Pelajaran sudah selesai teman-teman Mily mulai berjalan keluar kelas untuk pulang ke rumah masing-masing. Di kelas tinggal Mily, Vita, Fitri, Sari, Nuri, dan Lita. Tak lama Nuri mengajak Lita untuk pulang, diikuti Sari, dan Fitri mau mengikuti Sari dan yang lainnya untuk pulang namun dicegah oleh Vita.
"Fitri, jangan pulang dulu, disini sebentar ngobrol-ngobrol dulu." cegah Vita.
"lha ada apa, Vit? Sari dan yang lainnya sudah pada keluar nanti ketinggalan angkutan." kata Fitri merasa ada keanehan dengan Vita.
"sudah, sini, duduk saja." kata Vita.
Kak Roki pun sudah datang menghampiri Mily mengajak Mily duduk di depan kelas sebelah nya. Kak Roki menagih jawaban dari Mily dan Mily hanya mengangguk menandakan diterimanya kak Roki sebagai pacar Mily. Kak Roki langsung saja menggenggam salah satu tangan Mily dengan kedua tangannya untuk berterima kasih. Sesekali Mily melihat Fitri dan Vita sudah ada di depan kelas. Vita masih setia menunggu Mily, sedangkan Fitri masih berontak ingin segera pulang, tapi tangan Fitri dipegang kuat oleh Vita. Fitri dan Vita pun melihat tangan Mily digenggam oleh kak Roki, sehingga Mily merasa malu dilihat mereka.
Vita memang teman yang setia kawan, saat Fitri menginginkan untuk pulang justru Vita masih setia menunggu Mily. Mily melihat jam yang berada ditangan kirinya sudah 15 menit Mily duduk bersama kak Roki, Mily mengajak kak Roki untuk pulang, karena Mily merasa tidak enak dengan Vita dan Fitri jika terlalu lama menunggunya. Kak Roki menyetujui keputusan Mily untuk pulang, dan Mily meminta ijin untuk pulang bersama teman-temannya.
******
Sebelum Mily menerima kak Roki, Hari sudah lebih dulu menyatakan cinta ke Mily. Saat itu Hari tiba-tiba datang ke rumah Mily.
“Assalamu’alaikum, permisi”
“Wa’alaikum salam” Ucap ayah Mily dan menghampiri Hari.
“Permisi pak, Mily ada?” Tanya hari masih berdiri di depan pintu.
“Ada, temannya Mily ya?”
“Iya Pak” Hari mengangguk.
“Silakan duduk dulu, saya panggilkan Mily.” Ayah Mily sedikit tergesa-gesa.
“Iya, pak. Terima kasih.” Kata Hari.
“Mil, itu ada temanmu di depan.” Ucap ayah Mily.
“Temanku siapa, Yah? Vita?”
“ Bukan, dia laki-laki kok.” Jawab ayah Mily.
“Owh, laki-laki? Iya, ya” ucap Mily.
“Sana ditemui dan buatkan minum.” Ucap ayah Mily.
“Iya iya.. “
Mily berjalan menuju ruang tamu membawa air minum di atas nampan dengan hati-hati. Kemudian Mily meletakkannya di atas meja tamu.
“Eh, Hari. Sudah dari tadi? Kok sendiri? Gak ajak Lutfi?”
“baru saja kok Mil. Lutfi sedang di rumahnya Fitri, jadi aku kesini sendiri.” Ucap Hari.
“owh, mending tadi Fitri dan Lutfi diajak kesini sekalian biar rame” Mily bersemangat.
“Tadi aku sudah sempat mengajak mereka kesini tapi mereka gak mau” kata Hari.
“Eh, ini minumnya diminum dulu”
“Iya, terima kasih”. Hari mengambil gelas yg ada di depannya dan meminumnya.
“Mil, Ayah pergi dulu ya. Mau ke Kudus. Silakan dilanjutkan ngobrolnya, mas.” Ayah Mily berpamitan dengan Mily dan juga teman Mily. Mily dan Hari salim dengan ayah Mily.
“iya Pak, hati-hati, Pak.” Kata Hari.
Setelah Ayah Mily mulai melajukan motor bebeknya, Hari melanjutkan pembicaraannya.
“Mil, aku mau ngomong sama kamu.”
“Lhah dari tadi kan sudah ngomong..”
“iya, ini ngomong hal lain maksudnya.”
“owh, memangnya mau ngomong apa?” hati Mily mulai gak enak. Kalau laki-laki sudah berbicara begini sepertinya tanda-tanda dia mau 'nembak'
“langsung saja ya. Mil, kamu mau gak jadi pacarku?”
“apa? Pacar?”
“aku tau Mil, ini begitu mendadak karena rasanya baru kemarin kita bertemu, tapi aku harap kamu mau jadi pacarku. Jujur saja, aku tertarik saat pertama kali melihat mu.” Ucap Hari dengan nada rendah dan sedikit serak.
“hmm.. Apa aku harus jawab sekarang?”
“iya sekarang tidak apa-apa, lebih cepat lebih baik.” Ucap Hari. Sementara Mily diam dan berpikir, bingung harus bagaimana, apakah akan menerima Hari atau menolak Hari.
Begitu lama Mily berdiam diri, Hari pun juga melakukan hal yang sama. Hari dan Mily saling menunggu, Hari menunggu jawaban dari Mily, sedangkan Mily masih berpikir memberi jawaban yang bagaimana. 10 menit berlalu, Hari dan Mily masih berdiam diri. Sesekali Hari menatap wajah Mily dengan penuh kegelisahan yang tersembunyi.
“E-eh, Hari, maaf aku mau ke belakang sebentar ya” Mily berjalan menuju ke dalam kamar, dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. “aku harus bagaimana ini..? Apakah aku harus menerima Hari? Tapi aku benar-benar gak tertarik padanya. Kalau aku menolak Hari, pasti dia akan patah hati.”
“Maaf ya sudah membuatmu lama menunggu.” Kata Mily.
“Iya, tidak apa-apa” jawab Hari datar namun terlihat jelas kegelisahannya karena menunggu jawaban dari Mily.
“Apa kamu masih menunggu jawabanku, Hari?” tanya Mily.
“iya, aku masih menunggu” jawab Hari.
“Kalau begitu aku akan menjawabnya sekarang” kata Mily, Hari menunduk dan kedua tangannya masih diselipkan dan diapit oleh kedua pahanya.
“E-ehm.. Akuu, aku minta maaf Hari, aku lebih suka kalau kita berteman saja.” Mily gugup tapi tetap menjawab pertanyaan Hari dengan tenang.
“baiklah, aku mengerti.” Hari kecewa dengan jawaban Mily, tapi Hari berusaha mengerti.
“aku minta maaf ya, Hari”
“iya, tidak apa-apa, kalau begitu aku pamit.” Terlihat jelas kekecewaan Hari. Hari patah hati telah ditolak oleh Mily.
“Kenapa terburu-buru?” Mily merasa bersalah melihat sikap Hari seperti itu, tapi Mily tidak akan mengubah keputusannya.
“tidak apa-apa, aku sudah tidak ada urusan lagi di sini” Ucap Hari sambil menyalakan motornya, dan langsung pergi dengan laju yang sangat cepat. Jelas itu adalah bentuk kekecewaan, patah hati seorang laki-laki terhadap perempuan. Sejak penolakan dari Mily, Hari tidak pernah menghubungi Mily.
******
Keesokan harinya setelah Mily dan kak Roki bersama di sekolah. Tiba-tiba Hari menghubungi Mily. Hari mendengar kabar dari Fitri bahwa Mily telah berpacaran dengan kakak kelas dan berpegangan tangan.
“Eh, Mil, kenapa tidak adil?” ucap Hari dengan kesal juga kecewa.
“maksud kamu apa, Hari?” tanya Mily yang memang tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Hari.
“jangan pura-pura tidak tahu, Mily. Aku tahu semuanya, Mily.” Ucap Hari yang masih kesal terhadap Mily.
“Aku tidak mengerti apa yang kamu maksud, Hari. Kenapa kamu tiba-tiba menghubungi aku dan marah-marah sama aku?” Mily takut, hatinya berdebar-debar, karena belum pernah menghadapi laki-laki yang marah seperti itu. Namun Mily berusaha untuk tenang.
“kamu tidak adil kepada ku, Mily. Kenapa kamu beberapa hari kemarin menolak ku dan sekarang malah berpacaran dengan laki-laki lain? Berpegangan tangan lagi!” ucap Hari dengan tegas.
Mily diam sejenak. “kenapa Hari bisa tau? Oh iya, Fitri. Dia pasti dikasih tau oleh Fitri, kemarin Fitri sempat memperhatikan aku dan kak Roki.” Batin Mily.
“Kamu dikasih tau Fitri, ya?” Mily menduga Fitri yang memberi tahu Hari, karena Fitri yang kenal akrab dengan Hari.
“tidak penting aku dikasih tahu siapa. Kenapa kamu kemarin menolak aku dan sekarang berpacaran dengan laki-laki lain? Itu tidak adil, Mil! Aku yang lebih dulu 'nembak' kamu!”
“jangan sok tau, Hari! aku berpacaran dengan siapa juga tidak ada hubungannya dengan kamu, Hari.” ucap Mily.
“kata siapa aku tidak ada hubungannya, jelas-jelas kamu bersikap tidak adil kepadaku!”
“itu bukan urusanmu, Hari. Terserah aku mau berpacaran dengan siapa. Bukan urusanmu. aku minta maaf, Hari.” Sambung Mily. Walaupun bukan salah Mily, tapi Mily tetap minta maaf karena sudah membuat Hari merasa tidak adil.
“Mil, aku butuh penjelasan mu, Mil! tolong beri aku kesempatan Mil.” Ucap Hari.
“tidak ada yang perlu dijelaskan, Har. Dan..memberimu kesempatan itu gak mungkin, Har. Karena aku baru saja bersamanya. Jadi kita tetap berteman saja, ya.”
Hari tidak berkata apa pun, dan menutup teleponnya begitu saja. Hari merasa Mily tidak adil terhadap Hari. Dan Hari sebenarnya masih menginginkan Mily.