BAB 03

1053 Words
“Aku minta uangnya sekarang!”’ Alea menatap gelisah pada jam yang ada di pergelangan tangannya. Alea hanya punya waktu satu jam setengah lagi. Jarak rumah sakit dan perusahaan Vanno lumayan jauh. Alea tidak punya waktu. Ia sudah menghabiskan waktunya di sini. Untuk memohon memberikannya sebuah bantuan berupa uang. Biar saja tubuhnya yang menjadi korban untuk menembus semua uang yang diberikan Vanno padanya. Alea tidak masalah. Yang terpenting ayahnya— keluarga satu-satunya tetap hidup dan menemani dirinya. Vanno tergelak. “Sabar sayang. Kau sangat buru-buru sekali ingin uang itu, kau tidak mau duduk dan minu dulu?” Vanno mengangkat gelas yang berisi wine di tangannya. Mengundang Alea untuk minum lebih dulu. “Aku tidak butuh minum! Aku mau uangnya sekarang. Aku mau menyelamatkan Papa! Vanno … aku mohon… berikan uangnya sekarang.” Tangan Alea sudah tertangkup di depan. Tatapannya penuh kesedihan dan memohon untuk diberikan uang itu sekarang. Agar dia bisa pergi sekarang juga. Vanno tersenyum, lalu mengetuk kembali mejanya. Ia menatap pada Alea. “Oh… sayang. Apakah ayahmu akan mati? Makanya kau mau cepat mendapatkan uang itu?” Gelak mengejek terdengar dari bibir Vanno. Alea menahan dirinya untuk tidak kesal pada Vanno. Lelaki itu telah menghina dirinya. Ia tersenyum miris. “Ya. Aku tidak mau dia mati. Dia adalah keluargaku, orang tuaku yang masih tinggal di dunia ini. Aku mohon … berikan uangnya sekarang. Aku tidak perlu untuk minum atau segala macamnya.” Kata Alea. Vanno menatap iba sesaat lalu setelahnya tertawa sinis. Vanno mengeluarkan uang dari dalam lacinya yang terkunci. “Dua ratus juta? Kau bisa membawa uang sebanyak ini? Kan kau sudah jadi miskin sekarang, tidak melihat uang dua ratus juta lagi.” Brak! Uang itu dihempaskan kuat di atas meja. Alea menatap pada uang yang ada di atas meja. Alea berjalan perlahan dan akan memasukkan uang itu ke dalam kantong plastik. Namun Vanno memegang tangannya. Alea melihat Vanno. “Jangan diambil dulu sayang. Sabar. Uang ini tetap kau bawa, tapi kau harus ingat, kalau kau tidak boleh ingkar dengan tawaran yang aku tawarkan. Kau sudah menerimanya Alea. Melayani diriku dan menjadi pemuas hasratku. Kau ingat itu bukan?” tanya Vanno. Alea mengangguk kaku. “Ya! Aku ingat itu. Aku tidak kabur, aku menepati janjiku untuk melayani dirimu semalam.” “Semalam? Rasanya kau salah paham sayang. Aku tidak meminta semalam. Tapi aku meminta sampai bosan. Aku rugi hanya dilayani semalam saja olehmu.” Alea terkejut mendengarnya. “Sa-mpai bo-san?” Alea bertanya gagap. Sembari menggosok telinganya. Mungkin ia salah mendengar apa yang dikatakan oleh Vanno barusan. Mana mungkin lelaki itu meminta sampai bosan dengannya ‘kan? “Ya. Sampai bosan sayang. Aku sudah memberikan dua ratus juta, rumah, sekaligus kehidupan yang lebih layak. Semuanya didapatkan karena tubuhmu yang menggoda ini sayang. Ternyata benar, pesona seseorang akan terlihat setelah menjadi mantan. Aku tidak masalah kau sudah menjadi mantan istriku, sebab aku masih bisa menikmati tubuhmu sayang.” Gelak tawa Vanno kencang dan merasa senang dengan apa yang di dapatkan oleh dirinya. Alea mendengar ucapan Vanno menahan air matanya untuk tidak keluar. Lalu perlahan ia memasukkan uang itu ke dalam kantong yang ada di tangannya. Ia harus cepat ke rumah sakit sekarang. “Aku pasti menemuimu. Setelah aku memastikan ayahku selamat dan sembuh.” Ujarnya berbalik dan berjalan keluar dari ruangan Vanno. Langkah Alea terhenti. Ketika tangan Alea ditarik dan menghadap pada Vanno kembali. Vanno mengusap pip Alea lembut. “Aku memberikanmu waktu hanya dua hari di rumah sakit. Bukan sampai sembuh cantik. Setelah dua hari kau datang ke apartement ini,” Vanno menyelipkan alamat apartement nya di belahan d**a Alea. Alea terkejut memundurkan tubuhnya ke belakang. Tubuhnya bergetar. Selama ini tidak ada yang pernah berani menyentuh dirinya. Alea tidak pernah disentuh seintim itu. “Jangan jual mahal Alea. Sebentar lagi tubuhmu ini menjadi murahan, karena disentuh olehku.” Vanno menyeringai kembali duduk ke kursinya. “Pergilah sekarang. Selamatkan lelaki tua itu. Mati atau tidak mati. Kau tetap datang ke apartement itu. Temui aku dan lakukan pekerjaanmu sebaik mungkin sayang. Menjadi pelacurku,” ucapnya tertawa kecil. Alea menghapus air matanya kasar. Memeluk kantong plastik yang berisi uang di tangannya. Tangannya memutar kenop pintu dan mendorongnya pelan. Alea melihat pada sekretaris Vanno. Ia tersenyum pada lelaki itu dan menunduk pelan sebelum melangkahkan kakinya menuju lift. Alea menatap dirinya di pantulan lift. Alea memandang dirinya dengan tatapan terlukanya. Menghapus air mata kasar. Sebentar lagi dirinya menjadi wanita yang tidak punya harga diri karena uang. Uang memang bisa membeli semuanya. Termasuk harga diri yang dipertahankan olehn Alea selama ini. Alea menarik nafasnya perlahan dan melepaskan perlahan. Ia keluar dari dalam lift. Seolah baik-baik saja tidak ada masalah yang dihadapi oleh dirinya sekarang. Juga pelecehan yang baru didapatt olehnya. Seolah tidak menjadi masalah di dalam hidupnya sekarang. “Nona Alea mau pulang?” Alea menatap pada Berna dan mengangguk. “Iya, saya mau pulang.” Jawabnya tetap tersenyum pada wanita di depannya. “Hati-hati. Seharusnya suruh Boss aja antar Nona pulang.” Alea menganggapinya dengan senyumannya, lalu menggeleng dan pergi dari hadapan Berna. Vanno tidak akan pernah mau mengantarnya pulang. Alea yang akan pergi. Namun tubuhnya tersentak ketika tangannya kembali ditarik sehingga tubuh Alea membentar benda yang keras. Alea menatap ke atas. Ia menahan nafasnya melihat siapa yang ada di depannya sekarang. Vanno… “Aku antar. Kebetulan aku sebagai calon Tuanmu yang baik, harus mengantarkan budaknya dengan selamat ke tempat tujuannya bukan?” Tuan dan b***k? Alea ingin tertawa kencang dan menggeleng menahan air matanya agar tidak terjatuh karena ucapan Vanno barusan. Sakit sekali Tuhan… Alea yang dianggap b***k oleh Vanno. “Kau masih mau berdiri di situ? Tidak mau ke rumah sakit dan menyelamatkan ayahmu yang nafasnya sudah diujung tanduk dan segera mati?” Alea tersadar. Dengan cepat ia berjalan dan masuk ke dalam mobil Vanno. Berna dan karyawan lain melihat kepergian Vanno bersama Alea tersenyum. “Lihat, aku juga bilang apa. Pasti Boss kembali pada mantan istrinya. Nona Alea itu cantik dan baik. Tidak bisa dilupakan begitu saja. Kalian sih tidak percaya.” “Benar juga, kalau mereka kembali lagi jadi, bagaimana dengan-“ “Sudah! Tidak usah urus itu. Lebih baik kalian kembali bekerja. Tidak baik membicarakan atasan sendiri!” Semua yang ada di sana mencibir pada karyawan yang terdengar perfeksionis dalam bekerja dan tidak suka bergosip! Padahal mereka mau membahas hubungan atasan mereka ini. Yang tampak kembali bersama mantan istrinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD