Bab 22

1348 Words
Aku mulai memasuki ruang guru untuk mencari keberadaan professor Robert. Mataku yang memakai kaca mata minus fokus melihat ke sana dan kemari untuk mencari sosok professor Robert. Beberapa guru terlihat sudah kembali dari kelas mereka masing-masing. Jadi aku pikir professor Robert akan berada di ruangannya. Tapi sepertinya aku telah salah. Sampai saat ini aku tidak melihat professor Robert datang, hingga keberadaanku semakin menarik atensi beberapa guru yang sudah berada di sana.   “Danny, sedang apa kau di sini?” Aku langsung menoleh ke arah samping yang ternyata sudah berdiri seorang wanita cantik tengah tersenyum ramah kepadaku. Dia Mrs Colline, salah satu guru cantik di sekolah ini. Aku langsung tersenyum seramah mungkin padanya. Dia wanita yang cantik, tentu aku tidak bisa menunjukkan wajah murungku ini bukan?   “Mrs. Colline. Aku sedang mencari professor Robert. Apa kau mengetahui ke mana dia pergi?” tanyaku dengan sopan. Mrs. Colline terlihat berpikir sejenak untuk mengingat kembali keberadaan professor Robert.   “Hm, aku rasa dia masih berada di ruang lab Danny. Kau bisa coba melihatnya di sana.” Saran Mrs. Colline langsung kuikuti.   “Baiklah kalau begitu. Terima kasih Mrs. Colline,” ujarku kemudian sekaligus pamit kepadanya. Mrs. Colline menganggukkan kepala dan melempar senyum manis kepadaku.   “Tentu,” jawab Mrs. Colline. Tanpa bisa kucegah bibirku semakin tersenyum dengan lebar melihat senyuman cantik itu. Aku dengan tersipu malu melangkah meninggalkan tempat itu. Hatiku berbunga-bunga. Mrs. Colline memang selalu berhasil membuat murid jatuh hati kepada pesonanya. Tapi kebahagiaan itu tidak bisa berlangsung lama, karena aku harus kembali pada kenyataan.   Aku harus menemui professor Robert sekarang juga. Dengan langkah cepat, bahkan sedikit berlari aku menuju ke tempat lab yang biasa professor Robert datangi. Di sana adalah tempat professor Robert melakukan uji sains kecil-kecilan dan membuat laporan setelah selesai mengisi pelajaran di sana. Professor Robert sendiri adalah guru yang memiliki posisi sebagai ketua Lab di sana. Jadi wajar jika dia sering berkunjung ke tempat itu.   Setelah melewati banyak lorong sekolah, aku akhirnya sampai di depan ruang Lab. Aku langsung mengintip ke dalam dari kaca jendela. Benar saja. professor Robert ada di dalam tengah mencatat sesuatu di buku. Di depannya ada beberapa alat sains salah satunya Mikroskop.   Sepertinya professor Robert tengah memerhatikan sesuatu dengan alat itu. Tidak ada siapa pun di dalam sana selain professor Robert. Aku pikir itu sangat menguntungkan, karena dengan begitu kita bisa berbicara dengan lebih leluasa. Aku segera menghampiri daun pintu dan membukanya.   “Professor Robert,” panggilku dengan pelan. Mendengar suaraku, professor Robert langsung menoleh.   “Oh Danny, kau butuh sesuatu?” tanya professor. Aku menatapnya dengan pandangan penuh arti.   “Ada yang ingin kutanyakan,” balasku. Melihat tatapan mataku, professor Robert sepertinya menyadari tentang apa yang ingin kutanyakan ini. Professor Robert mengangguk mengerti.   “Masuklah. Jangan lupa tutup pintunya, Danny,” jawab professor Robert. Aku menuruti ucapannya. Setelah menutup pintu dengan rapat, aku melangkah mendekati professor dan duduk di depannya.   Hellen memakai headset yang dibawanya untuk mendengarkan pembicaran yang akan dilakukan Danny sebentar lagi. Gadis itu sudah mengambil tempat duduk di cafetaria dengan segelas minuman yang sudah dibelinya. Dengan fokus Hellen mendengarkan suara yang terdengar dalam headsetnya itu.   Sementara dari kejauhan, Jason yang melihat gadis itu tengah sendirian saat ini sempat berhenti melangkah sejenak, sebelum kemudian bertekad untuk mendatangi gadis itu. Dengan langkah tegas dan mantap Jason menuju ke tempat Hellen berada dan tanpa ragu lagi langsung duduk di sebelahnya.   Hellen yang sebelumnya tidak menyadari kedatangan Jason yang menghampirinya, menjadi sangat terkejut ketika pria tampan itu tiba-tiba mengambil tempat duduk di sampingnya dengan tiba-tiba dan cukup kasar. Bahkan suara kursi yang berderit juga ikut membuat beberapa orang di sana langsung menoleh ke arah mereka berdua.   Hellen dengan mata bulat yang terlihat begitu terkejut, menatap Jason. Pria itu kini membalas tatapan matanya dengan tidak kalah tajam. Melihat tatapan mematikan itu membuat Hellen segera mengalihkan pandangan matanya ke arah lain. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang tidak menyenangkan dalam tatapan Jason kepadanya. Hellen berusaha menutupi kegugupannya. Jason menyeringai kecil melihat kegugupan Hellen yang cukup kentara di matanya itu.   “Hallo Hellen,” sapa Jason dengan nada sesantai mungkin yang jelas dibuat-buat olehnya. “Bagaimana kabarmu?”   “Pergilah Jason. Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu,” balas Hellen yang mulai bisa mengatur kegugupannya. Gadis itu mencoba fokus kembali pada suara yang keluar dari headseatnya. Mendengar jawaban ketus dari Hellen itu bukannya menjadi marah, Jason justru terkekeh geli. Baginya Hellen saat ini terlihat seperti tikus yang terpojok. Mencoba menghindarinya dengan cara yang imut.   “Aku juga tidak sedang ingin berdebat denganmu Hellen. Aku hanya ingin menyapamu saja. Apa itu salah?” ucap Jason dengan senyuman yang tidak hilang dari bibirnya.   “Hahhh ...” Hanya helaan napas yang bisa Hellen lakukan saat ini untuk menanggapi Jason. Mata Hellen mencoba tetap fokus pada ponselnya yang tengah berada dalam genggaman kedua tangannya saat ini.   “Apa yang sedang kau dengarkan?” tanya Jason lagi. Mata pria itu melirik layar ponsel Hellen yang tidak sengaja tertangkap oleh pandang matanya, dan Jason sempat melihat layar ponsel itu menunjukkan panggilan atas nama Danny di sana.   Sontak kening Jason mengerut heran sekaligus bingung. Jangan lupa dengan raut wajahnya yang langsung menunjukkan pandangan tidak suka. Meski di matanya Hellen tengah sendiri dan bersamanya, namun gadis itu selalu bisa terhubung dengan Danny, pria yang paling membuat Jason muak setengah mati. Hal itu membuat Jason merasa semakin geram melihatnya. Seolah seluruh waktu Hellen tidak bisa jauh-jauh dengan pria kunyuk itu.   Pertanyaan Jason itu seketika membuat Hellen menarik ponselnya dan menjauhkan benda itu dari pandangan mata Jason. “Bukan urusan kamu!” jawab Hellen dengan ketus. Seketika Jason menyipitkan kedua matanya ke arah Hellen. Pria itu merasa tidak senang mendengar jawaban ketus dari gadis itu.   “Kau masih saja bermain telepon dengan anak itu setelah seharian kemaren kau bersamanya?! Kau belum puas bermain dengan anak aneh itu huh?!” selidik Jason dengan nada kesal yang begitu kentara dari tiap ucapannya. Seketika Hellen melempar tatapan tidak senang akan ucapan Jason.   “Kubilang itu bukan urusanmu Jason! Pergilah!” tegas Hellen mengusir Jason. Tentunya hal itu tidak berpengaruh apa-apa terhadap Jason. Justru pengusiran Hellen semakin membuat Jason merasa gila.   “Keh ... khekhekhe,” tawa Jason yang justru terdengar mengerikan. “Hellen, apa kau tidak bosan bermain dengan anak manja seperti dia huh?!”   Mendengar itu, Hellen langsung mendengus dengan kasar. Gadis itu mulai merasa tidak nyaman duduk di dekat Jason, hingga akhirnya Hellen memilih untuk mencari tempat yang baru untuk melakukan misinya itu. Hellen segera bangkit dari tempat duduk dan meraih minumannya tanpa kata lagi.   Namun Jason yang melihat gerak-gerik Hellen yang hendak menjauhinya itu segera bergerak dengan cepat menahan tangan Hellen. Membuat gadis itu menghentikan langkah dan menoleh ke arahnya. Jason melempat tatapan tajam pada gadis itu.   “Duduk,” ucap Jason. Suara yang dilontarkannya begitu datar dan dingin. Meski ekspresinya terlihat tenang, namun Hellen tidak bisa mengabaikan aura kemarahan yang terlihat jelas dan kata penuh tekanan yang telah dilontarkan oleh Jason barusan. Untuk sejenak Hellen hanya diam membalas tatapan pria itu.   “Aku akan duduk jika kau tidak menggangguku lagi, Jason,” balas Hellen kemudian. Suaranya tidak kalah tegasnya dengan Jason. Sekali lagi terjadi kesunyian di antara mereka berdua yang sibuk saling melempar pandang dengan tajam antara satu sama lain.   Jason yang lebih dulu memutus kontak mereka dan memilih mengalah. Pria itu menghela napas dengan kesal. “Hahh baiklah. Aku tidak akan mengganggumu lagi. Jadi duduklah di sini sekarang!” pinta Jason kemudian. Pria itu melepaskan pegangan tangannya pada lengan Hellen, dan menggantinya dengan melipat kedua lengannya sendiri di depan d**a.   Jason dengan arogan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Pria itu menunggu Hellen untuk kembali duduk di sebelahnya. Namun sepertinya Hellen tidak menyadari kode dari Jason. Gadis itu masih terdiam berdiri di tempat sembari menatap Jason dengan tatapan menyelidik. Membuat Jason semakin gemas.   “Kubilang aku tidak akan mengganggumu lagi. Jadi cepat duduk Hellen!” tegas Jason yang lalu kembali melempar tatapan tajam pada gadis itu. Akhirnya Hellen dengan pasrah kembali duduk di tempatnya, menuruti ucapan Jason. Pria itu benar-benar memegang ucapannya. Jason tidak berbicara lagi dan mengganggu Hellen. Pria itu hanya beralih melempar pandangan matanya untuk memerhatikan Hellen dengan lekat dalam diam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD