29. KEKUATAN KHUSUS

2488 Words
Sore menjelang dan langit mulai terlihat mendung. Tampaknya malam ini hujan akan kembali turun. Di tendanya, Kartini, Adipati dan Nando tengah beristirahat setelah kegiatan yang mereka lakukan seharian ini. Adipati dan Nando rebahan di kasurnya masing-masing dengan mata mereka yang terpejam. Latihan yang mereka lakukan hari ini benar-benar menguras energi mereka. Sedangkan Kartini, ia juga merasa lelah karena membantu para pengurus tempat pengungsian untuk mengurusi segala sesuatu yang ada di sana. Untuk itulah mereka sangat membutuhkan istirahat sekarang. Adipati yang masih dalam kondisi terpejam, iseng-iseng melontarkan pertanyaan pada Kartini yang berada di kasurnya. "Kakak nanti membantu mereka lagi?" Sama-sama masih memejamkan kedua matanya, Kartini pun menjawab, "Iya, mereka masih membutuhkan bantuanku." "Apa Kakak juga membantu memasak?" tanya Adipati untuk kedua kali. "Tadi siang tidak, tapi nanti malam, iya," jawab Kartini santai. Seketika Nando membuka kedua matanya dan lalu menatap ke arah Adipati. "Apa Kakakmu tidak akan mengacau di dapur?" tanya Nando melalui suara batinnya. Ia yakin Adipati bisa mendengarnya. Adipati pun ikut membuka kedua matanya dan lalu ikut menatap ke arah Nando. "Kakakku tidak separah itu dalam hal memasak, Nan. Lagi pula kamu kan sudah mencicipi masakannya" ucap Adipati "Tapi dia masih amatir, Di. Sedangkan masakan yang akan ia kerjakan nanti adalah untuk satu tempat pengungsian ini. Bagaimana kalau ia mengacaukannya?" balas Nando. "Tenang saja, semua akan baik-baik saja," kata Adipati dan lalu menutup percakapan. Sementara itu, Kartini yang saat ini sudah dalam posisi duduk dan menatap ke arah Adipati dan juga Nando, merasa keheranan dengan keduanya yang saling tatap-tatapan di kasur mereka masing-masing. "Kalian kenapa saling tatap begitu? Kalian saling naksir satu sama lain ya?" tanya Kartini asal. Adipati dan Nando pun segera mengalihkan pandangan mereka secara kompak ke arah Kartini. Nando langsung protes dengan apa yang Kartini ucapkan karena menurutnya, apa yang gadis cantik itu katakan sangat mengganggu pendengarannya "Enak saja Kakak kalau ngomong! Aku masih normal!" ucap Nando ketus. "Lagian, kenapa kalian saling tatap-tatapan begitu? Kan aneh," balas Kartini. Adipati dan Nando secara refleks saling tatap menatap lagi. Mereka tidak mungkin mengatakan pada Kartini kalau mereka membicarakan tentang skill memasak Kartini yang masih pas-pasan. "Tuh kan, kalian saling tatap lagi," kata Kartini. "Tsk! Terserah Kak Kartini!" ucap Nando dan lalu kembali rebahan. Kartini kemudian tertawa cekikikan. Ia mulai menyukai menggoda Nando yang mudah sekali marah. Kemudian Kartini beralih ke Adipati yang saat ini masih duduk menatapnya. "Masih capek?" tanya Kartini. Sambil tersenyum, Adipati pun menjawab, " Ya, sedikit." Kartini mengangguk dan ikut mengembangkan senyumnya. "Kakak senang melihatmu bisa dengan cepat menguasai kekuatan supermu," ucap Kartini. "Dengan begitu, Kakak tidak perlu khawatir jika terjadi apa-apa denganmu," tambahnya. Adipati yang merasakan hal yang sama seperti Kartini, juga berpikiran baik tentang kekuatan supernya ini. Dengan kekuatan telepati dan telekinesis yang ia miliki, ia bisa melindungi satu-satunya anggota keluarga yang ia miliki sekarang tanpa harus takut memikirkan apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Apalagi sekarang, kondisi Adipati sudah kembali fit dan sehat. Sakit di kepala serta tubuhnya tidak pernah lagi ia rasakan seperti saat pertama kali terjangkit Virus-69. "Dengan kekuatan superku ini, aku akan melindungi Kakak. Aku janji, Kakak tidak akan berada dalam bahaya selama aku masih ada," ucap Adipati. Kartini yang mendengarnya sempat terdiam sejenak. Senyumnya yang manis bahkan sempat hilang dari wajahnya. Namun tak lama setelahnya, ia pun kembali tersenyum dan lalu berterima kasih pada Adipati yang mau berjanji seperti itu kepadanya. "Terima kasih, Di. Kakak sayang sama kamu." "Adi juga sayang sama Kakak." Tanpa keduanya ketahui, Nando yang terpejam, sedari tadi mendengarkan apa yang keduanya bicarakan. Ia merasa begitu iri dengan keduanya yang masih bisa saling melengkapi satu sama lain sebagai anggota keluarga. Dan tiba-tiba saja, bayangan mengenai kedua orang tuanya pun terlintas dalam pikirannya. "Papa ... Mama ...," ucapnya dalam hati. Tanpa sadar, air mata pun menetes di kedua sudut mata Nando. Ia sangat merindukan kedua sosok itu. Adipati yang memiliki kekuatan telepati, dengan cepat menyadari apa yang Nando rasakan. Ia yang awalnya berfokus pada Kartini, kini beralih memandangi punggung Nando yang sedikit bergetar. Namun, ia tidak berani melakukan apa-apa untuk menenangkan Nando, karena ia yakin, kalau ia ikut campur, yang ada perasaan Nando malah akan semakin memburuk. "Aku akan menjadi keluargamu, Nan, sungguh. Aku akan berusaha membuatmu merasa tidak sendirian lagi," batin Adipati. Tak lama setelahnya, dokter muda dengan wajah yang berseri-seri pun datang dengan membawa sekantung plastik berisi camilan yang cukup banyak. Siapa lagi kalau bukan Dokter Nick. "Sore semuanya," sapanya. Kartini dan Adipati pun langsung mengalihkan pandangan mereka ke pintu masuk tenda. "Sore, Dokter Nick," sapa balik Kartini. Adipati menyapa balik Dokter Nick dengan sebuah senyuman. Dari senyumnya, sangat kentara kalau ia sangat senang dengan kedatangan Dokter Nick, yang mana sudah merawatnya sejak ia terjangkit Virus-69. "Aku membawakan camilan untuk kalian," kata Dokter Nick sembari menunjukkan dua buah kantong plastik besar yang ia bawa. "Wah, kebetulan sekali. Aku dari tadi iseng dan mau nyemil," ucap Kartini. Kartini pun bangkit dari kasurnya menuju meja tempat Dokter Nick menaruh dua kantong plastik yang ia bawa. Ia melihat-lihat barang yang ada di dalam kantong plastik sembari mengobrol akrab dengan Dokter Nick. Adipati yang melihatnya pun tidak menyangka kalau kakaknya begitu akrab dengan dokter yang telah mengurusinya. "Mereka terlihat seperti teman yang sudah mengenal sangat lama," batin Adipati. Sementara itu di tempat Jenderal Dipa berada, ia dan rekan-rekannya tengah membenahi stok persenjataan mereka. Semua orang yang mengerti persenjataan, tidak hanya anggota TNI dan polisi, berkumpul di sana untuk merapikan berbox-box stok persenjataan yang mereka miliki. Dilihat dari stok yang sebanyak itu, Jenderal Dipa tidak perlu khawatir untuk kehabisan perlengkapan persenjataan perangnya. Walaupun stok persenjataan dari segala jenis senjata ia miliki, Jenderal Dipa masih mengkhawatirkan para Zyn yang amat sangat sulit untuk dikalahkan. Ia masih belum tahu di mana letak kelemahan dari monster-monster pemakan daging itu. Ia terus mengingat-ingat pertarungannya melawan para Zyn. Dari semua pertarungan yang telah ia lalui, para Zyn memang bisa terus bangkit dan bahkan terkesan tidak bisa mati. Mereka baru mati saat tubuh mereka benar-benar dihancurkan sepenuhnya sehingga mereka tidak bisa beregenerasi lagi. "Masa iya aku dan rekan-rekanku harus menghancurkan tubuh mereka satu per satu agar bisa menang? Itu benar-benar tidak mungkin," batin Jenderal Dipa sembari merapikan stok peluru yang ia taruh di dalam box. Untuk menghancurkan tubuh seekor Zyn bertubuh standar saja sudah sangat sulit, apalagi harus menghancurkan tubuh Zyn dalam jumlah yang banyak? Pasti akan sangat mustahil. Ia mungkin bisa menggunakan bom untuk menghancurkan tubuh para Zyn sekaligus, tapi sangat berisiko baginya dan juga rekan-rekannya karena ledakan bom mungkin saja akan membunuh mereka. "Aku harus segera menemukan kelemahan dari kemampuan regenerasi mereka." Jenderal Dipa bertekad akan membongkar kelemahan para Zyn agar ia bisa dengan mudah mengalahkan mereka dalam pertarungan yang sengit. Tak terasa sebentar lagi hari berganti malam. Langit jingga yang biasanya menghiasi waktu sore, kini terlihat jauh lebih gelap karena cuaca yang mendung. Sepertinya hujan malam ini akan turun cukup deras. Di tengah-tengah ketenangan yang sedang dinikmati oleh para pengungsi yang ada di Gelora Bung Karno, salah satu tim penjaga yang berjaga di atas stadion, kini mulai melihat kepulan asap hitam yang berasal dari arah Pasar Kebayoran Lama. Asap hitam yang awalnya terlihat kecil, semakin lama semakin membesar dan meluas. "Lihat itu," kata si penjaga. "Sepertinya ada kebakaran." Dua penjaga lainnya pun memandang ke arah yang ditunjuk. "Eh, benar. Apakah kita harus melaporkannya para Jenderal Dipa?" "Harus! Laporkan hal ini padanya." Tak berselang lama, Jenderal Dipa yang diberitahu pun akhirnya tiba di atas atap Stadion Gelora Bung Karno. Ia langsung mengamati kepulan asap hitam yang kini sudah sangat mengepul di daerah Pasar Kebayoran Lama. "Bagaimana awal mula asap hitam itu muncul?" tanya Jenderal Dipa. "Awalnya asap itu muncul dari satu titik dan tidak terlalu besar, tapi semakin lama, kepulan asap itu semakin tebal dan melebar. Asap itu bergerak dengan tidak normal, seakan-akan mereka berjalan, tidak tertiup angin," jelas pria yang berjaga. Seketika Jenderal Dipa menaruh curiga pada kepulan asap itu. Dan di saat kecurigaannya itu muncul, kepulan asap hitam yang dikatakan bergerak dengan tidak normal, kini mulai bergerak seperti apa yang penjaga tadi ucapkan. "Aku curiga kalau itu adalah Zyn. Tapi ... kenapa ada kepulan asap hitam? Apa mereka semua dalam kondisi sedang terbakar?" Jenderal Dipa bermonolog. Saat pertanyaan terus berdatangan di dalam pikirannya, kepulan asap hitam malah bergerak mendekat ke arah Gelora Bung Karno. "Pak! Asap hitamnya!" ucap si penjaga sembari menunjuk ke arah asap hitam. Karena kecurigaannya begitu besar, maka Jenderal Dipa memerintahkan untuk segera melakukan pertahanan di luar gerbang masuk Gelora Bung Karno. "Kumpulkan personel, kita harus menjaga tempat ini, sekarang!" titah Jenderal Dipa. "Baik, Pak!" Dengan gesit mereka bergerak mengikuti perintah yang Jenderal Dipa minta. Mereka semua pergi ke tenda para prajurit untuk mengumpulkan para personel sebanyak mungkin dan lalu bersiap untuk melakukan penjagaan di setiap gerbang masuk Gelora Bung Karno. Sementara itu, Jenderal Dipa yang ikut bersiap, kini berjalan cepat menuju tenda tempat Dokter Nick, Kartini, Adipati dan Nando berada. Ada sebuah rencana yang ia pikirkan dan rencana tersebut membutuhkan campur tangan dua Genesis yang ada di sana. Di tempat di mana kepulan asap hitam berada, terlihat puluhan Zyn dengan tubuh yang membara seperti api, berlari cukup cepat ke arah Gelora Bung Karno. Jalanan dan objek apa pun yang mereka lalui seketika terbakar, meleleh dan hangus. Itulah yang menyebabkan timbulnya asap hitam pekat yang terus bergerak secara tidak normal. Para Zyn tersebut tidak terbakar, tubuh merekalah yang menghasilkan panas yang sangat tinggi hingga akhirnya membara seperti batu bara yang sedang dipanaskan. Langit semakin gelap tanda malam telah tiba. Suara guntur pun mulai sering terdengar tanda hujan akan segera turun. Para Zyn dengan tubuh yang membara, saat ini masih terus berlarian dan kini posisi mereka sudah sangat dekat dengan Gelora Bung Karno. Tubuh mereka yang membara menjadikan mereka sangat terlihat di malam yang gelap. Pergerakan mereka tidak terlalu cepat. Mungkin karena kemampuan khusus yang mereka miliki, yang membuat mereka jadi berlari dengan cukup pelan. Selama para Zyn itu bergerak, Zyn-zyn lain yang mereka temui, langsung pergi menjauh. Seakan-akan semuanya takut pada Zyn pemilik tubuh yang membara itu. Hingga akhirnya, mereka pun tiba di kawasan Gedung DPR. Bangunan dan semua yang ada di sana seketika langsung terbakar dan hangus, hingga menimbulkan kepulan asap hitam yang cukup pekat. Jenderal Dipa beserta rekan-rekannya, termasuk Adipati dan juga Nando, kini tengah menatap ke arah kepulan asap hitam yang semakin dekat ke arah mereka. Jenderal Dipa yang membawa dua Genesis bersamanya, lantas menanyai Adipati perihal apa yang ada di kepulan asap hitam yang ada di sana. "Apakah kamu bisa menggunakan kekuatan pikiranmu untuk memeriksa apa yang ada di sana?" tanya Jenderal Dipa. "Aku tidak tahu, tapi akan aku coba," ucap Adipati. Adipati kemudian memejamkan kedua matanya dan lalu mulai berkonsentrasi pada kekuatan supernya. Ia berusaha menggunakan kekuatan pikirannya untuk mendeteksi sinyal-sinyal telepati yang mungkin saja bisa ia tangkap. Awalnya ia tidak mendapatkan apa pun, namun setelah ia mencoba untuk yang ke sekian kali, barulah ia dapat menangkap salah satu sinyal telepati yang dikeluarkan oleh Zyn yang ada di depan sana. "Dapat!" kata Adipati. Ia kemudian memasuki pikiran Zyn itu yang mana isi kepalanya benar-benar terlihat sangat kacau. Namun dengan tingkat konsentrasinya yang hebat, Adipati akhirnya bisa melihat dari kedua mata Zyn yang sedang dimasukinya. Terlihat di pandangannya saat ini, sosok-sosok Zyn dengan tubuh yang menyala-nyala bagai bara api, tengah berbondong-bondong berjalan ke tempatnya. "Itu Zyn, merekalah yang menciptakan kepulan asap hitam itu," kata Adipati. "Sudah kuduga," ucap Jenderal Dipa. "Tapi bagaimana bisa mereka menciptakan asap hitam itu?" tanyanya. "Tubuh mereka membara, menghasilkan panas yang sangat tinggi hingga akhirnya membakar semua yang dilewatinya," jawab Adipati. "Tubuh yang membara?" tanya Jenderal Dipa memastikan. "Heum, iya," jawab Adipati meyakinkan. Mendengar ucapan Adipati, Jenderal Dipa sempat terdiam sejenak. Selama ia mengurusi masalah Zyn yang merepotkan ini, baru kali ini ia mendengar ada Zyn dengan tubuh yang bisa menghasilkan panas, bahkan bisa sampai membakar segalanya. "Para Zyn ini ... mereka sudah bermutasi sampai ke tingkat yang baru," batin Jenderal Dipa. Ia kemudian teringat dengan Zyn yang ia temui di Stasiun Tanah Abang. Para Zyn yang ada di sana berhasil membuat sarang serta koloni dengan seorang ratu yang memimpin. Bahkan, mereka bisa menambah jumlah koloni dengan menjadikan manusia atau makhluk hidup lainnya yang tidak terinfeksi sebagai anggota koloni mereka. "Mereka terus berkembang hingga akhirnya memiliki sebuah kemampuan khusus. Ini benar-benar gawat." Jenderal Dipa kemudian memikirkan tentang Zyn lain yang mungkin saja sudah memiliki kemampuan khusus seperti para Zyn yang saat ini tengah menuju ke arahnya. "Untuk mengalahkan mereka yang memiliki kemampuan regenerasi luka yang cukup cepat saja sudah sudah sangat sulit, dan sekarang mereka malah memiliki kemampuan khusus. Kapan semua ini akan berakhir?" Kepala Jenderal Dipa jadi sedikit pusing karena memikirkannya. Ia masih belum menemukan kelemahan Zyn dan sekarang ia harus memikirkan cara untuk mengatasi kemampuan khusus yang mereka miliki. Namun, ia kesampingkan dulu semua hal itu. Kini ia harus fokus menghadapi kelompok Zyn yang berada tepat di depan sana. "Bersiap!" ucap Jenderal Dipa. Semua personel bersenjata termasuk Jenderal Dipa sendiri mulai mengangkat senjata mereka dan lalu mengarahkannya ke arah depan. Mereka siap untuk menembaki para Zyn yang kini terus berlari ke arah mereka. "Nando, kamu juga bantu kami untuk mendinginkan mereka," pinta Jenderal Dipa. "Siap, tidak perlu khawatir!" ucap Nando. Zyn yang terlihat sangat bernafsu ketika melihat ada sekelompok manusia berada tepat di depan mereka, lantas segera mempercepat langkah mereka. Mereka sudah sangat kelaparan dan sejak tadi tidak menemukan sumber makanan. Namun, ketika monster-monster itu tengah mendekat dan Jenderal Dipa beserta rekan-rekannya tengah bersiap untuk menyerang, hujan dari arah belakang Jenderal Dipa pun turun. Hujan itu terus bergerak hingga ke tempat para Zyn berada. Para Zyn yang awalnya sangat bernafsu ingin menyerang dan memangsa Jenderal Dipa beserta yang lainnya, kini malah berbalik dan lari kocar-kacir ketika melihat hujan yang turun. Mereka seakan-akan begitu takut tubuh mereka sampai terkena guyuran air hujan. Jenderal Dipa, Adipati, Nando serta semua orang yang melihat kejadian itu, tampak bingung dan bertanya-tanya. "Kenapa mereka kabur?" tanya Nando. Adipati mengangkat tangannya dan lalu menadahi air hujan yang kini sedang turun dengan cukup deras. "Sepertinya ... mereka takut dengan air, makanya mereka lari terbirit-b***t seperti itu," kata Adipati. Jenderal Dipa yang mendengar ucapan Adipati pun setuju dengan anak itu. Ia yang melihat Zyn-zyn itu memiliki kemampuan khusus yang berhubungan dengan api dan juga panas, langsung mengambil kesimpulan kalau mereka semua takut pada air. "Air adalah kelemahan mereka. Akan aku ingat hal ini," batin Jenderal Dipa. Yang awalnya mereka siap mengangkat senjata untuk menyerang demi bisa melindungi tempat pengungsian, kini mereka kembali menurunkan senjata dengan perasaan yang lega. Berkat turunnya hujan, mereka jadi tidak perlu bertarung melawan para Zyn yang memiliki kemampuan khusus itu. "Semoga saja hujan lebih sering turun agar para Zyn dengan kemampuan khusus itu tidak keluar dari tempat persembunyian mereka," ucap Jenderal Dipa dengan penuh harap. Kini, ia dan rekan-rekannya kembali ke pos mereka masing-masing. Tapi sebelum itu, ia bersama dengan Adipati dan juga Nando memutuskan untuk pergi ke tenda tempat Dokter Nick berada. Ia harus segera memberitahukan hal ini pada Dokter Nick karena musuh yang akan mereka hadapi di kemudian hari, sudah semakin kuat dengan kekuatan khusus yang mereka miliki.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD