Bab 41

1936 Words
Pada akhirnya hari demi hari telah berlalu dan Laura masih setia menunggu Dave yang tidak kunjung pulang sejak hari itu. Hampir seminggu lamanya dirinya menanti kepulangan anak dan suaminya tersebut. Raut wajah Laura sudah terlihat seperti dirinya telah kehilangan semangat untuk hidup. Satu-satunya hal yang membuat dirinya bertahan adalah harapan yang sekecil biji jagung, yang berusaha dipeluknya untuk menunggu kepulangan kedua pria yang paling dicintainya itu.   Hellen sendiri menjadi murung dan pendiam sejak hari itu. Tidak ada yang bisa dilakukan mereka berdua selain hanya menunggu tanpa harus berharap lebih, terutama untuk Laura sendiri. Hellen harus menjalani hari-harinya di sekolah seperti biasa. Sedangkan Laura akhirnya memilih untuk mengambil cuti kerja untuk sementara waktu karena dirinya tidak bisa melakukan pekerjaan dengan benar sejak saat itu.   Banyak kesalahan yang telah dilakukannya di tempat kerja sehingga membuat banyak orang kerepotan karenanya. Bahkan di rumah pun Laura juga tidak henti melakukan kesalahan yang sama baik besar maupun kecil. Seperti tidak jarang memecahkan piring atau pun gelas dan barang pecah belah lainnya. Sering kali Laura akan kehilangan pikiran untuk beberapa saat karena terlalu merindukan kedua pria tercintanya itu.   Semua orang yang mengetahui cerita tersebut menjadi kasihan padanya, terutama untuk keluarga Hellen sendiri. Keluarga Hellen, terutama Hellen sendiri berusaha untuk menemani Laura sesering mungkin dan menghibur wanita itu. Mereka begitu mencemaskan keadaan Laura yang nampak menyedihkan saat ini.   Hellen sendiri sebenarnya juga masih bersedih dan kehilangan. Sejak kepergian Danny, Hellen mulai mengingat kembali kenangan di antara mereka berdua. Hellen tidak jarang tersenyum miris menyadari bahwa dirinya begitu dekat dengan pria itu sehingga rasanya tiap hari dirinya mengingat, dirinya selalu melakukan hal yang sama bersama Danny seakan hal itu adalah rutinitas mereka berdua sejak awal. Tiap kali Hellen melihat ke jendela kamarnya, wajah Danny yang terlihat di jendela seberang langsung tergambar dengan jelas dalam ingatan Hellen. Hal itu membuat Hellen semakin merasa bersedih.   Peristiwa yang terjadi pada Danny dan dirinya malam itu langsung tersebar begitu cepat di sekitar kota dari mulut ke mulut. Terlebih dengan absennya Danny dalam waktu lama di sekolah membuat kabar burung itu semakin meyakinkan. Kini semua orang di kota mulai bersikap waspada pada daerah sekitar mereka, karena mungkin saja tiba-tiba monster itu menyerang tempat mereka.   Paniknya warga saat ini membuat pihak kepolisian cukup kerepotan karena banyaknya permintaan untuk penjagaan di tempat mereka. Akhirnya dengan terpaksa, mau tidak mau pihak kepolisian membuka kasus tersebut secara terbuka, sehingga para warga bisa mengikuti perkembangannya. Karena sesuatu yang dirahasiakan lama-lama hanya akan mengundang banyak pertanyaan dan rasa penasaran yang tidak bertanggung jawab.   Kini para warga mulai percaya akan penyerangan mengenai kasus monster tersebut. Pihak polisi menyarankan untuk para warga tidak berjalan dan keluar sendirian terlebih ketika di malam hari. Karena hal itu bisa berbahaya dan mengundang monster tersebut datang. dengan patuh warga kota mengikuti instruksi tersebut.   Musim dingin masih berlanjut seperti biasanya bagi semua orang. Tapi tidak bagi Laura dan Hellen lagi. Laura yang telah kehilangan anak dan suaminya, sedangkan Hellen telah kehilangan seorang sahabat yang berarti dalam hidupnya. Jangan lupakan rasa penyesalan yang begitu dalam, yang selalu melanda hati dan pikiran mereka berdua karena telah melepaskan orang yang penting dalam hidup mereka.   Meski merasa begitu berat di awal, namun Laura mulai belajar membiasakan diri untuk makan sendiri di meja makan. Dukungan dari keluarga Hellen yang sering kali mengunjungi dan menemani dirinya cukup membantu Laura mengurangi rasa sepi. Wanita itu mulai berusaha bangkit perlahan demi perlahan dari keterpurukannya. Laura sesekali akan menerima job yang hanya perlu dikerjakan dari rumah saja. Untuk saat ini, hal itu adalah pilihan yang sempurna untuknya.   Hari ini Hellen berada di dalam kamarnya seperti biasa. Gadis itu hanya tidak melakukan apa pun selain merebahkan diri saja, mengenang kembali kebersamaannya dengan Danny. Wajah menangis Danny malam itu masih terekam jelas di mata Hellen hingga membuat gadis itu sering kali bermimpi buruk.   Berat tubuhnya kini sudah berkurang cukup banyak sama seperti Laura. Namun di depan Laura, Hellen berusaha untuk bersikap baik-baik saja karena dirinya tidak ingin semakin membuat wanita itu merasa terbebani dan bersedih karena kondisinya. Laura sudah menyuruhnya melupakan semua kejadian malam itu, dan berharap untuk Hellen bisa hidup normal seperti biasanya tanpa merasa bersalah kepada Danny.   Namun Hellen tidak akan bisa melakukan hal itu. Bagaimanapun besarnya Hellen mencoba melupakan kejadian malam itu, Hellen selalu terbayang-bayang akan wajah Danny baik di alam sadar, atau pun dalam mimpi sekalipun. Danny seakan tidak mengijinkan Hellen untuk terlepas dari bayang-bayang gelap itu. Dan Hellen hanya menerima saja hal itu.   Ketika gadis itu tengah fokus akan alam pikirnya di atas ranjang, pintu kamarnya tiba-tiba dibuka dari luar. Hellen mengerjapkan kedua matanya sejenak sebelum kemudian membalikkan diri untuk menoleh siapa yang masuk ke dalam kamarnya.   “Mom?” sapa Hellen dengan pelan. Nyonya John berdiri di depan pintu menatapnya dengan senyum lembut.   “Hellen sayang, ada yang ingin bertemu denganmu di luar,” ucap nyonya John. Hellen mengerutkan keningnya dengan wajah heran sekaligus bingung. Siapa gerangan yang ingin menemuinya di hari dingin seperti ini? Pikir Hellen bertanya-tanya.   “Siapa Mom?” tanya Hellen pada akhirnya.   “Kau bisa menemuinya sendiri, Sayang.”   Akhirnya Hellen menurut untuk turun dari ranjangnya dan bersiap untuk menemui orang tersebut. Hellen bersama nyonya John turun bersama untuk menemui tamu tersebut. Hingga Hellen berada di pertengahan tangga, gadis itu akhirnya melihat wajah Janson yang langsung tersenyum lebar ketika melihatnya.   Pria tampan itu langsung bangkit berdiri seakan ingin menyambut kedatangannya. Hellen terhenti di tempat menatap pria itu. Dari semua orang, Hellen berharap tidak bertemu dengan Jason di saat-saat seperti ini. Pria itu hanya semakin mengingatkan Hellen tentang bagaimana jahatnya dia memperlakukan Danny selama ini. Meski Hellen sendiri tahu bahwa semua itu dilakukan Jason karena dia merasa cemburu pada Danny yang selalu bersama dengan dirinya. Hellen menghela napas dengan lelah.   Kini mereka berdua mengambil tempat duduk di meja yang sedikit tersembunyi dari bagian luar dalam sebuah kafe. Nyonya John menyuruh Hellen untuk ikut bersama dengan Jason keluar. Hellen sendiri thu bahwa nyonya John menyuruhnya menerima ajakan Jason karena nyonya John merasa kasihan melihat dirinya saat ini. Nyonya John berharap Jason bisa memperbaiki suasana hati Hellen.   Namun sepertinya bukannya membaik, justru Hellen merasa semakin buruk. Sejak mereka tiba di tempat, tidak ada percakapan yang berarti di antara mereka berdua. Yang ada hanyalah Jason yang sibuk berceloteh ke sana ke mari mengenai hal-hal bodoh dan kesehariannya bermain bersama dengan teman-temannya.   Hellen merasa jenuh dengan sangat. Bahkan minuman yang dengan tanpa minat dipesannya sedari tadi sama sekali tidak terjamah. Gadis itu hanya menatap ke luar jendela untuk melihat orang-orang di luar yang berlalu lalang di antara hujan salju yang jatuh menyelimuti kota. Bukannya tidak menyadari kondisi Hellen yang nampak jelas bosan di depannya, tapi Jason hanya berusaha untuk menghibur Hellen.   Pria itu mengetahui bagaimana buruknya kondisi mental Hellen setelah mengalami kejadian yang mengerikan seperti itu. Namun tetap saja Jason lebih menyalahkan Danny yang telah membuat Hellen menjadi boneka hidup seperti ini. Jika Hellen tidak pergi bersama dengan Danny, maka tidak akan ada kejadian seperti itu bukan? Itu adalah pikiran Jason saat ini.   “Hellen,” panggil Jason dengan lembut sembari meraih satu tangan Hellen yang berada di atas meja. Pria itu berusaha menarik atensi Hellen dari pemandangan di luar sana. Dan hal itu berhasil. Hellen dengan wajah datarnya menatap ke arah Hellen. Melihat itu Jason tersenyum kecil.   “Aku tahu bahwa kau masih tertekan akan kejadian di malam itu Hellen. Tapi bukan berarti kau akan tetap berada di tempat yang sama seperti ini. Kau terlihat menyedihkan dan kau jelas membuat kedua orang tuamu sangat khawatir Hellen. Lihatlah dirimu saat ini. Kau pucat, kurus, dan terlihat seperti boneka hidup.” Hellen menatap pria itu dengan lurus sembari mendengarkan ucapannya.   “Cobalah untuk mulai melangkah ke depan. Ingatlah bahwa bukan hanya kau saja yang bersedih. Tapi orang di sekitarmu juga ikut bersedih akan kondisimu yang sekarang Hellen. Kedua orang tuamu merindukan Hellen yang dulu, yang manis dan ceria. Begitu juga dengan aku.” bujuk Jason dengan tulus.   Ucapan Jason rasanya berhasil menusuk relung hati Hellen hingga membuat gadis itu menundukkan pandangannya. Hellen tahu bahwa dirinya telah membuat banyak orang menjadi cemas, tapi ini juga terasa begitu berat untuk Hellen melupakan hari itu.   “Ini sangat sulit Jason. Kau tahu, dia adalah salah satu orang yang berharga untukku. Danny telah mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkanku. Bagaimana bisa aku melupakan semua itu Jason?” balas Hellen. Tanpa bisa dicegah air mata gadis itu kembali meluncur membasahi kedua pipinya, dan Jason melihat dengan jelas butiran air mata Hellen. Pria tampan itu bergerak mengulurkan tangan dan mengusap bekas aliran air mata Hellen dengan lembut.   “Aku tidak menyuruhmu untuk melupakan Danny Hellen. Well, meski sebenarnya itu memanglah yang kumau,” ucap Jason yang langsung mendapat tatapan tajam dari Hellen. Pria itu langsung melempar cengiran kudanya dan mengucap maaf tanpa kata pada Hellen, sebelum kembali melanjutkan ucapannya lagi.   “Aku hanya menyuruhmu untuk tetap melangkah ke depan. Kau tidak harus mengurung diri di dalam kamar sepanjang hari dan meratapi nasib. Kau harus mencoba untuk lebih berpikir positif dan menikmati hidup Hellen. Setidaknya jika itu memang berat untukmu, maka lakukan semua itu untuk nyonya dan tuan John, yang adalah kedua orang tuamu.” Jason menatap dengan lekat kedua mata Hellen yang kini menatap lurus ke arahnya. Sangat jarang pria itu mengatakan sesuatu yang terdengar bijak seperti saat ini, dan itu cukup membuat Hellen merasa kagum.   “Jangan membuat mereka semakin bersedih karena keterpurukanmu ini Hellen. Aku yakin Danny menyelamatkanmu juga tidak untuk membuatmu menjadi seperti ini.”   Hellen menyadari bahwa ucapan Jason memang benar adanya. Danny juga tidak mungkin akan senang melihatnya seperti ini, benar bukan? Pikir Hellen dalam hati. Gadis itu mulai melempar senyum tipis mengiyakan ucapan Jason.   “Terima kasih, Jason,” ucap Hellen dengan tulus. Seketika sudut bibir Jason terangkat ke atas, menunjukkan senyum lebarnya untuk Hellen.   “Mulailah dengan meminum minumanmu itu. Kau perlu mengisi lemak pada tubuhmu yang telah menghilang banyak. Aku terkejut melihat kondisimu yang seperti kerangka berjalan ini.”   “Jangan mulai meledekku, Jason,” balas Hellen sambil memutar kedua bola matanya dengan malas. Meski begitu Hellen menurut untuk meraih minumannya dan menenggaknya. Setelah itu mereka berdua mulai terlihat lebih santai dari sebelumnya. Hellen nampak memberikan respon positif pada acara yang bisa dianggap kencan mereka hari ini, dan Jason sangat puas akan hal itu.   Berbeda dengan Hellen yang kini tengah menghabiskan waktunya bersama dengan Jason di luar sana, Laura masih seperti biasa, duduk diam di atas sofa dan memerhatikan acara berita di Tv. Berharap ada satu berita yang menunjukkan tanda-tanda keberadaan Danny dan Dave di sana. Hingga tidak lama kemudian suara bel pintu dinyalakan.   Laura menoleh ke arah pintu seketika. Ada harapan dalam hati wanita itu yang menginginkan sosok kedua prianya berdiri di depan pintu saat ini, namun juga dirinya tidak ingin terlalu berharap akan apa yang akan ditemuinya setelah membuka pintu tersebut. Laura mulai bangkit berdiri dan melangkah dengan mantap menuju pintu rumah.   Hari sudah menjelang malam, dan keadaan di luar sudah terlihat cukup sepi. Laura berhenti sejenak di depan pintu dan menatapnya lurus. Wanita itu menarik napas dalam dan menghembuskannya dengan pelan untuk menguatkan hatinya terlebih dahulu.   Jauh dalam lubuk hati Laura, wanita itu tahu bahwa dirinya akan mendapatkan kekecewaan yang besar untuk kesekian kal setelah membuka pintu ini. Karena itu dirinya perlu bersiap terlebih dahulu sebelum mendapatkan pukulan yang sama. Barulah Laura mulai membuka pintu itu dengan lebar.   Seorang pria berdiri dengan wajah sendu, langsung bertatapan dengan kedua mata Laura. Napas wanita itu langsung tertahan melihat siapa yang datang, sebelum kemudian meneteskan air mata dengan begitu deras. Laura langsung menangis terisak di depan pria itu.   “Hiks hiks kau selamat huh?” tanya Laura sekaligus memastikan sekali lagi bahwa dirinya tidak salah melihat, di sela isak tangisnya. Laura berharap bahwa semua ini bukanlah sebuah mimpi belaka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD