Part 10

1417 Words
Diki dan Silmi berjalan memasuki sebuah restoran mewah untuk makan siang bersama. Di sana Bu Ratih, Pak Yusuf dan Dany sudah menunggu kedatangan mereka berdua. " Assalamualaikum," Gadis cantik itu mengucap salam. " Waalaikumsalam." jawab yang hadir serempak. " Silahkan duduk."Pak Yusuf mempersilahkan Silmi. " Apa kabar Silmi?" Sapa Bu Ratih ramah. Wajahnya terlihat cerah. " Alhamdulillah baik." jawab gadis itu ramah. Tak lupa ia pun menyalami semua yang hadir. Diki dan Silmi duduk berdekatan. Sementara Diki memperhatikan Dany tampak gelisah duduk tidak nyaman karena sang istri belum datang juga. " Heni mau datang ga sih?" Tanyanya sambil memegang ponsel dan mencari kontak istrinya. Ia ingin menghubunginya. Diki menatap sebal sang Abang. Eh, tapi kemana ya kakak iparnya itu. Jangan-jangan mereka masih marahan gara-gara Alya. " Itu dia." Tunjuk Bu Ratih. Dany tidak jadi menelponnya. Wajah Dany berubah cerah seketika. " Maaf ya aku terlambat barusan jemput Nizam dulu dari sekolahnya, mau dibawa ke sini eh malah tidur ya udah aku suruh pulang aja sama Ani." Wanita itu beralasan. Ia menyalami semua yang ada termasuk suaminya, Dany. " Duduk Ma!" Dany menarik kursi di sampingnya. Walaupun lagi marahan, kalau di tempat umum istrinya paling pintar berakting. Seolah tidak terjadi apa-apa. Melihat pemandangan pasangan itu Diki menahan senyumnya. " Thanks." jawab Heni sambil melempar senyuman manisnya. Senyum yang membuat Dany menelan ludahnya. Ih Mama gemesin deh. Batin Dany. Coba kalau ga ada siapa-siapa. " Kenapa senyum-senyum Pa?" Tanya Heni sambil menaikkan sebelah alisnya. Sikap suaminya aneh. " Hari ini Mama cantik banget." Pujinya. Mendengar ucapan Dany semua yang hadir tersenyum geli. Sementara pipi sang istri langsung merona. Diki geleng-geleng kepala melihat aksi gombalan sang abang yang senang pamer kemesraan. Diki tahu kalau keduanya lagi perang dingin. " Silmi, Mami seneng banget mendengar kabar gembira dari kalian." Bu Ratih membuka obrolannya, mengalihkan perhatian semua yang tengah tertuju kepada Dany. Bu Ratih mengakrabkan diri memberikan panggilan Mami bukan Oma seperti biasanya. " Iya, kami sekeluarga sangat mengharapkan kamu mau jadi menantu kami." Pak Yusuf juga menyambutnya. Silmi tersipu malu. Betul kata Tasya Keluarga Hadiwijaya itu welcome. " Terima kasih banyak atas undangan makan siang ini. Terima kasih juga semua yang hadir di sini mau menerima Silmi." Gadis itu tersenyum. Namun di kepalanya ia mulai bingung dengan panggilan yang akan diberikan kepada mereka. Diki juga sangat bahagia. Kadar ketampanannya meningkat 2 kali lipat. Melihat interaksi sang Mami dan Silmi terlihat cocok, mungkin Silmi adalah jodohnya. " Pesen makan dulu dong." ujar Dany. Soal makanan Dany tak sabaran. Mereka malah keasyikan mengobrol. Setelah memesan makanan mereka melanjutkan obrolan. " Kamu berapa bersaudara?" Tanya Bu Ratih. " Tiga. Silmi bungsu" jawabnya. " Oh..semuanya di Malang ya?" " kakak sulung di Malang yang no 2 di Bandung." Kata Silmi. " Mbak Heni juga orang Bandung." Beritahu Diki. Tentu saja tanpa diberi tahu pun Silmi sudah tahu. Setahun bersahabat dengan Tasya ia tahu banyak informasi mengenai semua keluarganya. Silmi sempat iri dengan Tasya yang memiliki keluarga bahagia. " Rencananya kami ingin segera mengunjungi orang tua kamu, Jadi tolong kabari mereka ya secepatnya." Bu Ratih memberitahukan rencana besarnya. " InsyaAllah nanti Silmi kabari mereka." Tutur gadis itu. " Segera ya, soalnya kami mau buat persiapan. Kakaknya Diki yang di Bali dan Yogya pasti ikut. Bundanya Erik juga pasti datang." Tutur Bu Ratih. Wanita itu ingin semua dipersiapkan dengan matang. Apalagi ini momen penting anak bungsunya. Silmi mengangguk. Sedari tadi diam-diam Diki curi-curi pandang ke arah Silmi. Cantik jelita. *** Tepat pukul 2 siang ke 6 orang tersebut meninggalkan tempat itu. " Silmi pulangnya bareng kita aja." Bu Ratih memberi usul. Maksud lainnya wanita itu ingin mengajak nya jalan-jalan. Ia ingin memberikan hadiah kecil untuk bakal calon menantunya. " Iya, Mi. Diki mau langsung balik ke kantor." Diki setuju. Ia ingin Silmi lebih akrab dengan Maminya yang cerewet dan hobby shopping. " Silmi hati-hati ya." Diki melepas Silmi. " Iya mas." Silmi mengangguk. " Diki lo balik ke kantor ya, gua mau ada urusan dulu." Bisik Dany kepada sang adik. Tentu saja Diki pasti menurut, Dany kan bosnya. " Iya, emang lo mau kemana?" Diki heran. " Pokoknya gua ada penting dulu." Pria tampan itu melirik ke arah sang istri. " Ayo Ma." Dany menarik lengan istri nya. Tadinya Heni ingin ikut Mami Ratih. " Aku ikut Mami aja." Tolak Heni. " Ga, Pokoknya Mama ikut Papa. Papa ga kan ke kantor lagi." Jawabnya Setengah memaksa. " Pa, lepasin dong Mama ada urusan penting."Heni berusaha melepaskan tangan Dany. " Urusan nya sama Papa aja." Dany tersenyum penuh arti. Diki meringis melihat drama pasangan Dany dan Heni. " Mereka kenapa?" Tanya Pak Yusuf pada istrinya. " Ga tahu, udah ah biarin aja. Heni sama Dany emang gitu kaya ABG. " jawab sang istri. " Mereka lucu ya." Seru Silmi. " Konyol bukan lucu." Mami Ratih terkekeh. Udah punya cucu kelakuannya masih saja kaya ABG. " Mami sama Papi duluan ya" Wanita itu pamit melambaikan tangan ke arah anak-anaknya. " Kami duluan, Assalamualaikum." Pamit Pak Yusuf. Mereka lalu meninggalkan Dany, Heni dan Diki. " Berkas-berkas yang perlu gua tanda tangan ntar anterin ke rumah ya." Satu lagi perintah Dany kepada Diki. Dany segera menuju mobilnya. Memasukkan istrinya. " Papa apaan sih mau nyulik Mama Yah?" Wanita yang berstatus istrinya bertanya konyol. " Iya." Dany tertawa. Ia seperti penjahat yang menculik anak gadis orang. Melihat ulah kakaknya Diki tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Pasti ada hubungannya dengan pertengkaran mereka tentang Alya. Pikir Diki. *** Hari ini Diki sangat sibuk. Ia bahkan harus lembur menyelesaikan laporan hasil meeting tadi pagi dan persiapan meeting mereka dengan beberapa clientnya besok. Semua gara-gara Dany yang tidak balik lagi ke kantor. Tepat pukul 7 malam pria itu baru bisa pulang. Tidak benar-benar pulang karena harus ke rumah Dany dulu. Mengantarkan berkas-berkas penting yang harus segera ditanda tangani bosnya itu. " Om Diki..." Kedatangan nya langsung diserbu ketiga keponakannya. " Kalian belum tidur? Papa mana?" Diki menatap mereka bergantian. " Belum ngantuk." jawab Nizam si bocah gemuk. "Papa Belum pulang." Seru Dhira. " Sama Mama?" Tanya Diki " Iya, Om" Jawab Dhifa. Ya Allah. Mereka berdua kemana sih. Diki kesal. Dirinya sampai lembur eh mereka malah asyik pacaran. " Kalian cepetan tidur, Ani, Lala cepet bawa mereka ke kamar!" Diki memerintah. " Baik mas." Ani mengangguk. " Ayo bobo dulu." Lala mengajak si kembar. " Ga mau....mau nunggu Papa." Mereka serempak protes. " Papa pulangnya nanti malam." Diki memberi tahu. " Aku mau dibacakan dongeng sama Papa." jawab Nizam manja. Diki jadi kesal. " Aku juga." Dhira yang berusia 6 tahun tidak kalah manja. " Sama mbak Ani aja ya." Babysitter bernama Ani itu membujuk Dhifa. " Iya, kalian tidurnya bertiga ya." Lala membantu Ani. " Pokoknya mau sama Papa." Protes si bungsu. " Mas Diki gimana dong?" Ani kewalahan. " Sama Om aja ya ?" Diki mengalah memberikan tawaran. " Iya" Akhirnya Dhifa dan Dhira setuju. Artinya Nizam juga ikut kakak-kakaknya. Diki menggelengkan kepalanya. Dia jadi membayangkan dirinya punya anak sebanyak itu dan mereka semuanya manja. Sepertinya ia tidak mau punya banyak anak. Satu anak cukup. " Kalian ke kamar duluan.Om nyimpen dulu ini ke ruangan kerja Papa dulu ya." Perintah Diki. Usai menyimpan barang-barang Dany, Diki ke kamar anak-anak membacakan dongeng. Hanya butuh setengah jam membuat mereka terlelap. Pekerjaan yang cukup melelahkan. Sebenarnya ia lebih memilih sibuk di depan laptop mengerjakan pekerjaan kantor seharian daripada mengurus anak-anak. Setelah itu, ia turun ke bawah menuju dapur minta dibuatkan makan malam kepada Bi Cacih. Perutnya luar biasa lapar. Waktu menunjukkan pukul setengah sembilan. Akhirnya semua urusannya beres. Perutnya juga sudah kenyang. Ia lalu pamit kepada Bi Cacih untuk pulang ke apartemennya. Di teras ia bertemu dengan Dany dan Heni yang baru saja tiba. " Kalian dari mana saja sih jam segini baru pulang?" Diki mengintrogasi mereka. " Eh, Diki." Heni tersipu malu. " Iya, semua berkas yang kamu minta udah di taroh di meja kerja ya." Diki menatap Dany kesal. Menyebalkan sekali pasangan itu malah mesra-mesraan. " Thanks ya brother." Dany memeluk adiknya. Diki memang selalu bisa diandalkan. " Jangan suka ninggalin anak-anak dong, aku sampai harus nidurin mereka. Semua pada minta di bacain dongeng." Diki mengadu. " Mereka kan ada yang jagain." jawab Dany. " Kalian sih kaya pengantin baru aja. Malah asyik berduaan. Ya udah aku pulang dulu." Pamit Diki. Ia sangat lelah dan ingin segera istirahat. Tentunya ia juga ingin segera menghubungi Silmi sang pujaan hatinya. Usai makan siang tadi mereka berdua belum lagi berkomunikasi. " Makasih ya Dik," ucap Heni kepada adik iparnya. Sekarang Diki banyak berubah. Jadi lebih sabar menghadapi keponakannya. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD