Part 9

1744 Words
" Apa kabar Silmi?" Tanya Diki memulai pembicaraannya. " Alhamdulillah baik Mas, Mas Diki sendiri gimana?" Tanya gadis berkerudung abu-abu itu. " Alhamdulillah baik juga," Diki tersenyum. Senyuman yang dibuat semenawan mungkin agar gadis dihadapannya terpesona. " Kabar Orang tua Silmi gimana?" Diki sok perhatian menanyakan keluarga Silmi. " Alhamdulillah baik tapi Bapak selama seminggu sempat dirawat." jawab gadis berhidung mancung itu. " Emang sakit apa?" Diki sedikit kaget. " Diabetes. Gulanya tinggi sampai 500." Katanya. " Terus keadaannya sekarang gimana?"Diki penasaran sekaligus prihatin. " Alhamdulillah sudah baikan." jawab Silmi. " Syukurlah, mudah-mudahan sehat selamanya ya." Doa Diki tulus. Diki memberikan daftar menu makanan kepada Silmi. "O iya mau pesan makan apa?" Tanya Diki kepada gadis kecengannya. " Aku mau steak sama jus sirsak." Jawabnya. Diki pun memesan makanan. " Silmi, hmm maksud aku ngajak kamu ke sini aku mau nanya, kamu udah punya pacar belum?" Diki memberanikan diri bertanya. "Aku ga pacaran Mas ." jawab gadis itu jujur. Ia memang belum pernah pacaran. " Sudah lama mas suka ngecengin kamu, mas jatuh hati sama Silmi." Diki mengungkapkan isi hatinya. Tanpa basa basi dan rasa malu. Sungguh tidak romantis. Silmi tersenyum. Ia sudah memprediksinya. " Silmi udah tahu dari Tasya Mas." Serunya. " O, ya?" Diki sedikit kaget dengan ulah keponakannya. " Silmi juga suka kok sama mas Diki, mas Diki orangnya baik. Tapi Silmi ga mau pacaran Mas. Kalau mas serius, mas temuin aja orang tua aku." Silmi menantang Diki. Tentu saja hati Diki bersorak, ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. " InsyaAllah nanti mas temuin mereka, mas juga serius mau langsung nglamar kamu." ucap Diki sungguh-sungguh. " Kalau orang tua aku setuju aku terima mas, tapi kalau orang tua aku nolak aku pasti nurutin mereka." Tutur gadis berkulit putih itu. Diki sedikit shock membayangkan ucapan kalimat kedua Silmi. Ah, apapun yang terjadi yang penting Diki sudah mendapat lampu hijau dari Silmi. Keduanya kini asyik menikmati makan siangnya sambil mengobrol kesana kemari. *** " Kelihatannya happy banget, ada apa sih, lo baru jadian ya." Dany menatap adiknya penuh rasa ingin tahu. " He...he....gua baru ngelamar gadis." Jawabnya riang. " Apa? Siapa?" Dany Setengah tak percaya setelah satu setengah tahun akhirnya adik semata wayangnya itu dekat lagi dengan perempuan. " Silmi." jawab Diki cengengesan. " Temannya Tasya?" Dany menatap tajam sang adik. " Iya." Diki mengangguk. " Seriusan? Emang ga ada cewek lain?"Dany tampak heran. Masa iya saja Diki mau sama sahabat Tasya. " Ga." Jawab Diki mantap. " Lo gila ya, pedofil." Dany berdecak. " Gua cinta beneran sama Silmi." Serunya sok serius. " Silmi nanti manggil gua abang dong, biasanya kan manggil Om terus nanti si Tasya juga manggil Tante sama dia ha..ha..." Dany tertawa mempermasalahkan panggilan nanti. " Eh lo jangan bilang gua p*****l ya, gua pikir wajar. Gua sama Silmi beda ampir 11 tahun. Lo juga aneh lebih ga wajar, mbak Heni dan lo beda nya 10 tahun kan. Jadi kita samaan ya punya selera masing-masing." " Oke deh terserah. Yang penting lo ga jomblo lagi biar ga ngerecokin si Tasya sama Erik." ucap Dany. " Gua mau langsung minta Mami lamar Silmi ke ortu nya di Malang." Tutur Diki yakin dengan niatnya. " Gua doain lancar ya..." Dany juga mendoakan dengan tulus. Pria 3 anak itu sangat prihatin dengan nasib adiknya. Di keluarga Hadiwijaya ga ada sejarahnya yang menikah di usia 30. Bahkan abangnya yang bernama Dimas dulu menikah di usia 23. " Thanks ya." Diki senang akhirnya Dany mau mendukungnya. " Gua pasti bahagia kalau lihat lo bahagia." Seru Dany. " Dan, lo ingat ga sama Alya? mantan lo, first love lo waktu SMP." Diki menyinggung pertemuannya dengan Alya waktu janjian dengan Silmi. " Knapa lo nanyain dia?" Dany mengkerutkan keningnya. Tentu saja ia ingat nama mantannya yang cantik itu. Dulu kan Alya model majalah remaja. " Kemarin gua ketemu sama dia pas mau ketemuan Silmi." Beritahu Diki. " Ha..ha...terus gimana?" Dany tersenyum. Sudah 16 tahun dirinya tidak tahu kabar berita wanita yang lebih tua 3 tahun darinya. " Dulu kan dia cantik banget en langsing, eh sekarang kaya ibu-ibu banget. Gendut gitu deh." Diki mulai menyebar gosip. " Ga kebayang. Jadi pengen lihat. Lo sempat fotoin dia ga? Biasanya lo kan rajin mengabadikan sesuatu " Dany membayangkan sosok Alya. " Gak lah mana sempat. Oh iya Anaknya cowok, namanya Daniel kayanya dia masih inget sama lo sampai ngasih nama yang ampir mirip lo. kemarin juga dia nanyain lo terus titip salam segala." Diki menyampaikan penemuannya. " Ha..ha.." Dany terbahak. " Dia ngasih kartu nama kebetulan punya butik baju pengantin lumayan ntar kalo gua nikah bisa pesen siapa tahu dapet diskon." Diki memberikan kartu nama Alya. " Syahidah Boutique." Dany membaca tulisan di kartu nama tersebut. *** " Mami..." Diki baru saja pulang main tenis bersama Dany dan teman-temannya. " Ada apa Diki?" Sang Mami yang sedang menonton acara TV mengalihkan pandangan ke arah putra bungsunya. Diki duduk di samping Bu Ratih. " Mi, Diki udah punya calon. Diki mau nglamar dia." Tanpa pembukaan dan basa basi pemuda itu mengutarakan niatnya. " Calon? Calon istri maksudnya? Waah, siapa tuh?" Wanita berusia 65 tahun itu tersenyum bahagia. Akhirnya Diki kembali lagi jatuh cinta. " Silmi." Jawabnya. " Silmi yang suka ke sini? temannya Tasya?" Bu Ratih terkejut. " Iya Mi. Diki udah saling kenal. Dia kan ga mau diajak pacaran jadinya minta kita langsung menemui orang tua nya di Malang." Diki memberi penjelasan. Bu Ratih berubah ceria. " Mami juga suka sama Silmi. Anaknya cantik, pinter, sopan, soleh, dia juga bisa masak. Mami setuju banget." Katanya. " Mami dukung Diki? Alhamdulillah, makasih ya Mi." Diki bahagia mendapatkan persetujuan dari ibu kandungnya. Ia lalu mencium dan memeluk wanita paruh tua yang selalu tampak segar itu. " Nanti Mami obrolin ke Papi sama ke kakak-kakak kamu. Biar secepatnya kita temui keluarganya." Sang Mami langsung hendak menyebar kabar gembira anak bungsunya. " Bulan depan kita ke sana ya Mi." Diki tidak sabar. " Jangankan bulan depan minggu depan pun Mami siap. Besok ajak Silmi ke sini ya." Ujar sang Mami mantap. " Makasih ya Mi, Diki sayang Mami." Diki mengeratkan pelukannya. " Mami senang banget akhirnya kamu mau nikah juga." Serunya girang. *** " Alya itu siapa sih Pa?" Heni bertanya kepada Dany yang baru saja selesai mandi dan berganti pakaian. Keduanya berada di kamar. " Kok, Mama nanya Alya." Dany heran tahu darimana istrinya tentang Alya. Ia tidak pernah membahasnya. " Tadi pagi waktu Diki nyamper Papa, Mama denger Papa sama Diki ngomongin cewek yang namanya Alya. Papa bahkan sampe pengen ketemu segala." Heni menatap suami brondongnya dengan tatapan cemburu. " Temen lama."Jawabnya. " Bohong, Itu mantan Papa ya." Heni tidak percaya. Ia kan tadi mendengar obrolan mereka dengan jelas. " Iya." Jawab Dany jujur. Ia memang tidak bisa berbohong kepada istrinya. " Apa? Jadi bener kalian ketemuan." Heni histeris. " Nggak, lagian ngapain ketemuan segala tahu alamatnya aja nggak. Papa juga udah lupa rupanya seperti apa udah belasan tahun ga ketemu." Ujar Dany. Namun Heni tetap cemburu. " Terus tadi Papa nerima kartu namanya?" Heni masih ngotot membahas Alya. " Mama jangan cemburu gitu dong, itu si Diki yang ketemu sama dia. Dia ngasih kartu nama. Kartu namanya buat Diki lah kan Diki mau nikah." Dany bingung harus bicara apalagi. Istrinya sudah menguping banyak pembicaraan dirinya dan Diki. Dany jadi geram sama Diki. Coba kalau Diki tidak membahas pertemuannya dengan Alya. " Ma, Papa cuma cinta sama Mama. Ga ada wanita lain yang lebih cantik selain Mama. Cinta Papa cuma buat Mama. Jadi tolong dong Mama jangan curigaan gitu, emang kapan Papa menghianati Mama. Maafin Papa ya tadi tentang Alya cuma ngomongin doang. Papa ga ada niat buat ketemuan." Dany mendekati istrinya dan berusaha memeluknya namun sang istri malah kabur meninggalkannya keluar kamar. Dany menghela nafas. Kalau lagi ngambek istrinya jadi mirip Tasya. *** Silmi berbaring di atas tempat tidurnya. Waktu menunjukkan pukul setengah 8 malam. Ia kembali mengenang pertemuan dengan Diki kemarin siang. Kenapa dirinya buru-buru menerima Diki bahkan menantangnya untuk menemui ibu bapaknya di Malang. Kok aku jadi kepikiran mas Diki terus sih. Orangnya ganteng sih, baik, soleh walau rada manja. Silmi meraih ponselnya lalu membuka aplikasi WA nya. Ia ingi menghubungi Tasya. Di sana pasti masih siang Silmi Bunda... Tasya Hai Silmi udah di Jakarta? Silmi Udah sejak 3 hari yang lalu Tasya kangen Silmi Kangen kamu sama Baby Ehsan, dia lagi ngapain? Tasya Lagi main sama ayah en Omanya Silmi. Om Diki ngelamar aku Tasya What?! Selamat ya. Terus gimana kamu terima? Silmi Aku suruh dia nemuin ibu bapakku. Tasya cie..cie...bentar lagi kamu jadi Tante aku en Oma nya Ehsan. Ha..ha.. Silmi Kalau di Acc sama ortuku kalau enggak ya batal deh Tasya Aku doain semuanya lancar Silmi Amin Tasya Eh bentar ya Ehsan nangis tuh *** Hari senin pukul 8 pagi Dany melangkahkan kakinya menuju ruangan Diki. " Hai..Pagi Bang Dany." Diki menyapa kakaknya yang datang menghampirinya. " Ga usah basa basi segala, Eh Ki gara-gara lo gua jadi ribut sama istri gua." Dany mengomel. " Gara-gara apaan?" Diki bengong tidak mengerti. " Lo yang ngegosip si Alya, jadinya dia cemburu. Dia denger semuanya. Semalem gua diusir, tidur di ruang kerja deh." Dany menatap tajam Diki. " Sorry Dan, lo jangan marah gitu ntar cepet tua. Gua mau tanggung jawab ntar gua ngomong ke mbak Heni. Jelasin semuanya. Tapi lo jangan hajar gua ya, hari ini kita ada meeting di kantor plus gua juga mau meeting sama Silmi." Diki meringis ngeri membayangkan Dany meninjunya. Pria itu seperti orang gila kalau lagi kumat. Dany berlalu dari hadapan sang adik masih dengan perasaan kesal. Sementara Diki bernafas lega. Usai acara meeting di kantor. " Assalamualaikum." Bu Ratih mengucapkan salam memasuki ruangan Diki. " Mami... papi..." Diki menyambutnya. " Kita jadi ya makan siang bareng Silmi." Ujar Pak yusuf. " Jadi dong Pi." Diki tersenyum bahagia. Awalnya Silmi hendak diundang menemui Bu Ratih namun setelah dipikir-pikir semua sepakat mengajaknya makan siang di luar. " Buruan kamu jemput dia ya. Ini kan udah jam istirahat." Perintah sang Mami. " Siap." Diki bergegas. " Mami sama Papi ngajakin dulu Dany ya..." Kedua suami istri itu pun berjalan menuju ruangan kerja Dany. " Ayo Dan, kita makan siang bareng sekalian ketemuan sama calonnya si Diki." Ajak Pak Yusuf. " Maaf, Dany ga ikut lagi sibuk banyak kerjaan." Tolak putra ke 4 mereka. " Ya udah, diwakili sama Heni aja." Bu Ratih lalu meninggalkan Dany. " Heni mau datang? Bentar Mi, aku ikut." Dany tersenyum gembira mendengar nama istri nya. **** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD