah membuka matanya lagi. Respek Raisa kembali melepaskan tangannya, dari tangan dinginnya Riyan. Searasa de javu. Di hari yang sama adegan nanggung memalukan di lakukan oleh Raisa. Raisa kembali canggung pada Riyan. "Sorry," ucapan yang sama seperti tadi. "Eh, Rai. Gimana persalinanya? Lancar kan? Tadi aku denger tangisan bayi. Kayanya bayinya udah lahir," tanya Riyan penasaran. Sampai tak sadar dengan ucapan maaf dari Raisa. "Alhamdulillah lancar. Aku kira kamu udah pulang duluan. Ini udah jam satu malam loh," sahut Raisa. "Hheheee engga dong. Aku baru kali ini liat pasien yang mau melahirkan. Aku jadi ikut tegang. Harap-harap cemas nunggu hasil persalinanya. Tapi aku seneng bisa bantu. Aku salut sama kamu, Rai. Masih muda tapi uduh bisa bantu persalinan. Padahal kamu baru mahasiswa kedokteran tingkat akhir," puji Riyan. "Bisa aja kamu. Ini itu udah yang ketiga kalinya, aku bantu persalinan," Raisa merasa malu mendapatkan pujian dari Riyan. "Serius kamu? Waaahh salut aku," lagi-lagi Riyan memuji Raisa. Raisa teringat penyakitnya Riyan. Ia harus segera menyuruh Riyan minum obat. "Obat kamu mana?" tanya Raisa. "Untuk apa?" Riyan malah bingung di tanya seperti itu. "Ya untuk di minumlah. Mana?" ulang Raisa. "Aku tinggalin di rumah," jawab Riyan dengan santai. Padahal Raisa sudah tengah panik. Karena Riyan lupa minum obatnya. "Ya ampun. Aku ambilin dulu ya, obatnya. Ini kan jadwal kamu minum obat. Masa kamu lupa." Riyan mengerutkan keningnya. "Kenapa kamu bisa tau?" "Liat kening kamu berkeringat. Tangan kamu juga dingin banget. Kayanya jantung, kamu berdebar kencang juga. Emangnya ga ke rasa sakit?" rempet Raisa khawatir. "Masa sih?" Riyan malah memegang dadanya. Dan benar saja. Detak jantungnya sangat kencang. "Iya bener. Jantug aku detaknya kenceng banget. Tadi emang sedikit sakit sih. Cuma aku bisa menahannya. Sampe tadi ketiduran. Tapi sekarang udah engga sakit kok. Sulap. Kamu ko bisa tau?" rancau Riyan. "Tuh kan bener dugaan aku. Sebentar," Raisa berjalan menuju apotek, untuk mengambil obat jantung yang biasa Riyan minum. Raisa menghiraukan rancauan Riyan. Raisa pasti taulah. Orang dia itu calon dokter. Yang terpenting sekarang, di pikiran Raisa adalah Riyan harus minum obatnya. Riyan baru sadar. Ternyata di depannya ada Adit, Ribka dan Ririn tidur di lantai. Tak lama Raisa datang membawa obat. "Nih, minum," Raisa memberikan obat. "Kalo jantung kamu berdetak kencang kaya gitu. Obat ini harus di selipkan di bawah lidah kamu. Ini namanya obat sublingual," jelas Raisa. "Pait kan? mana airnya?" Raisa menggeleng. "Cepet selipin di bawah lidah. Ga perlu pake air," perintahnya. Riyan langsung menyelipkan obat itu di bawah lidah. "Fungsinya buat apa nih?" "Biar denyut jantung kamu kembali normal. Masa kamu engga tau sih. Ini kan obat yang biasa kamu minum," Raisa terheran. Ternyata Riyan baru tau, cara minum obatnya harus di selipkan di bawah lidah. Riyan juga baru tau fungsinya dari Raisa. "Oh gitu. Bu dokter, aku malah baru baru tau dari kamu. Eh serius kamu ko, bisa tau?"ulang Riyan. Riyan belum puas, kalau pertanyaannya belum di jawab. "Pasien seperti kamu, engga boleh beraktifitas berlebihan. Tadi kamu ikut gotong mba Nikmah sambil panik. Pasti jantung kamu berdebar kencang. Hati-hati loh Riyan jangan remehkan hal kecil. Bisa jadi, itu serangan jantung ringan, Ian," jelas Raisa. "Wiiihhh serem amet. Ya udah makasih yah, Rai. By the way, terua gimana nih nasib teman-teman kamu? Caffe pelangi pasti udah tutup jam segini," masih sempet-sempetnya di saat ini Riyan, memikirkan caffe pelangi. "Ya engga jadilah. Kamu pulang aja. Biar aku bangunin dulu temen-temen akunya. Mereka bisa masuk angin, kalo di biarkan tidur di lantai kaya gini. Mereka juga harus cepat pulang," rempet Raisa. "Kamu pulang bareng aku aja. Biar lebih cepet. Kita searah juga kan? Lagian ini udah terlalu malam. Engga baik perempuan pulang sendiri malem-malem kaya gini," tawar Riyan. "Iya juga sih. Rumah Ribka sama Ririn juga cukup jauh dari sini. Mendingan aku suruh mereka tidur di kostan aku aja. Kalo Adit mah pulang aja. Engga mungkin kan aku biarin dia tidur di kostan aku. Ibu kost bisa marah, kalau sampai tau ada cowok nginep," oceh Raisa. Setelah itu Raisa membangunkan Adit, Ribka dan Ririn. "Ribka, Ririn. Elo berdua nginep di kostan gue aja. Ini udah malem banget buat pulang ke rumah. Kalo kamu, Dit. Pulanh aja, engga mungkin kan kamu ikut nginep di kostan aku," usul Raisa. "Oke, ya udah aku pulang duluan. Ribka sama Ririn nginep aja di kostan Raisa. Biar motor kalian di titipin aja di apotek. Ayo aku anter kalian gantian ke kostan Raisa," dukung Adit setuju dengan usulan Raisa. Iya juga mengkhawatirkan Ribka dan Ririn, kalau harus maksain pulang selarut malam ini. Ribka kan pacarnya dan Ririn kembarannya. Otomatis dia harus menjaganya. "Engga usah, Dit. Kamu pulang aja. Riyan mau anter kita kayanya. Soalnya kita searah. Iya kan Riyan?" tanya Raisa. Tadinya kan Riyan cuma ajak Raisa. Tapi ya sudahlah. Kasian juga mereka. Riyan mengangguk. "Iya, Dit. Kita searah kok. Kamu tenang aja. Aku bawa mobil. Mereka aman sama aku. Kamu pulang duluan aja. Maaf hari ini ga jadi nongkrong di cafe," sesal Riyan. "Ya ampun. Riyan, Riyan. Masih aja mikirn caffe. Makasih banget lo mau ajakin kita-kita. Tadi sebenernya gue bercanda. Eh malah elo anggap serius," ucap Ririn. "Ya, bener. Lagian aku sama Ribka yang jadian. Masa kamu yang teraktir. Kan aneh," ujar Adit. "Kamu itu temen baru kita. Jadi merasa sungkan yah, kalau butuh sesuatu," ucap Ribka merasa tidak enak juga pada Riyan. "Iya, jangan sungkan. Kalo kamu butuh sesuatu. Kalo kita bisa nolong. Akan kita tolongin kok," tambah Raisa. "Padahal engga apa-apa kok. Aku serius mau traktir kalian. Ya udah next time kita nongkrong bareng di caffe pelangi. Siap nanti, kalo aku perlu konsultasi gratis yah. Hehehe " ajak Riyan sambil terkekeh. "Oke," jawab mereka bersamaan. Setelah itu Adit pulang menggunakan motornya. Motor Ribka di titipkan di apotek. Merek lalu pulang bersama, munggunakan mobil Riyan. ******** Ribka, Ririn dan Raisa. Baru saja tiba di kostan. Riyan langsung pamit untuk pulang. Ada kesenangan yang engga bisa di jelaskan dalam hati Riyan. Padahal di kampusnya, Riyan juga punya empat sahabat. Sekarang dia juga punya teman baru. Teman yang tanggung jawab dengan profesinya. Mereka selalu berkelahi dengan waktu. Mementingan yang lebih darurat di bandingkan egonya. Mereka memang profesional. Petugas kesehatan seperti itu yang seharusnya di apresiasi. Riyan senang bisa berteman dengan mereka. Riyan akan lebih tau tentanh obat-obatan dari mereka. Riyan sungguh beruntung karena mempunyai teman dan sahabat, yang selalu ada untuknya. Kostan Raisa. Ribka dan Ririn masuk ke kost Raisa. Tempatnya terlihat sangat bersih dan rapih. Pas banget untuk calon dokter seperti Raisa. Di kostan Raisa ada empat ruangan. Ruangan pertama adalah ruang tamu. Di sana ada kursi-kusi kecil berwarna merah darah. Dan meja yang juga senada dengan kursinya. Raisa memang penyuka warna merah dan pink. Tapi lebih domianan ke warna merah. Di ruang tamu ini ada tv juga yang di pasang berhadapan dengan kursi-kursi mungil itu. Ruangannya yang kedua adalah kamar tidur. Di dalamya ada kasur ukuran nomor tiga. Di pojok kiri ruang tidur Raisa ada sebuah meja belajar. Di sana tertengger laptop, buku-buku dan alat untuk belajar Raisa. Di rak bukunya sangat banyak buku tebal-tebal. Semuanya tentang medis. Baik mengenai obat-obatan, ilmu kefarmasian dan ilmu kedokteran. Semua tertata rapih menurut abjad. Ruang tiga adalah dapur mini. Di sana ada sebuah kompor. Lemari gantung untuk menyimpan makanan. Ada juga westafel untuk cuci piring. Rice cooker, dispenser dan lemari alat makan. Semuanya sangat tertata dengan baik. Sangat bersih seperti pemiliknya. Ruangan terakhir. Yang keempat adalah kamar mandi. Di kamar mandi tak kalah rapihnya. Meskipun kamar mandinya tak begitu luas. Raisa bisa menatanya serapih itu. Bikin orang yang mampir ke kostan Raisa. Betah dan engga mau pulang. "Ini kostan apa hotel? Rapih banget. Biarpun munggil. Tempat ini bersih dan rapih. Selain itu wangi pula, elo emang jago ngerawat rumah, Rai," puji Ririn sambil heboh mengomentari tentang kostannya Raisa. "Lo udah jadi calon istri idaman semua cowok tau. Kalo kaya gini suami lo pasti betah tinggal di rumah. Abis lo tuh rapih banget," Ribka ikut memuji Raisa. Raisa malah malu di puji teman-teman satu kerjaannya. Dia memang sangat suka kebersihan. Makannya semua terlihat bersih dan rapih. Toh bersih juga untuk keaehatan. Kalau kotorkan sarangnya kuman dan bakteri berkembang. Itu juga akan membuat penyakit menepel di tubuh kita. Maka dari itu Raisa memilih bersih. Sesibuk apapun kuliah dan kerjaannya di apotek. Minimal sehari sekali atau dua hari sekali. Raisa membersihkan kostannya. "Bisa aja nih kalian. Sayangnya calonnya belum ada tuh," ceplos Raisa. "Riyan bukannya pacar lo? Gue sering liat loh, akhir-akhir ini lo suka ngobrol sama Riyan di apotek," tebak Ririn. "Riyan? Aku kenal dia aja minggu-minggu ini, Rin. Mana mungkinlah," kilah Raisa. "Kali aja cinta pada pandangan pertama. Biar gue ada temennya. Cintanya sama-sama bersemi di apotek. Hehehe," ujar Ribka sambil terkekeh. "Kok jadi bahas Riyan sih. Dia itu cuma temen aku kok. Lagian mana mau juga dia sama aku," lirih Raisa. "Bodoh banget. Kalo dia sampe engga mau sama lo. Masa depan lo cerah, Rai. Elo itu calon dokter. Di kampus elo selalu jadi juara pertama kan? Lo itu pinter. Belum lagi lo udah pinter cari duit. Lo bisa jadi asisten apoteker sekaligus asisten dokter di klinik. Lo cantik pula. Apa lagi yang kurang?" ini Ribka muji Raisa nih? Bisa-bisa hidung Raisa terbang, karena terlalu banyak di puji. "Ya tapi kan engga mungkin secepat itu juga. Aku sama Riyan kan baru minggu-minggu ini kenalnya. Emang sih dia udah jadi langganan apotek kita hampir tujuh bulan lebih. Tapi kita kan belum kenal betul sama Riyan," Raisa terus saja berdalih. Padahal terlihat dari matanya. Kalau dia senang di sanding-sandingkan dengan Riyan. Riyan keliatannya baik. Dia malah sangat terbuka pada Raisa. Padahal di awal dia ketemu sama Raisa. Riyan keliatan agak cuek. Bahkan sampai lupa ngambil kembalian saat itu. Ternyata kalau sudah kenal. Riyan asik juga. Dia juga sangat bertanggung jawab. Siapa sih yang engga mau mendapatkan pasangan sebaik Riyan? "Elo sendiri kapan jadian sama Adit? Jangan-jangan selama ini kalian curi-curi waktu lagi, buat pacaran di apotek," Raisa mengalihkan pembicaraan. "Eh kok malah jadi ke gue sih. Kan belum selesai bahas Riyannya," Ribka juga tidak mau membahas tentang hubungannya dengan Adit. "Iya kak, dari kapan kakak pacaran sama kak Adit?" tanya Ririn penasaran. Sepertinya dia lebih tertarik hubungan Ribka dan Adit. Dibandingkan Raisa dan Riyan. Pastinya karena hubungan Ribka dan Adit sudah jelas. Status mereka sekarang berpacaran. "Hayo sejak kapan?" Raisa terus mendesak Ribka. "Semenjak kejadian Adit nganterin gue kerumah. Waktu itu gue masih karyawan trening. Lo inget kan, Rai. Pas malem-malem kita satu shift. Bareng Laila juga. Gue maksain kerja, eh malah pingsan. Adit terpaksa harus anterin gue. Dari situ gue makin deket sama Adit. Ga lama jadian deh. Tapi Adit minta buat ngerahasiain hubungan kita. Katanya engga mau apotek jadi heboh aja. Apa lagi, kalo Metta sampe tau. Bisa berabe," cerita Ribka panjang lebar. Akhirnya ia mau menceritakan hubungannya dengan Adit. "Oh jadi semenjak kejadian itu. Gue sempet kaget loh, kok kakak pulang sama kak Adit. Katanya kakak sakit. Ya gue wajar aja, kalo kak Adit yang anter. Eh ternyata di belakannya ada cinta yang mulai bersemi," cerocos Ririn. "Hahaha lucu juga yah. Pantesan aja semenjak kejadian lo pingsan di apotek. Adit suka nanyain lo. Lo tenang aja Rib, gue kenal Adit kok. Dia paling susah buat jatuh cinta. Cowok yang paling sulit di tembus. Dia engga gampang di deketin cewek. Metta juga sempet deketin dia waktu itu. Dia memang senior kami di apotek. Tapi Metta nyerah, karena Adit memang benar-benar cuek sama Metta. Sekarang Metta udah biasa lagi aja sama Adit. Gue yakin, Adit adalah pilihan yang tepat buat lo. Gue yakin, Adit bisa ngebahagiain lo," dukung Raisa. "Gue setuju. Ya udah gue tidur dulu ah. Besok gue shift pagi soalnya," ujar Ririn. "Ya udah lo pada tidur duluan aja yah. Gue mau mandi dulu," pamit Raisa. "Mau mandi jam segini, Rai. Ini jam dua loh!" tanya Ribka. Ririn mah udah kemana. Nempel di bantal langsung tidur. "Iya, gue engga enak. Kalo engga mandi dulu sebelum tidur. Tenang aja, pake air anget kok. Ya udah sana. Elo ikut tidur juga gih sama Ririn," setelah itu. Raisa berjalan menuju kamar mandi, ia bersiap untuk mandi. Pantes aja dia selalu bersih dan wangi. Saat cape kaya gini. Dia masih nyempeti mandi buat bersihin diri. Raisa, elo emang keren, batin Ribka. Selesai mandi, Raisa melihat Ririn dan Ribka yang sudah tertidur. Ia tersenyum mengingat kejadian konyol dan menegangan di hari ini. Setelah mandi bukannya ngantuk. Mata Raisa malah jadi seger. Ia membuka laptopnya untuk curhat. Dear Diary.. Hari ini aku seneng benget. Tadi di apotek aku membantu pasien persalinan dengan selamat. Sampai-sampai mbak Nikmah kasih nama anaknya pake nama aku sama mama. Nama anaknya Arina Andara. Nama yang cantik. Selain itu aku juga nyelametin pasien sakit jantung, dari serangan jantung ringan. Cowok yang biasa nebus obat itu ternyata namanya Riyan. Dia baik juga ternyata. Dia terlihat sangat tanggung jawab. Dia mau bantuin gotong mbak Nikmah sampai ruang persalinan. Belum lagi dia niat banget nunggu hasil persalinanya. Dia juga tampan kaya aktor Fabio. Apaan sih, Rai. Aku kan bru kenal sma dia. Ya Allah semoga cita-cita aku jadi dokter bisa Tercapai. Agar aku bisa lebih membatu banyak orang. Dengan kemampuan yang aku punya. Aamiin. Raisa menutup curhatnya. Raisa langsung lanjut mengerjakan tugasnya. Padahal ini sudah jam dua dini hari. Semua itu tidak mengurungkan semangatnya. Iya tetap mengerjakan tugas kuliahnya. Yang selalu menggunung setiap harinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD