Bab 21

1437 Words
Semua mata menatap aneh ke arahkku. Maksudku, kebanyakan dari mereka memang sering memandangku dengan tatapan aneh, terima kasih pada Jason yang selalu membuatku terlihat seperti alien hidup di mata mereka semua, namun aku tahu tatapan mereka kali ini lebih terlihat intim ketika memandangku yang terlihat lebih aneh dari biasanya. Tentu saja karena penampilan pucatku saat ini.   Aku terlihat seperti orang penyakitan, lebih tepatnya seperti mayat hidup. Meski semua itu sudah berusaha kututupi dengan kerudung jaket yang kukenakan, tetap saja ada celah untuk mereka melihat wajah pucatku ini. Aku menundukkan wajahku sedalam mungkin agar tidak semakin menimbulkan kehebohan di antara mereka. Sedangkan Hellen sendiri sedari tadi sibuk menyeretku dengan tarikan tangannya menuju taman belakang sekolah.   Tempat itu tidak cukup untuk menyembunyikan kehadiranku saat ini, namun di sana ada sebuah ruangan kosong bekas gudang yang sedikit terpisah dengan taman belakang, juga tidak banyak orang tahu karena letaknya sedikit masuk ke dalam. Lagi pula siapa juga yang ingin mendatangi tempat kotor seperti itu? Kecuali kami berdua tentunya.   Hellen sengaja menyeretku ke tempat itu untuk membantuku merias wajah agar terlihat lebih segar dari sebelumnya. Gadis itu tanpa banyak kata melangkah lurus ke depan dengan tetap menarik tanganku untuk ikut bersamanya. Sementara anak-anak lain tidak jarang juga ikut memerhatikan kami dengan pandangan heran hingga pada akhirnya kami telah sampai di ruangan kosong tersebut. Aku dan Hellen segera memasuki ruangan tersebut.   Tidak banyak barang di sana selain bekas meja dan kursi yang telah rusak dan ditumpuk dengan asal di sana. Aku sibuk memerhatikan ke sekitar ruangan tersebut, sedangkan Hellen sendiri langsung bergerak cepat meraih tas ranselnya dan mengacak isi di dalamnya. Aku tahu bahwa Hellen tengah mencari alat perkakas kecantikannya. Tidak lama kemudian Hellen mendapatkan barang itu. Sebuah tas kecil ajaib yang mampu memuat banyak barang kosmetik di dalamnya milik Hellen.   “Yosh!” bisik Hellen dengan nada puas bercampur lega. Aku melihat Hellen tengah membuka resleting tas ajaib itu dan seperti biasa, aku sering kali kagum melihat isi di dalamnya. Bagaimana bisa tas kecil seperti itu mampu memuat semua barang milik Hellen. Aku melihat Hellen meraih salah satu botol kecil di dalamnya.   “Danny, ayo cepat kemari! Kita tidk memiliki waktu lebih sebelum pelajaran berlangsung,” pinta Hellen yang kemudian menarik tanganku kembali untuk melangkah mendekatinya. Aku menurut dengan pasrah.   Sroot!   “Ack!” pekikku yang langsung terkejut ketika tiba-tiba mendapat semprotan air dari Hellen pada wajahku. Aku langsung melangkah mundur untuk menghindarinya.   “Hellen, apa ini?!” protesku kemudian. Kedua tanganku langsung bergerak mengusap wajahku untuk menghapus cairan entah apa itu. Hellen langsung melotot tajam padaku.   “Ck, apa yang kau lakukan?! Jangan hapus itu Danny!” seru Hellen yang langsung bergerak mendekatiku. Gadis itu menarik tanganku ketika aku ingin mengusap wajah kembali untuk menghapus air tersebut.   “Kubilang jangan dihapus!” protes Hellen sembari melotot ke arahku. Aku langsung menahan tanganku kembali yang hendak menghapus air itu.   “Ke sini!” Hellen menarik tanganku kembali untuk menuju ke tempat semula. Aku kembali menurut mengikuti langkahnya.   “Ini air apa?” tanyaku kemudian setelah sampai di tempat.   “Itu hanya cairan penyegar Danny. Kenapa kau begitu terkejut seperti itu sih?!” jawab Hellen sambil menggerutu kesal.   “Kau yang mengagetkan aku dengan tiba-tiba menyemprot wajahku Hellen. Seharusnya beri tahu aku dulu jika kau ingin melakukan hal itu, dasar!” balasku yang tidak terima disalahkan oleh Hellen. Lihatlah, gadis itu hanya membalasku dengan cengiran kudanya.   “Tutup matamu, Danny. Aku akan menyemprotkannya lagi,” ucap Hellen lagi. Aku segera menutup kedua mataku dengan rapat. Kurasakan cairan dingin itu kembali memenuhi wajahku. Setelahnya hellen membantuku menepuk-nepuk ringan wajahku untuk mengeringkan cairan itu.   Kulihat Hellen meraih satu benda lagi dari tas ajaib itu dan membuka penutupnya. Cairan berwarna kulit muncul dari benda itu. Hellen mengambilnya sedikit dan mengoleskannya pada area bawah mataku dengan perlahan.   “Ini untuk menyamarkan cekungan panda di bawah matamu,” jelas Hellen tanpa kuminta. Aku hanya diam membiarkan diriku menjadi boneka rias dadakan untuk Hellen saat ini. Beberapa cairan asing telah Hellen oleskan secara berurutan di atas kulit wajahku, dan aku tidak tahu apa saja cairan itu. Sentuhan terakhir, Hellen memberikan polesan manis pada permukaan bibirku yang langsung membuatku menyatukan kedua alis dengan wajah heran.   “Kau memakaikan lipstik padaku?” Aku menatap Hellen dengan pandangan curiga. Pasalnya sedari tadi aku tidak melihat cermin sehingga aku tidak bisa elihat bagaimana Hellen merias wajahku. Sentuhan terakhir itu seketika membuatku merasa curiga pada Hellen.   “Ini hanyalah lip balm Danny. Untuk menyegarkan bibirmu yang pucat saja. Coba lihat ini.” Hellen menyerahkan cermin kecil padaku. Mataku langsung memerhatikan riasan tipis yang telah Hellen buat pada wajahku. Aku cukup mendecak kagum ketika melihat wajahku sedikit lebih segar dari sebelumnya. Cekungan panda itu sudah terlihat jauh lebih samar dari sebelumnya, dan aku tidak sepucat tadi. Hellen memang luar biasa.   “Wow, kau jenius Hellen!” pujiku dengan tulus. Mataku memandang penuh kagum pada pantulan cermin yang menunjukkan hasil karya dari Hellen itu. Aku bersyukur memiliki teman penuh talent seperti Hellen.   “Puas kan? Sekarang ayo kita pergi ke kelas. Waktu kita tidak banyak, oke?!” ucap Hellen kemudian. Gadis itu dengan cepat membereskan semua kekacauan kecil yang telah dia buat dan menympannya dengan rapi di dalam tas kecil ajaib itu. Setelahnya Hellen kembali menarik tanganku dan meninggalkan tempat itu.   Guru yang mengajar hendak memasuki ruangan ketika kami berdua akhirnya berhasil memasuki kelas. Semua siswa sudah duduk di atas kursi masing-masing. Bahkan sampai di ruang kelas Hellen masih menarik tanganku hingga kemudian dilepaskannya setelah kami mendekati bangku masing-masing. Ketika aku hendak mendaratkan pantatku pada kursi, aku tanpa sengaja menangkap tatapan tajam dari Jason yang duduk di sudut ruangan tidak jauh dariku.   Kami untuk sejenak saling melempar pandang. Aku sendiri tidak mengerti maksud dari tatapan Jason yang terlihat begitu marah dan membenciku saat ini. Aku tidak ingin ambil pusing dengan segala tingkah Jason yang selalu membuatku muak. Aku mengalihkan pandang terlebih dulu darinya dan fokus pada kehadiran guru yang akan memulai pelajaran hari ini.   Hellen sendiri sudah fokus akan buku-buku yang tengah dikeluarkannya, bersiap untuk memulai pelajaran hari ini tanpa menyadari interaksi kecil di antara kami berdua. Tidak lama kemudian pelajaran akhirnya dimulai. Semua mata fokus pada penjelasan guru di depan kami.   Tanpa terasa sesi pelajaran pertama telah selesai, dan kini aku dan Hellen sudah sibuk berdiri di depan ruang guru. Ketika waktu istirahat tiba, Hellen tanpa banyak kata langsung menarik tanganku kembali untuk mengikuti langkah kakinya menuju ke sini. Aku tahu gadis itu sudah tidak bisa menunggu lama lagi untuk mengetahui kondisiku lewat mata professor Robert sendiri.   Ketika Hellen dengan semangat menarikku hendak memasuki ruangan guru tersebut, aku langsung menahan tangan gadis itu. Aku menariknya sedikit menjauhi pintu ruang guru, membuat gadis itu menjadi terkejut karena ulahku. Hellen menatapku dengan wajah heran sekaligus bingung.   “Ada apa Danny?” tanya Hellen dengan pandangan mata penuh tanya.   “Hellen, kau tahu kan aku tidak bisa mengatakan perjanjian antara aku dengan professor Robert pada orang lain?! Aku tidak bisa semudah itu mengajakmu menemui professor dan berbicara masalah itu dengan santai di depan semua orang.”   “Lalu bagaimana? Apa yang harus kulakukan?!”   “Biarkan aku yang datang menemuinya dan bertanya secara langsung. Kau tunggu saja di suatu tempat.”   “Kau pikir aku akan percaya segala perkataanmu? Bagaimana jika kau berniat menyembunyikan sesuatu lagi dariku?!” Hellen memandangku dengan tajam. Pandangan matanya menunjukkan kecurigaan besar kepadaku dan aku hanya bisa menghela napas dengan lelah.   “Aku tidak akan berbohong padamu Hellen,” jawabku dengan penuh keyakinan.   “Aku masih tidak percaya, Danny.” Hellen masih bersikeras.   “Baiklah. Bagaimana kalau begini?!” usulku kemudian. aku segera meraih ponselku yang berada di saku celana dan memencet tombol di sana. Aku mencari kontak Hellen dan menelponnya. Tentu langsung terdengar sambungan dari ponsel Hellen. Hellen meraih ponselnya kemudian dan melihat layar ponsel yang menunjukkan panggilanku. Seketika gadis itu menatap heran ke arahku.   “Ayo angkat!” titahku menyuruh Hellen mengangkat panggilanku itu. dengan ragu Hellen menggeser tombol hijau untuk mengangkatnya.   “Dengan begini kau bisa mendengar semua pembicaraan kami lewat telepon bukan?! Aku akan membiarkan sambungan kita tetap terhubung, dan kau bisa mendengarnya dari tempat lain. aku tidak ingin membuat professor Robert mencurigaiku dan menjadi salah paham Hellen. Kau mengerti bukan?” jelasku sekaligus membujuk gadis itu. Hellen menatapku dengan lekat, sebelum kemudian dengan pasrah menganggukkan kepala.   “Ingat, tanyakan kondisimu secara keseluruhan dengan detail. Aku ingin mengetahui semuanya. Apa kau mengerti Danny?!” pinta Hellen dengan wajah seriusnya. Aku segera menganggukkan kepala mengerti.   “Aku mengerti. Sekarang pergilah. Aku akan menyusulmu nanti,” balasku. Akhirnya Hellen benar-benar pergi meninggalkanku dan membiarkan sambungan telpon kami tetap terhubung. Setelah melihat kepergian Hellen, barulah aku mulai melangkah memasuki ruang kantor guru.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD