Bab 1
Apa kau percaya sebuah keajaiban? Apa kau percaya mengenai keberadaan pahlawan super? Jika kau menanyakan hal itu kepadaku, maka aku akan menjawab dengan jelas dan lantang. Ya! Aku percaya! Aku percaya bahwa seorang pahlawan super memang ada di dunia ini.
Mereka hanya saja berbaur dengan kelompok masyarakat secara diam-diam, dan bahkan mungkin saja mereka ada di sekitar kita tanpa ada yang tahu mengenai rahasia mereka. Sama seperti kehidupan mereka yang diceritakan dalam film-film super hero yang selama ini aku tonton.
Mereka selalu berbaur dengan baik di antara lautan manusia-manusia biasa. Dan lalu muncul di saat yang tepat, ketika orang-orang membutuhkan kehadiran mereka. Bagiku, itu semua merupakan hal terkeren yang pernah ada.
Mereka dengan gagah berani melawan banyak musuh yang menyerang. Mereka dengan gagah berani mempertaruhkan nyawa untuk membela kebenaran, dan dengan lantang dan percaya diri menghadapi siapa pun lawan yang menghadang.
Aku mengagumi mereka, pahlawan-pahlawan super itu. Aku berharap bisa menjadi salah satu dari mereka. Bermimpi ketika suatu hari aku bisa berdiri gagah di atas bangunan tertinggi di dunia. Memandang hamparan keramaian manusia dan memandang dengan penuh bangga kota yang telah kulindungi dengan segala kekuatan dan keberanianku sendiri.
Aku berdiri dengan penuh percaya diri memakai baju kebanggaan dengan sebuah topeng yang menutupi wajah dan identitas asliku. Memakai logo dari nama kebanggaanku yang telah terpatri dalam hati semua orang. Jangan lupakan jubah seperti superhero dalam film yang berkibar-kibar di balik punggung tegapku.
Dan ketika aku mendapat sinyal bahaya, maka tanpa ragu aku akan melompat ari atap gedung tertinggi di kota, dan terbang menuju bahaya yang terjadi, untuk menolong banyak orang. Semua orang akan mengharapkan kedatanganku, dan mengelu-elukan namaku. Bukankah itu adalah suatu hal yang luar biasa? Itu sangat keren, keren dan keren.
Aku berharap bisa memiliki setitik keberanian dari mereka dalam menghadapi musuh, dan berbagai macam monster yang muncul. Tidak. Setidaknya aku ingin mendapatkan setitik keberanian dari mereka untuk meninju hidung tinggi milik Jason, teman sekolahku yang begitu baik ini. Pria bertubuh tinggi dan kekar yang kini tengah sibuk menertawai kebodohanku bersama rekan-rekan bodohnya yang lain.
Setidaknya bisa membuat hidung tinggi itu patah dan mengeluarkan darah segar dari sana, sudah cukup bagiku. Itu merupakan impian terbesarku untuk saat ini.
Namaku Danny Rayyan Peter. Apa kalian mengingat namaku dengan sesuatu yang familiar? Seperti Peter Parker misalnya? Anggap saja seperti itu. Aku cukup senang dengan nama belakangku. Peter. Terdengar seperti nama pahlawan super bukan?
Aku merupakan seorang pelajar berumur 17 tahun. Aku merupakan pria pendiam dan berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Bahkan aku juga memakai kaca mata minus yang semakin membuat penampilanku terlihat seperti pria nude. Yah, begitulah mereka semua memanggilku.
Dan yang paling senang memanggilku dengan sebutan sialan itu adalah pria bernama Jason di depanku ini. Dia dan teman-teman gank-nya selalu berhasil membuat hari-hariku berantakan. Berantakan dengan cara yang memuakkan seperti sampah. Bukan sesuatu yang bisa membuat hari-harimu berdebar menyenangkan.
Aku tidak tahu kenapa dia selalu senang mengerjaiku. Tiap aku bertemu dengannya, entah kenapa aku selalu menjadi sial. Seperti saat ini. Yang kulakukan hanya berjalan lurus dan menjauh darinya. Kantin nampak begitu ramai oleh banyak murid, sehingga aku harus mencari tempat kosong untukku makan siang ini.
Namun ketika aku melewati kumpulan para sampah itu, aku terjatuh dengan tidak elitnya. Siapa lagi jika bukan ulah Jason. Pria yang menurut para betina di sekolahku memiliki sejuta pesona, sang Pangeran sekolah. Entah kenapa para betina itu sangat menyukainya.
Terkadang aku merasa yakin bahwa mataku tidak rabun. Yang sebenarnya buta adalah para betina itu, sehingga tidak melihat sampah yang sebenarnya. Bagaimana tidak? Coba lihatlah dia. Yang dia lakukan hanya haha hihi di sekitar, bersama dengan gangnya.
Menjahili banyak siswa culun yang berpenampilan kurang lebih sepertiku. Membuat onar di sana sini. Satu-satunya hal yang paling membuatku iri adalah kekuatan keluarganya. Jason merupakan salah satu anak dari keluarga terpandang.
Sehingga apa pun yang dilakukannya entah salah atau benar, semua akan dipandang benar. Entah bagaimana caranya keluarga Jason menutupi semua ulah nakal anak mereka, yang jelas aku merasa iri dengan keberuntungannya itu. Terlahir dalam keluarga terpandang seperti Jason merupakan nilai plus plus bagi semua orang.
“Hahaha hei apa yang kau lakukan, Man?! Kau rabun atau buta? Apa mata empatmu itu masih tidak bisa membantumu melihat ke sekitar huh?!” kata Jason. Seperti biasanya. Pria itu akan meledekku dan menertawaiku dengan kencang. Bersama dengan kelompoknya tentu saja.
Aku menghembuskan napas lelah. Untuk ke sekian kalinya Jason membuatku menjadi bahwa tertawaan banyak orang di kantin itu. Aku tidak akan membalas ucapannya karena semua itu percuma. Aku pernah melaporkannya pada pihak sekolah, dan apa yang kudapat?
Dia lolos begitu saja, dengan uang keluarganya tentu saja. Dengan kesal aku membersihkan kare yang jatuh mengotori rambut dan bajuku. Aku bisa mendengar dengan jelas bisik-bisik di sekitar yang mencemooh dan menertawakanku.
Tidak ada yang mau, dan berani membantuku. Mereka semua lebih memihak pangeran sekolah dibanding pangeran kodok sepertiku. Tentu saja akan begitu. Ah, kecuali satu orang. Yang tentu saja dia akan selalu menjadi teman terbaikku. Hellen.
“Danny, apa yang kau lakukan di sana?” tanya Hellen dengan wajah heran. Gadis itu sepertinya baru memasuki kantin bersama teman-temannya, dan lalu melihatku yang sudah seperti babu, duduk di lantai kantin dengan penampilan kotor seperti saat ini. Menyedihkan sekali.
Aku bisa melihat Hellen yang lalu datang mendekatiku. Gadis itu tidak memedulikan pandangan orang-orang yang menatap bosan kepadanya, termasuk dengan Jason dan teman-temannya. Ya, Hellen selalu datang untuk membantuku sehingga mereka semua memberikan julukan pahlawan kesiangan untuk Hellen.
Aku tahu Hellen tidak memedulikan itu semua, namun tetap saja. Aku khawatir jika dia nanti akan mendapatkan sasaran ulah nakal dari mereka semua, terutama oleh Jason.
“Menikmati dinginnya lantai kantin, seperti yang kau lihat tentunya,” balasku dengan asal. Aku menerima sapu tangan yang baru saja disodorkan Hellen, dan lalu mengelap rambut dan bajuku dengan itu. Aku mengernyit jijik ketika melihat betapa kotornya bajuku saat ini.
“Euh aku perlu membersihkan diri setelah ini,” keluhku lagi. Tanganku mengibaskan baju yang kukenakan agar tidak menempel ke kulit tubuhku. Badanku penuh dengan bau kari. Sementara Hellen mendengus kesal. Gadis itu menoleh ke sekitar dan melihat Jason tengah tertawa mengejekku bersama teman-temannya.
“Pasti ulah dia lagi kan?!” tuduh Hellen. Gadis itu berdiri dan lalu mendekati Jason.
“He—hei, mau apa kau?!” Buru-buru aku ikut bangkit berdiri hendak menahan teman kecilku itu. Aku melihat Jason yang kini terlihat semakin senang dan seolah sengaja menunggu kedatangan Hellen yang akan melempar protes kepadanya seperti biasa.
“Hellen, sudahlah. Ayo kita pergi saja dari sini!” bujukku. Aku mencoba menarik lengan kurus gadis itu, namun Hellen tetap dalam pendiriannya. Hellen nampak terlihat kesal dengan apa yang telah dilakukan Jason padaku saat ini. Diam-diam aku merasa bersyukur dan bangga memiliki teman kecil yang selalu mendukung dan membantuku sepert Hellen.
“Sebentar Danny! Aku perlu memberi pelajaran pada pria manja ini, kau tahu?!”
“Hei siapa yang kau panggil pria manja itu? Teman kecilmu itu huh?” balas Jason melempar ledekannya ke arahku. Sontak anak-anak di sekitar menertawakanku kembali.
“Apa kau tidak tahu diri? Yang kumaksud itu kau! Kenapa kau suka sekali mengganggu Danny? Apa kau menyukainya huh?!” balas Hellen dengan nada sarkasnya seperti biasa jika berhadapan dengan Jason.
Pfft! Terdengar suara tawa tertahan karena ucapan Hellen. Aku sendiri langsung menatap horor ke arahnya. Omong kosong apa itu yang telah dikatakannya? Menjijikkan!
“Apa?! Apa kau gila?! Masih banyak wanita cantik yang bisa kumasuki, kenapa aku harus memilih pria culun seperti dia huh?”
“Kalau begitu berhentilah mengganggunya lagi. Kau membuatku iritasi dengan ulah sampahmu itu, kau tahu?! Jadilah pria yang berguna walau hanya sesekali, Ja-son!” sahut Hellen dengan sengit. Aku menangkap wajah Jason yang nampak menahan amarahnya karena perkataan Hellen.
Setelah mengatakan hal itu, Hellen membalikkan tubuhnya dan menyeretku pergi dari kantin itu. Sekilas kulihat banyak mata yang memandang kami dengan wajah melongo tidak percaya. Tidak setiap hari mereka bisa melihat anak yang berani melawan Jason. Karena itu, mungkin kejadian ini dinilai cukup menarik untuk mereka semua.
“Hey Jason, apa kau akan membiarkannya saja huh?!”
Terdengar suara teman-teman Jason yang menyuruh pria itu untuk melakukan sesuatu. Namun pada akhirnya aku dan Hellen bisa lolos begitu saja dari tempat itu.