[Author Pov]
"Kak Haras mana? Kok nggak ada? Apa Kak Haras sakit ya gara-gara yang kemarin?"
"Iya kali ya? Itu tadi Kak Kayhan yang ambil alih. Duh apa parah ya?"
"Kasihan Kak Haras. Ini gara-gara Kak Ren, nih. Kejam banget sih dia tega nyuruh Kak Haras lari keliling lapangan 30 kali.."
"Iya kejam banget. Coba aja kalau dia yang disuruh, belum tentu sanggup.."
Pelangi menghela napas mendengar celotehan teman-temannya. Haras tidak hadir hari ini. Semua orang menduga ini ada hubungannya dengan kejadian kemarin. Haras pasti sakit. Hampir semua orang menyalahkan Ren. Tapi Pelangi justru punya pikirannya sendiri. Menurutnya apa yang terjadi pada Haras adalah karena kesalahannya.
"Ayo semuanya kembali ke aula. Waktu istirahat habis!!"
...
"Kenapa tuh muka? Nggak semangat banget. Dikerjain lagi lo sama senior?" Ika menatap wajah sahabatnya itu.
Pelangi menghela napas. "Ka, emang gue keras kepala banget ya?"
Ika sontak menghentikan langkah kakinya. Ia pandangi Pelangi dengan kening mengerut. "Kenapa tiba-tiba nanya itu? Seumur-umur gue kenal lo belum pernah gue denger lo ngomong gini. Apa yang terjadi?"
"Ya lo jawab dulu.."
Ika melipat tangannya di d**a. "Karena gue sahabat lo, gue bakal jujur. Lo itu super duper keras kepala, Pel. Parah pokoknya. Tapi gue sih udah biasa, jadi ya santai."
Pelangi menatap jalanan di depannya meski pikirannya tidak fokus ke sana.
"Ada apa sih? Gue kepo nih. Apa yang bikin seorang Pelangi mau mengakui kekeras kepalaannya?"
"Lebay banget bahasa lo.."
"Gue serius.." mereka melanjutkan langkah.
Pelangi diam. Pikirannya menerawang. "Gue nggak tau kenapa, tapi gue ngerasa bersalah banget, Ka. Padahal menurut gue itu bukan salah gue. Tapi tetap aja gue ngerasa bersalah."
Pelangi menatap Ika. "Gue udah bikin orang lain celaka.."
Ika melotot. "APA?!"
Pelangi mengernyit. "Ga gitu juga.."
"Celaka gimana maksud lo? Pel jangan bikin gue merinding deh. Lo nggak bunuh orang kan?"
"GILA LO!"
"Ya mana tau kan lo lagi temper terus khilaf."
"Walaupun temperamen gue buruk tapi gue masih punya otak."
"Ya iya. Jadi kenapa? Siapa yang celaka? Kok bisa?"
Pelangi membuang napas pelan. Rasa bersalah itu muncul lagi. Ia kemudian menceritakan apa yang terjadi kemarin. Tentang senior vs senior.
"Jadi maksud lo Kak Haras gantiin lo jalanin hukuman?"
"Hm."
"Ya berarti emang maunya dia dong."
Pelangi menatap sahabatnya itu datar.
"Ya terus salahnya di mana? Bukannya emang kayak gitu ya? Maksud gue sistim di fakultas teknik. Gue emang nggak tau banyak sih, tapi dari yang gue denger-denger tuh emang gitu. Kalau senior tingkat 4 ngehukum tingkat 1, pasti tingkat 2 sama 3 bakal belain."
Pelangi menghela napas. "Ya iya itu bener. Tapi.."
"Tapi??"
"..."
"Jangan-jangan lo naksir sama Kak Haras.."
Pelangi hampir tersungkur karena tersandung kakinya sendiri. Nyaris saja ia mencium tanah di tengah senja bolong. Eh.
"Sembarangan lo!" Semprot Pelangi.
"Ya habisnya sikap lo aneh gini. Biasanya tuh lo selalu bilang kesal bukan main sama dia. Lo nggak pernah seharipun nggak ngejelekin dia. Kenapa tiba-tiba jadi khawatir sekarang?"
"Ya karena gue salah, Ka," Pelangi ngotot.
Ika mendengus. "Gue nggak kenal sehari dua hari sama lo, Pelangiku. SMA aja lo matahin tangan anak orang. Jangankan nyesal peduli aja lo enggak." Ika berjalan lebih dulu. Meninggalkan Pelangi di belakang yang langkahnya perlahan melambat.
...
Ponsel itu berdering. Baby meninggalkan macbooknya. Ia mencari-cari ponsel di dalam tas yang ia letakkan asal di atas sofa.
"Hallo.."
"By..."
Baby menarik napas. "Hmm. Gimana? Is she ok?"
Hening.
"Hmm.... she seems fine, now."
"Aku lega dengernya."
Kembali hening.
Haras berdehem pelan. "Mungkin aku sampai lusa di sini.."
"Hmmm, ok."
"By..."
"Hmm.."
"Jangan lupa makan ya..." Haras menjeda. "Aku sayang kamu."
Baby tersenyum. "Same here. Sampaiin salam aku ya sama orang di sana, maaf aku nggak bisa datang."
"Iya. See you..."
"Hmm. Jangan lupa jaga kesehatan.."
"Hmm.."
"Har..." Baby menatap gelas di atas meja. "Jagain Cindy ya. Dia benar-benar butuh teman sekarang.."
Tak langsung ada sahutan dari sebrang. "Kamu jaga kesehatan ya. Love you." Kemudian sambungan terputus. Baby menghela napas. Ia termagu di sana selama beberapa detik.
Kejadian kemarin kembali muncul diingatannya. Ia mendengar kabar dari Kayhan kalau Haras pingsan. Ia baru pulang sebenarnya dan ponselnya baru di charger saat pesan dari Kayhan masuk. Ia bergegas ke asrama Haras.
Di sana, Baby melihat Haras dan Cindy berpelukan. Akhirnya Baby memutuskan untuk pergi dari sana. Alasannya bukan karena Baby marah atau salah paham. Karena sebenarnya Baby tau apa yang terjadi. Ia melihat dan mendengar saat Cindy mendapat telpon, juga reaksi Cindy yang langsung menangis.
Sebelumnya Haras sudah pernah memberitahu Baby kalau Papa Cindy sedang sakit juga tentang permintaan kedua orang tuanya untuk menjaga Cindy. Meski Haras menolak, tapi sebenarnya Baby tidak mau Haras bersikap sekeras itu pada Cindy.
Mereka berdua itu saudara. Meskipun tidak ada hubungan darah sama sekali. Tapi Jo tidak akan jadi orang asing bagi Cindy hanya karena dia sebenarnya bukan darah daging Jo. Lagipula Baby tau betul kenapa Haras begitu menjaga jarak dengan Cindy. Sebagian besar alasan adalah karena Haras menjaga perasaannya.
Mungkin Baby tidak akan pernah bisa akur dengan Cindy sampai kapanpun. Tapi Baby juga tidak ingin Haras memutus hubungan antara ia dan Cindy. Apalagi hanya karena dirinya. Walaupun Baby tau Cindy pernah menyukai kekasihnya. Atau mungkin sebenarnya Cindy masih menyukai Haras hingga saat ini.
...
"Kay.."
"Hai, By. Mau ke mana?"
"Kampus.."
"Jam segini?" Kayhan melirik jam tangannya. Baby tersenyum.
"Iya. Rapat buat FoA.."
"Sama siapa?"
"Sendiri.."
"Ya udah bareng gue aja."
"Lo mau ke mana emang?"
"Sebenarnya mau cari makan.." Kayhan nyengir. "Sekalian aja."
"Ya udah deh, boleh. Nebeng ya."
"Sipp. Asal ongkirnya pas.." Lalu keduanya sontak tertawa.
HRV hitam itu meninggalkan area asrama.
"Kapan Haras balik dari KL?"
"Lusa katanya. Emang dia nggak nelpon lo? Tumben.." setahu Baby Haras dan Kayhan ini satu paket. Ajaib kalau Haras tidak menelpon si ganteng satu ini. Haras saja mungkin hapal nomor Kayhan dan sebaliknya.
"Nelpon sih. Cuma dia nggak ngasih tau kapan balik. Cuma bilang 'Kay, lo handle ya anak-anak. Jangan banyak tingkah' gitu."
Baby tergelak. "Udah nyuruh, gak pake tolong, nyolot lagi.."
"Gitu tuh kelakuan pacar lo. Heran gue kadang kenapa lo mau sama dia.."
"Gue lebih heran kenapa lo bisa temenan sama dia.."
Lalu keduanya kembali tertawa.
"Udah lama gue nggak liat foto Darina.." Baby menyentuh figuran kecil yang tergantung di dalam mobil.
Kayhan juga melihat ke arah figura yang Baby pegang. "Hm.."
"Dia cantik banget di sini. Gue inget waktu itu kita berebutan es krim yang rasa tiramisu.." Baby mengingat kembali kenangan yang rasanya baru kemarin terjadi. Tapi Darina sudah pergi cukup lama.
Kayhan menatap sendu perempuan yang tengah tersenyum lebar di foto itu.
"Gue mau Darina jadi kenangan yang manis aja buat gue. Tapi lo tau, By, susah buat gue relain dia."
Baby mengangguk mengerti. "Gue tau Darina cinta banget sama lo, Kay. Dia pasti juga maunya jadi kenangan yang manis buat lo."
Baby mengembalikan figura itu pada tempatnya. Ia juga rindu Darina. Selamanya Darina akan jadi sahabat baiknya. Lebih tepatnya sahabat baik mereka bertiga, Kayhan, Baby, dan Haras.
"Lo udah makan, By?"
"Belum sih."
"Makan dulu gimana?"
Baby melirik jam tangannya. "Boleh deh."
"Restoran depan ya.."
"Ok.."
...
"Ntar bareng gue aja. Gue juga ada perlu di kampus.." Kayhan dan Baby sampai di tempat Baby akan melaksanakan rapat dengan panitia FoA.
"Gue lama, Kay. Kalau lo selesai, duluan aja.. ntar gue gampang lah.."
"Nggak apa-apa. Haras udah kasih titah ke gue. Ntar gue dibacok sama dia kalau tau lo balik sendiri.."
Baby tertawa sembari geleng-geleng. Haras dan Kayhan ini memang tidak pernah habis gilanya.
"Ntar telpon aja kalau lo udah selesai." Baby mengangguk. Kayhan kemudian kembali ke mobilnya yang parkir tidak jauh dari sana.
Beberapa panitia FoA langsung menghampiri Baby. Tidak sedikit juga panitia yang berbisik-bisik membicarakan apa yang baru saja mereka lihat.
"Kok lo sama Kayhan? Kok bisa diantar Kayhan?"
"Jujur deh, By, jangan-jangan lo pacaran ya sama Kayhan?"
"Ih By, kok lo jahat? Kan lo tau gue naksir dia.."
"Ih Baby nikung. Kayhan kan milik umum By, kok lo koleksi sendiri sih??"
Baby mencibir. "Emang toilet, milik umum. Duh kenapa pada drama sih? Udah yuk buruan. Mau rapat apa rumpi?"
"Peniros kali ah rumpi. Rumpi no singlet.." si cowok alay membuat gaya melambai dengan jari lentiknya. Sontak saja seluruh panitia yang ada di sana tertawa.
"By.." seseorang mepet ke dekat Baby duduk.
"Kenapa?"
Perempuan itu berbisik. "Lo ada nomor Kayhan, kan? Bagi dong.."
"Gue juga mau, nomor Haras ya.."
Baby menghela napas, pilih mengabaikan dua orang teman reseknya itu.
...
"Besok jam 10 ya, By. Bawa langsung ke set aja.."
"Ok, Bang. Tapi ini yang sakit dari FKIP itu gimana? Kan mereka ganti, tapi foto profilnya belum ada.."
"Iya, itu udah diurus sama Azel. Besok bisa langsung ambil foto profil buat dia."
Baby mengangguk, menyelesaikan catatannya. Kemudian satu persatu panitia meninggalkan ruang pertemuan.
"Katanya kemaren Haras pingsan? Beneran? Parah nggak? Dia sampai nggak masuk tadi.." empat anak perempuan tengah mengobrol yang tak sengaja Baby dengar.
"Iya. Dia nggak masuk tadi. Kayaknya masih sakit.."
Baby sudah menghubungi Kayhan dan ternyata laki-laki itu sedang ada di taman tak jauh dari gedung tempat ia rapat. Tampak beberapa orang ada di sana. Sekitar 7 atau 8 laki-laki dengan dua orang perempuan.
Kayhan mengangkat tangan menyapa Baby. Yang lainnya menoleh ke arah perempuan itu. Dekat dengan Haras dan Kayhan juga membuat Baby jadi mengenal banyak anak teknik. Terutama dari jurusan Arsitektur.
"Duduk dulu, By.."
"Lagi pada ngapain di sini? Serius banget kayaknya.."
"Nggak serius banget kok," sahut salah satu perempuan di sana bernama Nina. "Kita lagi bahas nih, berita terhangat di FTSL." Nina terkekeh.
"Itu, soal si Haras yang dihukum Bang Ron.."
Baby manggut-manggut. Padahal sebenarnya dia belum tau detail cerita itu karena dia belum bertemu Haras. Tapi ia sudah banyak dengar dan sepertinya memang hot.
"Akun medsos lo nggak di hack kan, Bang?" Canda Nayya.
Ron yang sedang memainkan ponselnya menoleh. "Nih gue lagi bikin akun baru.." jawabnya asal.
Suara tawa langsung menggema di sana.
"Psttt, jangan kencang-kencang ketawanya. Lo mau disamperin setan kampus?"
"Lah ini setannya duduk depan gue.." sahut Nayya. Ron langsung menghadiahi Nayya dengan jitakan di kening.
"Sakit woy.."
"Heran deh nih berdua ribut mulu. Hati-hati ntar jadi suka.." godaan itu disambut dengan siulan dan cuit-cuitan oleh yang lain.
"Enggaklah.." jawab Nayya.
"Hati-hati loh, Nay. Bang Ron ganteng gini. Kena kedip bisa jadi bucin lo.."
"Dia bukan tipe gue walaupun ya gue akui sih dia ganteng.." Nayya mencibir pada Ron. Laki-laki itu justru merespon dengan anggukan.
Baby memperhatikan interaksi orang-orang di depannya itu dengan seksama. Kadang ada rasa takjub melihat bagaimana akrabnya hubungan antara senior dan junior itu. Baby bukan baru mengenal anak-anak teknik. Jadi ia sudah tau bagaimana keakraban dan solidaritas mereka.
"Lagian Bang Ron tipe nya bukan gue. Iya kan, Bang?" Nayya memain-mainkan alisnya. Menggoda Ron seolah ia tau rahasia laki-laki berlesung pipi itu.
"Wahh ada apa nih? Lo punya gebetan bang??" Ron langsung diserbu.
"Serius?? Siapa woy??? Anjir. Bang Ron akhirnya... lo mau juga melepas masa jomblo lo..."
Ron menghela napas. "Bacot elah.."
Nayya menoleh pada Baby, mengabaikan keributan teman-teman dan seniornya itu.
"Tumben lo sendiri. Mana Milani?"
"Dia nggak ikut jadi panitia."
"Ohh.."
"Kenapa? Ada perlu sama Milani?"
Nayya menggeleng dan tersenyum.
"Wah beneran nih, beritanya udah bukan terhangat di FTSL lagi, tapi udah jadi berita terhangat di kampus.."
Laki-laki memakai jaket jeans itu memperlihatkan layar ponselnya pada yang lain. "Liat nih, temen gue dari jurusan lain sampe nanya ke gue. Terkenal lo Bang.."
Ron membuang napas dengan tenang, masih terlihat santai.
"Lagian cari masalah sama King kampus.." seru Nina.
"Si Haras noh timingnya pas. Bisa banget dia. Habis pingsan ngilang.." timpal senior angkatan 14, teman Ron disertai gelak tawa.
"Udah kebal gue yang begituan. Lagian hukuman begitu masih mendinglah. Iya kan?" Ron menepuk bahu Kayhan yang duduk di sebelahnya.
"Taik. Gue dulu lo botakin."
Tawa Ron meledak. "Nggak sampai botak setan."
"Rambut gue tinggal satu senti doang, Bang. Untung masih ganteng.."
"Waktu itu tuh gue sering banget dapet sms horor.."
"Gue juga ada ngirim pesan ke lo," celetuk Nina.
"Apaan?"
"Satu dari sepuluh orang yang ngirim pesan nyumpahin lo itu adalah gue.."
"Ha ha ha. Ngapain lo ikutan? Dendam kesumat? Emang lo ada dikerjain Bang Ron?"
"Nggak sih. Bete aja gue liat dia. Terus pas yang dia botakin si Kay, gue dihasut anak-anak fanclub dia buat ngirim pesan jahat ke Bang Ren. Karena kebetulan gue lagi keki juga ya gue kirim.."
"Bangga banget ya lo mengakui kesalahan..." ujar Ren.
"Anjir, Bang sakit woy!! Lah taik rambut gue woy... sakit monyet...!!"
Suasana seperti itu bukan pemandangan aneh bagi Baby. Hampir selalu ia temui di perkumpulan anak teknik. Baby bersyukur Haras berada di lingkungan yang baik.
...
"Kenapa nggak diangkat?" Ponsel Kayhan sudah tiga kali berbunyi sejak mereka meninggalkan taman.
Kayhan menyalakan mesin mobil. Ia menoleh. "Nggak penting, nomor baru. Orang iseng.."
Kayhan menekan pedal gas, melaju meninggalkan area kampus.
Intro lagu terdengar dari tape.
"Eh ini lagu favorite lo kan? Lagu favoritenya Haras juga.." ujar Baby begitu mendengar intro.
Kayhan mengangguk.
Yesterday
All my troubles seemed so far away
Now it looks as though they're here to stay
Oh, I believe in yesterday ?
"The Beatles, Yesterday.." tebak Baby.
"Anda benaaarrrr...."
Baby dan Kayhan sama-sama bersorak layaknya orang yang baru menang undian.
"Kay..." panggil Baby di tengah lagu yang mengalun.
"Kenapa?"
"Gue mo nanya, tapi jangan marah ya.."
"Hm.."
"Lo, kenapa kayaknya nggak suka sama Cindy?"
Kayhan terkejut, kemudian menoleh pada Baby. "Kok tiba-tiba nanya itu?"
"Keinget aja.."
"Emang kelihatannya gue nggak suka sama dia?"
"Dari cerita Haras sama ekspresi lo sih kelihatannya gitu.."
Kayhan mengetuk-ngetuk jarinya ke kemudi stir. "Gimana ya? Dibilang nggak suka sih enggak juga. Cuma, dia itu ngeselin. Lo tau lah gimana arrogantnya dia."
"Iya sih, emang. Dari dulu udah kayak gitu."
"Kayaknya pas SD gue pernah ketemu dia nggak gitu-gitu amat."
"Cindy tuh sebenarnya baik.."
"Tau dari mana lo?"
"Feeling aja. Itu juga buktinya yang lo bilang waktu SD dia nggak gitu-gitu amat.."
"Ya waktu itu kan dia taunya gue anak temen orang tuanya.."
"Emang menurut lo dia nggak baik?"
Kayhan terdiam. Ia terlihat berpikir. "Hmm, ya enggak juga sih. Ya gimana, susah jelasinnya. Gue nggak tau dia baik apa enggak, cuma dia itu ngeselin menurut gue."
"Gue tau lo juga sebenarnya nganggap dia baik, kan?"
"Kapan gue bilang gitu?"
"Itu di kepala lo.."
"Ha ha ha. Lo bisa baca isi kepala gue? Tukang sulap dong.."
"Ya enggak."
"Yaudahlah, ngapain sih jadi bahas Cindy? Mending bahas politik aja.. apa bahas masalah pendidikan di Indonesia.."
Tawa Baby pecah. "Gue berasa lagi di ILC. Harusnya lo ambil HI, Kay, bukan Ars."
"Sebenarnya dulu gue mau jadi bidan. Tapi taunya laki-laki gaboleh jadi bidan.."
"Astaga.. ya ampun, sakit perut gue, Kay.. sekalian aja lo jadi dukun beranak.."
"Lo remehin nih. Gue pernah tau bantuin kucing melahirkan.."
"Jangan bilang pas kucingnya tarik napas lo ikutan nahan napas.."
"Ih kok lo tau..."
"Dasar somplak..." Baby sampai memegangi perutnya saking puasnya tertawa. Musik sudah terabaikan begitu saja karena obrolan tidak bermutu mereka terasa lebih menarik. Nyatanya Kayhan hanya seperti ini dengan orang-orang yang benar-benar sangat dekat dengannya saja. Ia menjadi 180 derjat berbeda, di lingkungan yang ia anggap zona nyaman.
***
"I have so much that I want to say to you, but I can't say a word." — Michelle Burns