bc

Antara Kita

book_age16+
159
FOLLOW
2.3K
READ
love after marriage
arranged marriage
self-improved
inspirational
sweet
wife
husband
like
intro-logo
Blurb

Patah hati terhebat dialami oleh Danial Akram. Hubungannya dengan gadis bernama Nasha Tahirah kandas setelah terjalin cukup lama. Akram akhirnya memahami bahwa kata putus yang menjadi sekat antara dirinya dan Nasha adalah yang terbaik. Terlebih saat ia sendiri sudah di-warning untuk segera menikah dengan perempuan pilihan ibunya.

Gadis bernama Miana Agya hadir di tengah badai patah hati yang dialami pria itu. Mia

berusaha agar perjodohan mereka berjalan sesuai rencana. Namun, Akram merasa perasaannya untuk Nasha belum sempurna sirna. Ia tak serta merta memberikan hatinya meski sudah berada dalam ikatan halal dengan Mia. Sikapnya tetap dingin dan tertutup. Hingga satu waktu Akram menemukan keping lain tentang Mia yang tak diketahui banyak orang.

Bagaimana nasib pernikahannya dengan Mia setelah mengetahui itu semua?

chap-preview
Free preview
Bab 1 : Kado Ulang Tahun
Akram cukup terkejut saat melihat Delia--kakak keduanya datang ke rumah Dania--kakak pertamanya, di waktu sore. Biasanya hal itu jarang terjadi. "Udah dari tadi?" tanya Delia seraya menerima uluran tangan Akram. "Baru, Kak." "Ya udah duduk dulu. Kakak mau ke dalam." "Dah biasanya kali, Kak. Kakak, tuh, yang nggak pernah main," ujar Akram. Delia hanya tersenyum. Ia melangkah masuk menuju ruang tengah mencari Dania. Sebuah pesan singkat dikirimkan oleh ibu mereka pagi tadi. Pesan yang pastinya sangat penting setiap satu tahun sekali sampai membuat seorang Delia mau pulang tanpa planning matang. Delia perlu menemui Dania dulu sebelum nanti keluarga mereka duduk bersama. "Yakin, Kak? Nggak ada opsi lain lagi?" Delia sudah duduk di salah satu kursi di ruang makan Dania. Dari posisinya, ia tetap bisa mengajak Dania yang sedang memasak berbicara. Tampak jelas bahu Dania turun begitu Delia bertanya. Tangan kanannya masih mengaduk kuah sayur bening. "Anak mana, Kak? Kakak kenal?" Dania mengecilkan api kompor lalu berbalik melihat adiknya. "Cuma tahu sedikit." "Kaya? Anak juragan? Pejabat? Apa pengusaha?" Mata Delia membulat. Ia menjadi sangat paham tipe-tipe menilai orang semenjak menikah. "Kakak belum tahu pasti. Masih orang sini, aja. Beda RT sama Kakak juga Ibu." "Lah dapat satu desa lagi?" Dania mengangguk. "Makanya biar Akram nggak syok baiknya gimana? Kita ngomong dulu atau biar langsung tahu dari Ibu. Kakak butuh pendapatmu." "Akram baru enam bulan kerja. Pasti dia pingin eksplore dulu lah, Kak. Nggak mungkin mau kalau disuruh nikah gitu. Lagian dia anak laki nggak kaya kita yang cewek." Delia tak habis pikir dengan jalan pemikiran ibunya. Selalu menentukan jodoh untuk anak-anaknya. Ibu menjadi pengambil keputusan mutlak serta sepihak. "Iya. Baiknya kita kasih tahu enggak?" "Kalau dikasih tahu ntar dikira kita sekongkol sama Ibu ikut ngatur-ngatur soal jodoh. Akram juga udah punya pacar, 'kan, Kak? Nggak kasihan?" Delia tahu betul siapa kekasih Akram. Dania pun mendesah. Satu fakta yang bahkan membuat semuanya semakin runyam. Dulu, ia juga sama. Memiliki kekasih yang harus ia tinggalkan demi menikah dengan laki-laki pilihan ibunya.   "Nggak usah ngomong dulu, ya. Tapi, sama aja kita bohongin dia, ya?" Dania meragu. "Ah, nggak tahu, lah, Kak! Aku mumet mikirnya. Biarin urusan Akram sama ibu bapak, aja. Kita nggak usah ikut campur." Delia pasrah. Ia mengempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Perkara menikah di keluarganya selalu diawali dengan hal-hal semacam ini. Dania mendesah lagi. "Ya udah. Kita tunggu aja. Habis ini bareng-bareng ke rumah ibu. Kakak bonceng kamu. Kue udah Kakak pesenin. Tinggal bawa aja." Delia mengangguk. Hari ini adalah hari ulang tahun ibu mereka. Sesuai rencana mereka akan merayakannya. Memang tidak lengkap karena suami Dania sedang dinas keluar kota. Sementara suami Delia sedang tidak bisa izin meninggalkan pekerjaan. Perayaan ulang tahun ibu mereka dibuat sederhana. *** Danial Akram pria muda berusia 19 tahun itu menikmati hari-harinya bekerja di Betamart--minimarket terbesar di kecamatan mereka tinggal. Setelah melewati masa training dan menjadi karyawan tetap, ia mendedikasikan penuh dirinya pada pekerjaan itu. Baginya menjadi Crew Store di sana sudah sangat keren. Ia menjadi cukup sibuk dan melupakan beberapa part penting dalam hidupnya. Termasuk momen di sore ini. "Kak," ujar Akram begitu Dania dan Delia sampai di rumah masa kecil mereka. Akram sudah memarkirkan motornya beberapa menit lalu. "Udah, Kakak udah bawa. Hadiahnya juga Kakak tulis Dania, Delia, Danial." "Serius?" “Dua rius. Dah, ayo masuk dulu." "Maaf, Kak, aku kelupaan." Delia menepuk punggung Akram. Berdiri di sampingnya. "Santai aja. Besok gantiin uangnya di Kakak. Transfer aja kalau habis gajian. Kado kali ini kita patungan." Dania hanya bisa menggeleng. Ia berjalan masuk ke rumah ibu mereka. Diikuti Delia yang membawa kue serta Akram yang menggandeng Malka--keponakannya. "Akhirnya datang juga. Noh, ibunya di belakang udah ngambek." Danu-ayah Dania, Delia, dan Akram menyambut kedatangan mereka. "Tadi mampir dulu di Kak Dania, Pak." Akram meraih punggung tangan laki-laki itu lalu menciumnya. "Ini mantu-mantu nggak ada yang datang?" "Maaf, Pak. Mas Pram sibuk," jawab Delia bergantian menyalami Danu. "Bapak tahu, 'kan? Katanya desa ngadain study tour." Dania menjelaskan alasan suaminya tidak datang. "Ah, iya. Katanya begitu. Ya udah nggak apa-apa. Yang penting ada cucu bapak." Danu mengangkat tubuh Malka. Menggendongnya penuh cinta. Ia menggiring ketiga anaknya memasuki ruang keluarga. Namun, Malka tidak mau. "Mau main?"  "Iya, Kung." "Kalian duluan, aja, ya." "Ya, Pak," jawab Dania, Delia serta Akram bersamaan. Mereka paham ayah mereka tidak terlalu suka dengan perayaan semacam itu. "Aku mau ganti baju dulu, Kak." Akram berbelok ke kamarnya. "Ya." Di atas meja makan berbentuk bundar sudah tersaji sebuah tumpeng berukuran sedang. Piring-piring tertumpuk rapi dengan sendok berada di atasnya. Tak ketinggalan satu teko teh beserta gelas di atas nampan. "Wah, niat banget, Bu!" seru Delia seraya duduk di salah satu kursi. Perjalanan dari rumahnya di kabupaten cukup membuatnya kelelahan. Yurika-perempuan yang tahun ini genap berusia 47  tahun keluar dari dapur membawa satu toples kerupuk udang sebagai menu pelengkap. "Iya. Sengaja buat tumpeng karena hari ini special." "Belum lima puluh, Bu. Kok udah special," ujar Dania sembari menerima toples itu. "Kan mau nambah mantu. Jadi special." Yurika berbisik pada Delia juga Dania. Ia tersenyum bahagia. Akram keluar dari kamar setelah mengganti baju seragamnya. Ia langsung menghampiri keluarganya di meja makan. Akram meraih punggung tangan ibunya. "Selamat ulang tahun, Bu. Maaf tahun ini Akram lupa beli kado." Yurika mengulum senyum. Ia tak keberatan dengan ucapan putranya. "Nggak apa-apa. Malah kebeneran. Tahun ini Ibu mau milih sendiri kadonya." "Oh, ya, Bu? Ahamdulillah kalau begitu. Akram beneran lupa, Bu. Besok kita beli ya, Bu, kadonya. Ini udah sore." Akram menggaruk tengkuk. Ia sedikit tidak nyaman karena melupakan hari special sang ibu. Sementara Dania serta Delia duduk diam. Mengamati dengan baik ekspresi wajah ibunya. Merasa bahwa waktu yang ditunggu akan segera tiba. Yurika mengembangkan senyum. Ia mengamati wajah tampan putranya yang jelas tampak begitu sempurna.  "Kadonya nggak bisa dibeli, Kram. Bisanya dilamar." "Mak--sud, Ibu?" "Ibu mau mantu cewek buat kadonya. Ibu pengen kamu nikah tahun ini." Delia serta Dania tak bisa berkata-kata. Ibunya jauh lebih pandai dari yang mereka kira. Kado ulang tahun termahal yang harus dibeli adiknya. Sementara Akram berdiri mematung, terkejut akan penuturan ibunya tentang permintaan kado ulang tahun itu. Tahun ini?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
19.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
107.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
202.8K
bc

My Secret Little Wife

read
115.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook