n****+ Naya

1139 Words
Hanan keluar dari kamarnya. Saat itu, ia melihat Naya sedang duduk melamun di sofa dengan televisi menyala. Hanan tahu Naya tidak sedang melihat televisi, karena pandangannya ke arah bawah. Hanan kembali mengingat kejadian saat mereka berada di swalayan tadi. Sikap Naya memang aneh. Tepatnya pada saat Naya menjelaskan soal pernikahan mereka. Terlihat betul jika Naya sangat menjaga rahasia bahwa Naya sudah menikah dengannya saat ini. Hanan sendiri baru tahu Naya tidak memposting pernikahan mereka di i********: miliknya. Ia menjadi penasaran. Apa mungkin, sekarang Naya merasa tertekan? Takut jika Hanan marah lagi? Sama seperti temannya yang datang ke rumah waktu itu? Apa, jangan-jangan Naya mengalami trauma akibat sikap Hanan? Hanan pernah melihat Naya melamun sebelumnya, saat teman Naya datang waktu itu. Ini yang kedua kalinya. Tadi saat di swalayan juga, Naya masih harus meminta konfirmasi dari Hanan soal penjelasan pernikahan mereka dari penggemarnya. Hanan masih memperhatikan Naya yang tengah merenung. Pandangannya kelihatan sedih. Hanan merasa kasihan melihatnya. Apa lagi, jika Naya sedih karena dirinya. Hanan harus melakukan sesuatu. Ia kemudian mendekati istrinya. "Sedang lihat apa?" tanya Hanan yang sudah sampai di samping Naya. Naya menoleh dengan setengah terkejut. "Aa ... ini ...," Naya menunjuk ke arah televisi dengan terbata. Nampak kalau ia tidak fokus pada acara yang sedang ia tonton. "Reality show ya?" potong Hanan yang langsung duduk di samping Naya. Naya melihat Hanan dengan tatapan heran. Rasanya, baru kali ini Hanan mau duduk berdua dengannya seperti ini. Karena biasanya, setiap malam keduanya hanya berada di dalam kamar mereka masing-masing. "Iya," jawab Naya akhirnya yang kembali fokus pada televisinya. "Aku biasanya juga melihat ini," ujar Hanan. "Waktu itu, aku pernah melihat bintang tamu, seorang penulis n****+. Sama sepertimu," lanjutnya sambil menoleh ke arah Naya. Naya ikut menengokkan kepalanya melihat Hanan. Ia lalu hanya tersenyum dengan setengah menunduk. Hanan memperhatikan istrinya sejenak. "Nay," panggil Hanan tiba-tiba. Membuat Naya mengangkat kepalanya ke arah Hanan. "Kenapa, kamu merahasiakan pernikahan kita pada penggemarmu?" tanya Hanan yang berusaha ke inti pembicaraan ini. Naya masih mengerjap sebentar mendengar pertanyaan Hanan. Ia nampak tercekat. Naya memutar bola matanya ke atas sedang berpikir. "Bukankah, Mas Hanan merasa tidak nyaman?" jawab Naya ragu. Hanan sudah menduganya. "Nay. Maafkan aku soal kemarin. Sekarang, aku sadar kalau pernikahan kita ini sama sekali bukan paksaan siapapun. Kamu, tidak perlu merahasiakannya lagi. Aku, tidak masalah jika kamu mengatakan aku ini adalah suamimu," jelas Hanan lembut. Naya melihat ke arah Hanan sejenak. Hanan pun masih memperhatikan istrinya. Sepertinya, Naya masih bingung dalam waktu sekian detik. Tapi, pada akhirnya Naya menganggukkan kepala dengan tersenyum. Dengan begitu, Hanan sudah merasa lebih lega. Semoga, Naya tidak tertekan lagi. "Oh iya! Ngomong-ngomong, aku masih belum pernah tahu buku yang kamu tulis?" tanya Hanan yang akhirnya berusaha mengalihkan pembicaraan. "Aku tidak menerbitkan buku, Mas," jawab Naya. "n****+ yang aku tulis, semuanya ada di aplikasi digital." "Benarkah?!" seru Hanan. Naya menganggukkan kepalanya. "Hanya ada satu buku cetak dan itu sudah tidak diproduksi lagi. Karena teknologi sekarang serba digital, jadi lebih memudahkan pembaca membaca lewat aplikasi," jelas Naya. Hanan mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti. "Ngomong-ngomong, n****+ yang kamu tulis sekarang, tentang apa?" tanya Hanan yang terus menjalin komunikasi. Sebenarnya, ia hanya ingin menghibur Naya. "Soal kisah cinta biasa, Mas," jawab Naya kelihatan ragu dengan setengah menunduk. "Ceritakanlah padaku!" pinta Hanan mantap. Naya kembali menengok ke arah Hanan dengan tatapan herannya. Ia mengerjap dan masih belum memberi respon apapun. "Ayolah, Nay. Mungkin saja aku tertarik dan ingin membacanya?" Hanan menaikkan kedua alisnya. Naya tersenyum tipis mendengar Hanan. "Tentang perempuan yang bernama Nadia," kata Naya akhirnya memulai menceritakan novelnya. Hanan terdiam mendengarkan. "Perempuan ini, memiliki teman bernama Rega," lanjutnya. "Mereka berdua berteman baik sangat lama. Sayangnya, mendadak Nadia mulai menaruh hati pada Rega. Entah, sejak kapan laki-laki yang menjadi temannya itu, bisa membuat hatinya sakit karena perasaan aneh yang muncul tiba-tiba. Nadia hanya bisa menahannya sangat lama, tanpa bisa memberitahu Rega soal perasaannya," jelas Naya. Hanan berpikir mendengar cerita Naya. Seolah ia merasa ada yang aneh. Hanan lalu bertanya. "Kenapa Nadia tidak memberitahu pada Rega saja?" "Tentu saja, karena Rega tidak menyukainya," jawab Naya. Hanan diam kembali mendengarkan. "Nadia takut kehilangan Rega sebagai teman jika dia jujur soal perasaannya. Jadi, Nadia hanya bisa menahan perasaannya itu. Dia sering menahan sesak sendirian. Sering menangis tanpa siapapun. Tapi, meski sesakit apapun Nadia akan terus menahannya. Karena Rega adalah orang paling berarti baginya," jelas Nadia. Saat menjelaskan alur di dalam novelnya, Naya tidak sadar jika ia berkaca-kaca. Hanan terus menatapnya. Naya mulai menangis. Hanan hanya diam, memberikan kesempatan pada hati Naya yang sedang bersedih. Sekian detik berlalu, Naya tersadar jika ia ada bersama Hanan. Ia menoleh ke arah Hanan cepat, lalu segera menyeka air yang menggenang di sudut matanya cepat. Hanan masih diam melihatnya. "Ah! Maaf, mungkin aku terlalu menghayati imajinasiku saja. Maaf, ya Mas," kata Nadia masih menyeka air matanya. "Jadi, ini cerita sedih?" tanya Hanan. "Aku, masih menulisnya sampai sekarang dan aku masih belum tahu bagaimana ending-nya," jawab Naya yang mengulas senyum getirnya. Naya lalu mengalihkan pembicaraan mereka pada acara televisi yang masih belum selesai. Hanan bisa tahu, Naya sedang memaksakan senyumannya. Membuat suasana sekitar menjadi kelabu. *** "Aku, menyukai mas Hanan sudah lama." "Soal perempuan bernama Nadia yang menyukai teman laki-lakinya bernama Rega." "Aku, tetap ingin menikahi Mas Hanan." "Nadia terus menahan perasaannya. Karena takut kehilangan Rega sebagai teman." Malam itu, Hanan tidak bisa tidur. Entah kenapa ia terus saja memikirkan kalimat Naya yang pernah dikatakannya padanya. Ia teringat pernyataan Naya padanya saat mereka masih dijodohkan. Juga cerita Naya soal n****+ yang ditulisnya. Seperti ada hubungannya. Jika Hanan menebak dan menyangkut pautkannya, bukankah ini soal dirinya? Jadi, Rega yang dimaksud Naya di dalam novelnya itu adalah dirinya? Sedangkan Nadia adalah, Naya sendiri? Hanan merasa bersalah atas apa yang terjadi. Ia menyesal harus mendengar cerita Naya soal novelnya tadi. Meski mereka sudah menikah dan tinggal satu rumah, tapi ia tetap tidak bisa membalas perasaan Naya. Lagi pula, alasan Hanan menikah, selain orang tua, adalah ia merasa depresi karena mantan kekasihnya yang pergi meninggalkannya begitu saja. Bisa dibilang, Hanan menikah karena hanya ingin menutupi lubang di hatinya. "Mas Hanan tidak perlu memikirkan perasaanku. Aku janji tidak akan mengganggu Mas Hanan. Jadi, Mas Hanan tidak perlu khawatir." Lagi-lagi, suara Naya melintas di kepala Hanan. Justru karena Naya berkata seperti itu, bukankah Naya semakin mengganggu Hanan? Karena Naya yang terlalu baik, membuat Hanan seolah menjadi penjahat atas kejahatan yang tidak pernah ia lakukan? Saat menceritakan n****+ Naya tadilah buktinya. Naya terlihat sangat sedih. Seolah-olah, memang itu adalah cerita nyata dari kehidupannya. Apa lagi, saat Naya akan menangis tadi. Hanan hanya tidak menyangka jika Naya sangat menyukainya. Apa yang harus ia perbuat? Ia tidak ingin membuat Naya tertekan. Tapi, ia sendiri tidak bisa membalas perasaan Naya. Hanan sudah berada di atas ranjangnya sejak dua jam yang lalu. Ini sudah hampir tengah malam. Tapi, ia masih belum bisa memejamkan matanya untuk terlelap. Sepertinya, malam ini akan terasa sangat panjang baginya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD