Senyum Hannah mengembang sempurna saat mengingat kondisi Fahmi yang berangsur membaik pasca operasi jantung dua hari lalu. Meskipun masih membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk beberapa hari ke depan tetapi ia sudah terlihat bugar dan sehat.
"Han udah sembuh? Kata Pak Tony loe sakit?" tanya Siska dengan khawatir yang kini tengah berdiri di depan kubikel Hannah.
Siska adalah salah satu rekan sekantor Hannah yang selalu bersikap baik padanya. Hannah memang ramah pada semua orang jadi selama bekerja di perusahaan Setiady Company Hannah tidak pernah memiliki musuh bahkan rekan sesama sekretaris dari para direktur ia bisa menjalin hubungan dengan baik. Karena sifatnya itulah banyak para karyawan yang menyukai Hannah tetapi mereka harus mundur teratur mengingat salah satu peraturan perusahaan yang melarang semua karyawan menjalin hubungan khusus, terlebih lagi Hannah selalu berada di sisi orang nomor satu di perusahaan tersebut. Maka secara otomatis tidak ada satu pun karyawan yang berani mengusik Hannah karena pasti akan berurusan dengan bos besar mereka yang tak segan-segan memecat mereka dengan mudah.
"Alhamdulillah sudah baikan Sis, terima kasih ya," balas Hannah dengan tulus seraya melepaskan blazer lalu meletakkan di sisi kursi.
"Kerja sama si Bos yang sabar ya Han, oya ini buat loe! loe pasti butuh asupan gizi dan vitamin yang banyak, selama loe nggak masuk Big Bos uring-uringan mulu, hampir semua yang ada di sini kena semprot!" terang Siska sembari menyerahkan bingkisan berisi makanan kepada Hannah.
"Makasih banget loh Sis, lagian kenapa kamu repot-repot begini sih!" balas Hannah lalu menatap Siska dalam. Perhatian kecil yang membuat hati Hannah terenyuh seketika. Kembali ucapan syukur ia lafadz kan dalam hati karena ia masih di kelilingi orang-orang yang baik.
"It's ok Hannah cantik!" goda Siska hendak meninggalkan Hannah untuk kembali ke kubikelnya sendiri. Namun, tiba-tiba Nevan terlihat datang bersama Tony, seketika Hannah langsung memberikan kode pada Siska untuk segera memposisikan diri sebelum mendapatkan tatapan laser milik Nevan.
Dengan angkuhnya Nevan melewati Hannah, Siska dan semua karyawan berdiri sembari menundukkan kepala memberi hormat padanya. Di belakang Nevan, Tony tersenyum membalas sapaan dua gadis yang tak diacuhkan sang bos.
Setelah memastikan Nevan memasuki ruangannya Siska langsung berlari kecil menuju kubikelnya sendiri. Hannah menahan tawa melihat tingkah konyol Siska meskipun Hannah sendiri terkadang merasa takut karena sikap dingin Nevan tetapi selama pekerjaan Hannah benar mengapa ia harus takut kepada sesama manusia. Semua makhluk Allah adalah sama, hanya kadar iman yang membedakan mereka semua.
Tanpa Tony sadari senyuman tipis terlukis di bibir Nevan setelah bertemu dengan Hannah. Tony ke luar dari ruangan Nevan setelah urusan mereka selesai lalu melimpahkan semua pekerjaan selama dua hari pada Hannah untuk dikoreksi ulang.
"Kamu cek ulang Han, semua sudah aku kerjakan dan soft file_nya ada di komputerku ," terang Tony dengan santai lalu kembali ke meja kerjanya yang lebih sering kosong. Tugas sebagai asisten pribadi sekaligus bodyguard Nevan membuat Tony tidak bisa disebut karyawan biasa. Jam kerja Tony pun 24 jam dalam sehari. Jadi kapanpun Nevan membutuhkannya ia harus siap. Namun, tak jarang juga Tony membantu pekerjaan Hannah setiap kali Hannah kewalahan ataupun berhalangan datang ke kantor.
Seperti biasa, Nevan membalas sapaan mentari dengan hangat. Seperti hatinya yang menghangat karena suatu rasa asing yang disebut kangen. Ia duduk di kursi kebesarannya lalu membuka layar pipih di hadapannya. Sambil menunggu loading laptopnya menyala Nevan mengecek kembali berkas yang ia pelajari kemarin.
Kedua sudut bibirnya terangkat saat aroma kopi menggelitik indera penciumannya. Ia hirup dalam-dalam menikmati setiap kepulan panas yang dikeluarkan dari kopi racikan sekretarisnya yang sudah dua hari tidak menyambangi kerongkongannya. Ia buka dengan sempurna tutup cangkir kopi yang sebelumnya hanya terbuka sedikit. Sesuai perintah Nevan pada Hannah, di pagi hari ia ingin aroma kopi asli yang menguasai ruangannya. Jadi, setiap datang di pagi hari Hannah langsung menuju pantry menyiapkan kopi panas untuk Nevan terlebih dahulu sebelum menempati meja kerjanya.
Setelah menyeruput beberapa tegukan Nevan melanjutkan pekerjaannya. Satu jam berlalu Nevan tenggelam dalam berkas-berkas yang sejak kemarin ia abaikan. Nevan merasa begitu bersemangat hari ini. Ia sendiri heran mengapa tiba-tiba energi berbeda seakan mendorongnya melakukan semua pekerjaan dengan cepat.
Tak lama suara ketukan pintu menginterupsi kesibukan Nevan. Tanpa mengalihkan perhatian pada layar laptop di hadapannya Nevan menyuruh masuk orang tersebut. Hannah masuk dengan membawa beberapa map berisi laporan tentang perusahaan selama satu bulan sesuai permintaan Nevan. Setiap akhir bulan Nevan akan mengecek semua laporan dari direktur keuangan dan direktur personalia dengan teliti sebelum memasuki bulan berikutnya.
Tiba-tiba aroma vanilla lace khas tubuh Hannah menyapa indera penciuman Nevan yang seketika membuat Nevan menarik nafas dalam lalu menghembuskan perlahan seraya menatap Hannah yang tengah meletakkan berkas tersebut di atas mejanya. Jarak mereka yang dekat membuat konsentrasi Nevan seketika buyar.
"Hannah," panggil Nevan sembari menatap Hannah dengan punggung bersandar pada kursi.
"Iya Pak, apa ada sesuatu yang Pak Nevan butuhkan?" Balas Hannah seraya memberanikan diri menatap Nevan.
Hening.
Dua pasang netra itu bertabrakan tanpa sengaja selama beberapa detik. Jantung Hannah seketika berdebar kencang menerima tatapan tak terbaca Nevan. Hannah segera menundukkan kepala untuk memutuskan kontak tersebut lalu mundur selangkah dari meja kerja Nevan. Nevan seketika berdeham karena suasana tiba-tiba menjadi
aneh dan gerah.
"Besok jangan pakai parfum ini lagi! Saya tidak suka aromanya!" Ucapan Nevan ke luar begitu saja dari jalur tema yang akan ia tanyakan pada Hannah padahal tadi ia ingin menanyakan berkas yang ia serahkan kepada Tony selama Hannah tidak masuk. Sedangkan Hannah mematung dengan bibir terbuka mendengar ucapan absurd Nevan lalu tanpa sadar ia mengangkat kedua ketiaknya bergantian untuk mencium aroma tubuhnya. Memastikan dirinya tidak bau badan. Tentu saja Hannah gengsi dan malu jika itu sampai terjadi, reputasinya sebagai sekertaris CEO perusahaan besar yang harus selalu tampil menarik bisa anjlok seketika.
"Wangi! lagian aku pakai parfum ini kan sudah lama banget kenapa Si Bos baru protes sekarang ya?" gumam hati Hannah dengan ekspresi bingung.
"Bukan bau itu Hannah!" kesal Nevan saat melihat tingkah lucu Hannah yang baru pertama kali ia lihat.
"Baik Pak! Mmmm... insyaallah saya akan segera membeli parfum baru," balas Hannah polos lalu segera menurunkan tangan kirinya yang masih terangkat.
"Sebaiknya kamu ke luar dari ruangan saya sebelum kepala saya sakit," ucap Nevan yang seketika membuat Hannah tertegun karena tidak biasanya Nevan mengomentari penampilan karyawannya. Hannah segera tersadar saat Nevan menatapnya tajam lalu ia segera mematuhi perintah sang bos untuk ke luar dari ruangan tersebut.
"Oya tolong buatkan saya secangkir kopi." Hannah terdiam dengan tangan masih memegang handel pintu. Hannah segera berbalik badan dengan alis bertaut. Setahunya Nevan hanya minum segelas kopi dalam sehari. Bosnya itu sangat menjaga pola hidup sehat dan bersih. Bahkan olahraga fitness dan seni bela diri seperti kick boxing dan muay thai rutin Nevan lakukan minimal 1 kali dalam seminggu. Untuk bagian ini jelas Tony lah yang mengatur schedule Nevan.
"Sudah habis," sambung Nevan saat melihat Hannah yang terpaku pada cangkir kosong di atas meja Nevan.
"Ba ba baik Pak," balas Hannah singkat dengan terbata lalu segera ke luar dari ruangan Nevan dengan membawa cangkir kosong tersebut.
Nevan menatap kepergian Hannah seraya bergumam, "Ternyata kamu lucu juga Hannah!"
Bukannya kembali menekuni pekerjaannya Nevan justru dibuat senyum-senyum sendiri. Ia raih remote kecil dari dalam laci lalu memencet tombol. Perlahan tirai berwarna silver di ruangan Nevan yang selama ini tidak pernah terbuka bergeser perlahan yang menyuarakan bunyi sreeekkk panjang. Nevan menyesuaikan tempat duduk dan arah pandangannya untuk memberi celah sekitar 5 cm pada jendela kaca tersebut.
Celah itu menampakkan kubikel Hannah yang kosong karena si empunya kursi pasti sedang ke pantry untuk mengembalikan cangkir kopi bekas dirinya dan tentu saja membuat secangkir kopi lagi sesuai perintahnya. Dari posisinya ia bisa dengan leluasa menatap wajah cantik Hannah kapan saja ia mau. Tak lama Hannah datang dengan membawa nampan berisi secangkir kopi pesanan Nevan lalu meletakkan di atas meja dengan hati-hati.
Hannah segera pergi sebelum jantungnya kembali bekerja secara abnormal setiap kali menerima tatapan asing Nevan. Sejak malam itu Hannah menjadi lebih pendiam sedangkan Nevan justru bersikap terbalik. Pria itu kini sering memperhatikan Hannah secara diam-diam.
Bertepatan Hannah ke luar dari ruangan Nevan Tony pun datang. Dengan perasaan penuh tanda tanya ia menghentikan langkah Hannah, "Untuk Si Bos?" Hannah mengangguk lalu segera berlalu.
Dan sekarang yang Nevan lakukan justru memperhatikan gerak-gerik Hannah yang tampak serius pada layar komputer di hadapannya. Dari celah kecil itu Nevan bisa dengan jelas melihat berbagai ekspresi Hannah mulai dari serius, cemberut, kesal, dan sesekali tersenyum. Motif atasan flower yang dikenakan Hannah seolah menular ke dalam relung hati Nevan. Kedua sudut bibir Nevan terangkat saat melihat Hannah tengah menggigit ujung pena lalu meniup poni yang menutupi keningnya. Gerakan rambut poni Hannah yang naik-turun berhasil membuat Nevan terkekeh. Sejak dulu gadis itu selalu berpenampilan sederhana, ia biarkan rambutnya yang lurus natural dan hanya menguncir ekor kuda dengan poni menjuntai.
"Hai Nevan ingat dia cuma gadis biasa, nggak selevel sama loe apalagi dia bersedia dengan senang hati menyerahkan tubuhnya hanya demi uang loe! Dia hanya gadis jalang yang mengincar uang loe!" peringat hati Nevan yang seketika melenyapkan senyuman di bibirnya.
Tangan Nevan seketika mengepal kuat lalu dengan kasar meraih remote dan menutup rapat kembali tirai ruangannya.