Bab 41 : Selamanya

1196 Words
Pagi datang lebih lambat. Selain tak bisa memejamkan mata, Akram cukup gelisah. Ia memang tidak berada dalam satu kamar dengan Mia. Namun, bayangan luka di punggung itu tampak jelas di depan mata. Pengagum rahasi, puisi, kaos bola dan romansa kisah sekolah menengah yang manis. Akram tak pernah tahu Mia terlibat dalam rangkaian itu. Akram pun meraih ponselnya untuk membunuh waktu. Mengecek kembali pesan lamanya dengan Nasha. Juga beberapa kolase foto yang ia miliki. "Mengapa berbohong? Atas dasar apa?" gumam Akram. Selimut yang menjadi satu-satunya teman ia tarik. Akram harus mengistirahatkan badan. Dengan begitu pagi akan segera datang. Sementara Mia di dalam kamar tak memikirkan apa-apa. Ia tak menguncinya karena jika suatu waktu suaminya datang, ia harus siap. Yang pasti Mia tetap mengenakan jilbab untuk sekadar berjaga-jaga. Rasanya aneh memang, ditambah tadi ia cukup berani menunjukkan diri. Mia menggeleng. Ia tak peduli. Ia harus segera terlelap agar tidak terlambat menunaikan ibadah malam. Selain tubuhnya sudah lelah, matanya juga mulai terasa berat. Tidur menjadi satu cara ampuh mengembalikan stamina. Tanpa pernah diduga Akram dan Mia malam terlewati begitu saja. Bahkan, keduanya sama-sama nyenyak dalam tidurnya dan terbangun pukul 06.00 WIB. Mia bergegas menuju kamar mandi. Tak seharusnya terlambat begini. "Sebentar!" teriak Akram dari dalam. Ia pun kesiangan. Mia tak mungkin menerobos masuk. Hanya bisa pasrah karena sudah sangat terlambat untuk menunaikan ibadah salat subuh. "Nggak pasang alarm?" tanya Akram begitu keluar dari kamar mandi. Rambutnya sedikit basah terkena air wudu. Mia menggeleng. "Sudah, tapi nggak kedengeran." Akram menggeser tubuhnya ke kiri. Memberi jalan untuk Mia. "Buruan," ujarnya. Mia mengangguk. Ia memang harus bergegas. Tanpa Mia sadari, Akram juga kesiangan. Namun, gaya laki-laki itu tak seterkejut dirinya. Akram pun melakukan dua rakaat subuh meski sudah sangat terlambat. "Pagi! Spada Everybody!" teriak Delia yang baru sajam sampai. Rupanya semalaman Akram dan Mia tak mengunci pintu vilanya. Akram yang baru saja selesai berdoa pun tersentak. "Kok bisa masuk, Kak?" "Nggak dikunci, kok." "Yang bener?" "Nih, buktinya kakak bisa masuk." Akram mengamati pintu itu. "Aneh," gumamnya. "Eh, Kak Delia," ucap Mia setelah dari kamar utama. "Baru bangun?" tanya Delia cukup kaget. Mia pun mengangguk kecil. Sungguh memalukan ditambah ekspresi wajah Delia yang tampak memikirkan hal tidak-tidak. "Ya udah deh, sekarang buruan mandi. Kita ke Malioboro." "Malioboro? Ngapain, Kak?" timpal Akram. "Katanya mau kerja?" "Oh, jadi?" "Jadi, lah. Mas Valga udah duluan ke sana. Nanti kamu yang nyetir, ya." Akram pun mengangguk. "Ya udah, Mia siap-siap dulu, Kak." "Ya, ya, ya. Yang cantik adikku." *** Pergi ke Jogja tanpa berjalan-jalan ke Malioboro kurang lengkap rasanya. Sebuah jalanan yang menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan. Tentu bagi Nasha, malioboro sudah terlihat biasa. Namun, bagi Hilmi, Risa dan Bagas berbeda. "Kalian mau kaya turis gitu?" tanya Hilmi memastikan. Ia sendiri cukup malas menyusuri jalan. "Iya, lah, Hil. Kapan lagi coba?" "Tapi rame banget. Aku rada males." "Lah, lo ma gitu, Hil. Ayolah," ajak Bagas. Kalau Hilmi tidak ikut siapa yang akan membayar? Begitu pikirnya. "Gimana, Sha?" tanya Hilmi. Ia harus memastikan. "Aku ngikut, Hil. Mau tetap di sini juga nggak apa-apa." "Sha, nggak kooperatif banget sih," timpal Risa. Nasha pun terkekeh. Rupanya sahabatnya memang ingin merasakan sensasi jalanan Malioboro. Tidak seperti dirinya. "Sini aja, lah, Hil," ujar Nasha sambil terkikik. Hilmi pun tersenyum. "Okeh, Cintaaaa." Sontak Bagas dan Risa membelalak. "Cinta?" Hilmi mengangguk kecil. "Gue diterima guys," ujarnya. Nasha tersipu malu. Akhirnya ia memang memutuskan menjadikan Hilmi sebagai kekasih. Tepatnya semalam di balkon kamar hotel saat Risa dan Bagas sedang keluar. Satu hal yang ia harapkan tidak menjadi sebuah kesalahan. Risa dan Bagas pun duduk lagi di kursi. Merasa berita jadiannya Hilmi dan Nasha jauh lebih menarik dibandingkan acara jalan-jalan itu. Keduanya kembali mengaduk vanila latte mereka yang tinggal separuh. "Nggak jadi?" seloroh Nasha. "Gue lebih penasaran sama kisah kalian. Kok bisa?" tanya Risa. "Bisa dong, kan belakangnya aaaa," jawab Nasha. Hilmi pun tergelak. Kekasihnya pandai melucu dan menghibur orang-orang. Satu daya tarik tersendiri baginya. Keempatnya kembali terlibat dalam obrolan. Salah satu kafe yang ada di mall terdekat di jalan malioboro itu semakin ramai. Hilmi, Risa, Nasha dan Bagas tetap asyik saja. "Eh, bentar aku ke toilet dulu," ujar Nasha. "Biar aku temenin." "Cieeee yang baru jadian." "Nggak mikir aneh-aneh, Sa." "Loh, emangnya aku bilang kamu mau nemenin ke dalem? Nggak kan?" Hilmi pun salah tingkah. Ia sendiri yang berpikir macam-macam. Ia malu sendiri. Nasha melangkah. Mengabaikan ejekan Risa dan tiba-tiba langkahnya terhenti. "Kenapa, Sha?" tanya Hilmi. Nasha menggeleng. Tatapannya mengarah ke depan. Hilmi pun mengikutinya. "Aku nggak jadi, Hil," ujar Nasha siap berbalik ke kursinya. Namun, Hilmi mencegah. "Ada aku. Its okay." Hilmi meraih tangan Nasha. Nasha menggeleng. Tidak dia tidak mungkin berjalan ke sana. Terlebih ada Mia di sana. "Ayo," ucap Hilmi. "Enggak, Hil. Enggak." "Nggak baik kalau ditahan." "Cari yang di luar mall aja, Hil." Nasha melepaskan genggaman tangan Hilmi. Dalam hati Hilmi cukup kesal. Harusnya ini menjadi momen baik untuk menunjukkan hubunga mereka di depan pria bernama Dabial Akram. Sayang, Nasha justru menghindar. Hilmi menatap lurus ke arah meja itu. Tampak dua pasangan berada di sana. Hatinya kesal. Tanpa disengaja tatapannya bertemu dengan gadis berkerudung yang duduk di samping Akram. Hilmi terus mengamati sampai Mia merasa kurang nyaman. Ia pun menundukkan pandangan. "Mas," ucapnya pada Akram. "Ya?" Tangan Mia sedikit terangkat. Telunjuknya terarah ke tempat Hilmi berada. Akram mengikutinya. Dengan begitu dua rival abadi itu pun bertemu. Akram tak hanya terkejut. Ia merasa cukup sial harus bertemu Hilmi di tempat seperti ini. Pasti ada Nasha juga. Hilmi terus menatapnya, memberikan tanda mereka harus bersua. "Kamu tunggu sini," ujarnya. Mia mengangguk. Tak berani membantah perintah Akram. Ia hanya berpura tidak terjadi apa-apa. "Kak, aku ke toilet dulu." "Toilet?" "Iya." "Lurus sana ya, Kram. Hati-hati," jawab Valga. "Ya, Kak." Dan arah yang ditunjukkan Valga adalah arah yang menghubungkannya dengan Hilmi. Pria itu sengaja menunggu di lorong menuju toilet. "Liburan lo?" tanya Hilmi kasar. "Iya." "Sama adek kakak lo?" Akram tersenyum tipis. Rupanya Hilmi belum tahu siapa Mia. "Istri dan kakak." "Istri lo? Lo udah nikah?" Akram mengangguk. Mungkin Nasha tidak memberitahukannya. "Dengerin. Gue sama Nasha udah jadian. Tadinya Nasha mau ke toilet. Tapi karena liat lo sama keluarga lo jadi nggak mau. Please lo jadi cowok jangan b*****t-b*****t amat!" Akram membelalak. b*****t dia bilang? "Kalau lo emang udah punya istri. Urus istri lo baik-baik. Nggak usah lo gangguin cewek gue. Sampai dia ngrasa nggak nyaman." "Aku nggak pernah gangguin," timpal Akram. "Terserah lo, lah. Yang pasti gue nggak suka Nasha jadi nggak nyaman karena ada lo." Hilmi mendorong tubuh Akram. Dalam hati Akram kesal setengah mati. Bukan urusannya jika Nasha menjadi tidak nyaman. Harusnya Hilmi tak bersikap berlebihan. Akram menghela napas. "Di mana Nasha sekarang?" tanyanya "What? Kamu nanyain cewek geu?" Akram mengangguk. Ia perlu bertemu Nasha. "Basi, lo!" "Biar kukenalin sama istriku. Biar tidak salah paham." Hilmi berpikir sejenak. Ide yang tidak buruk. "Serius lo?" Akram mengangguk. "Jalan Malioboro depan benteng," jawab Hilmi melihat jam. "Oke. Sebentar lagi aku ke sana." "Pastiin lo kasih kejelasan sejelas-jelasnya." "Iya." Hilmi cukup tertarik dengan ide Akram. Dengan begitu Nasha pasti bisa melupakan mantan kekasihnya. Hilmi membenarkan krah bajunya. Merasa kesepakatannya dengan Akram sudah selesai. Ia beranjak dari lorong itu. Akram menarik napas dalam. Ia menata hati dan perasaan. "Ini akan menjadi akhir dan selamanya," desisnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD