Aku tetap melangkahkan kaki menjauhi rumah secepat mungkin. Berusaha keras agar Mom dan Dad tidak mengejar langkahku. Jantungku berdetak begitu kencang. Aku penasaran bagaimana keadaan Mom dan Dad di rumah setelah kepergianku. Apa mereka masih berusaha mengejarku?
Aku ingin menoleh ke belakang untuk melihat keadaan di sana, namun aku terlalu takut. Aku takut jika ternyata mereka benar-benar mengejar langkahku dan mata kami saling bertemu. Aku tidak akan bisa menghindarinya lagi nanti. Aku sedikit merasa bersalah kepada Mom karena telah membuatnya khawatir seperti itu, tapi aku tetap harus menyembunyikan keadaanku ini bagaimanapun caranya.
Aku sendiri juga tidak menduga perubahan dari efek samping itu akan begitu kentara dan secara tiba-tiba seperti ini. Sebelumnya professor Robert memang mengatakan kepadaku akan ada kemungkinan terjadi efek samping baik dari perubahan suhu tubuh atau perubahan apa pun itu selama pengembangan cairan tersebut. Mungkin ini yang dimaksud professor. Aku tidak boleh panik terlebih dahulu. Aku rasa ini masihlah efek samping yang cukup biasa bukan?
Semacam hanya demam biasa. Bahkan sepertinya hal ini tidak bisa dianggap sebagai sebuah demam karena aku sendiri tidak merasa sepanas itu. Suhu tubuhku terlampau biasa saja. Hanya sedikit merasa pusing sejak membuka mata tadi sampai sekarang. Namun tidak ada yang terasa menyakitkan lebih dari itu. Bukankah akan terlalu berlebihan jika menganggap hal itu sebagai sebuah demam?
Aku sibuk berbicara dalam hati hingga akhirnya aku mendengar suara langkah kaki yang mendekat dengan cepat ke arahku. Aku kembali menegang di tempat. Aku berpikir akan kembali mempercepat langkah jika saja aku tidak mendengar suara panggilan dari Hellen kemudian yang terdengar cukup keras di telingaku.
“Danny! Tunggu aku!” teriaknya dari kejauhan. Seketika aku mengentikan langkah lagi dan menoleh ke belakang. Gadis itu benar-benar berlari mengejarku dari belakang.
“Hellen,” gumamku dengan pelan. Aku menunggu gadis itu berlari hingga akhirnya sampai di sebelahku. Terlihat napas Hellen yang sedikit tersengal setelah berlari mengejarku. Hellen bahkan sampai membungkukkan tubuh dan berusaha mengatur napasnya kembali.
Aku menoleh ke belakang Hellen untuk memerhatikan jalan yang telah kulalui. Aku tidak menyadari bahwa ternyata aku telah cukup jauh berlari dari rumahku sendiri. Pantas saja Hellen nampak kehabisan napas setelah berlari mengejarku.
“Hahh hahhh Danny, kau cepat sekali larinya! Tega sekali kau meninggalkanku sendirian, dasar!” protes Hellen seketika, setelah berhasil mengatur napasnya kembali. Aku menoleh kembali ke arah gadis itu.
“Ah maaf. Aku tidak sadar ternyata sudah sampai di sini,” jawabku yang lebih terdengar seperti sebuah gumaman kecil. Pasalnya aku sendiri juga cukup terkejut dengan kecepatan lariku. Tunggu! Aku bahkan tidak mengingat bahwa aku tengah berlari tadi.
Aku mulai berpikir dan mengingat kembali langkah kakiku sendiri hingga sampai di tempat ini. Namun aku merasa tidak mengingat sama sekali. Aku hanya terlalu sibuk berpikir tentang bagaimana cara menghindari pertanyaan dan permintaan dari kedua orang tuaku sedari tadi, sehingga aku tidak memerhatikan langkah kakiku sendiri.
Bola mataku tanpa sengaja bergulir ke arah tanganku yang tengah memegang dua sandwich roti. Aku ingat bahwa aku sengaja membawa mereka untuk sarapan kami berdua pagi ini. Satu sandwich roti aku berikan pada Hellen kemudian. “Ini.”
Hellen menoleh ke arah roti sandwich itu dan menerimanya tanpa kata. Kami berdua akhirnya melangkah kembali dengan lebih santai. Aku mulai melahap roti sandwichku sendiri, dan Hellen melangkah di sebelahku dalam diam. Untuk beberapa saat tidak ada percakapan di antara kami berdua.
Aku sendiri sibuk menghabiskan roti sandwichku sendiri. Aku tidak menyadari bahwa keterdiaman Hellen sedari tadi adalah karena dia sibuk memerhatikan diriku dalam diam. Aku baru menyadarinya ketika tanpa sengaja aku menangkap tatapan mata Hellen. Akhirnya aku membalas tatapan mata itu dengan wajah bingung.
“Ada apa? Kau memerhatikanku sedari tadi?” tanyaku kemudian. Hellen masih menatapku dengan lekat.
“Kau yakin baik-baik saja?” tanyanya kemudian. Aku menghela napas dengan lelah ketika mendengar pertanyaan yang sama lagi.
“Hahh aku baik-baik saja Hellen—“
“Wajahmu pucat Danny!” seru Hellen yang tanpa kusangka dia menaikkan suaranya seperti itu. Aku sontak menghentikan langkah kaki karena terkejut mendengarnya.
“Hellen ...” gumamku. Aku tidak menyangka akan melihat raut wajah Hellen yang terlihat seperti akan meledak saat ini. Wajahnya memerah, dan gadis itu menatapku dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca.
“Aku, aku takut Danny! Kau tiba-tiba terlihat begitu pucat seperti itu. Kau seperti mayat hidup sekarang, dan aku tahu penyebabnya tapi aku tidak bisa mengatakannya pada siapa pun!” Hellen memejamkan kedua matanya dengan rapat dan menundukkan kepala. Aku tahu gadis itu saat ini tengah berusaha mengatur emosinya agar tidak semakin meledak.
Aku sendiri semakin tidak tahu harus bahagaimana ketika setelah itu mendengar suara Hellen yang terdengar bergetar seakan tengah menahan tangis. “Aku benar-benar takut jika terjadi sesuatu padamu Danny. Bagaimana nanti aku akan menghadapi Bibi dan Paman jika terjadi sesuatu padamu huh?!” lanjut Hellen lagi.
Hellen bergerak menyugar rambutnya ke belakang dengan raut wajah frustasi. Aku masih terdiam menatap gadis itu. Sepertinya aku telah membuat Hellen semakin mengkhawatirkan diriku. Aku telah membuat gadis itu semakin tersiksa karena menanggung rahasia ini bersamaku. Aku turut menyesal dan merasa kasihan pada Hellen.
Aku sendiri tidak berniat sedikit pun untuk membuat Hellen masuk ke dalam masalahku ini, tapi semua telah terjadi. Hellen telah mengetahui rahasiaku, jadi apa lagi yang bisa kulakukan selain menyuruhnya untuk tetap diam. Aku menghela napas dengan berat. Apa yang harus kulakukan sekarang untuk membuat gadis itu bisa menjadi lebih tenang?
Untuk beberapa saat keheningan menyapa kami berdua kembali. Aku menatap Hellen dengan lurus sembari memikirkan cara untuk membuat gadis itu menjadi lebih tenang. Hingga akhirnya aku memiliki ide kecil. Aku mendekati Hellen kemudian.
“Hellen,” panggilku. Hellen hanya menggerakkan bola matanya ke arahku tanpa mengarahkan wajahnya juga. Aku mengulurkan satu tangannya dan memegang bahu gadis itu. Kutatap mata Hellen dengan lekat dan mantap.
“Bagaimana kalau aku menemui professor Robert dan memeriksakan keadaanku ini padanya? Dengan begitu kita akan tahu perkembangan kondisiku ini, dan kau bisa menjadi lebih percaya padaku, hm?” usulku dengan yakin. Barulah Hellen mau memberikan atensi penuhnya kepadaku setelah mendengar hal itu.
Hellen membalas tatapanku dengan tidak kalah lekat. Aku tahu Hellen juga menyetujui usulku ini karena setelah itu Hellen menghela napas dengan lebih ringan.
“Baiklah. Sepertinya itu adalah ucapan yang paling ingin kudengar darimu sejak kemaren,” balas Hellen dengan pasrah. Aku tersenyum kecil dibuatnya. Akhirnya Hellen terlihat kembali lebih tenang seperti sebelumnya.