Acara makan bersama kami yang pertama telah selesai dengan respon STIGMA yang memuaskan.
Risa cukup bangga dengan kemampuan memasaknya. Ternyata membantu ibunya memasak di waktu senggang adalah sebuah keuntungan. Hanya saja, semua ini terasa kurang tanpa kehadiran Juna.
Ya. Juna tidak turun untuk sarapan.
"Biarkan saja. Anak itu pasti kerja semalaman lagi." Kata Baekhyeon.
"Benar. Biarkan hyung beristirahat sebentar. Nanti pasti akan turun kalau sudah waktunya lapar. "
"Tapi Dongmin oppa, bukankah itu tidak baik untuk kesehatan. Kalian begitu sibuk dengan jadwal yang padat. Harusnya yang terpenting adalah mengatur pola makan kalian."
Mereka saling berpandangan.
"Ehem, Risa-ya. Kau tenang saja. Kami bertujuh sudah terbiasa dengan jadwal seperti ini." Yonghwa memperlihatkan senyum manisnya.
"Nde noona, kita juga minum vitamin dengan teratur." tambah Ye Jun sambil melahap makanannya.
"Kookie-ah . ." kau benar benar menggemaskan seperti kelinci kecil.
"Aigoo . . tidak apa-apa, Risa-ya. Terima kasih, kami baik-baik saja. " Dayon ikut meyakinkan. Telapak tangan besarnya menepuk lembut kepala Risa.
Ah, Jantungku.
"Wuaa sungguh. Ini benar-benar rasa baru untukku. Hyung, apa kau bisa membuat perkedel ini?" Jung Wook sepertinya jatuh cinta dengan perkedel itu.
"Hmm aku akan mencoba membuatnya nanti. Risa-ya, kau bisa mengajariku?"
TENTU SAJAAA ( maaf capslock jebol.)
Dengan senyuman merekah aku menjawabnya, "nde, Baekhyeon oppa." Lalu menambahkan, "ah dengan satu syarat."
Semua mata memandang penasaran kelanjutannya.
"Bisakah Baekhyeon oppa mengajariku membuat masakan Korea? Sepertinya aku bisa membuka bisnis di negaraku dengan ketrampilan itu."
Dan semua member tertawa dengan ideku.
"Oke, Kall (setuju)."
***
Acara makan itu sudah selesai beberapa jam yang lalu. Semua member sudah berpencar di tempat masing-masing dengan sendirinya.
Risa sendiri memilih pergi kekamarnya untuk mulai membuat lagu. Gadis itu sekarang sedang duduk diranjangnya yang berdempetan dengan jendela.
Punggungnya bersender di dinding. di pangkuannya terdapat sebuah gitar dan juga beberapa kertas coretan berupa note-note acak yang berserakan di ranjangnya. Bahkan ada yang terjatuh di lantai.
Semuanya gagal.
"Aarrgghhhh!" Teriaknya sambil mencak-mencak.
Risa mulai putus asa. Tidak tahu harus memulai dari mana. Berkali-kali dia memulai sebuah nada, namun jatuhnya seperti nada yang sama dengan milik orang.
Bagaimana sebenarnya cara kerja musisi seperti mereka membuat lagu. Apalagi membuatnya dalam semalam seperti Juna atau Dongmin.
Bisakah Risa menciptakan sebuah lagu? Bahkan gadis itu tidak bisa menghafal sempurna lirik lagu pop di negara asalnya.
Sejujurnya gadis itu tidak pernah benar-benar mendalami musik. Berfikir selama berjam-jam membuat kerongkongannya begitu kering. Akhirnya Risa memutuskan untuk keluar kamar mengambil minuman.
Sebelum beranjak, Risa memasang headset dan memainkan musiknya. Siapa tau mendapat inspirasi.
Cklek !
Suara pintu dibuka dari dalam. Risa berjalan kedapur.
Ternyata dia menemukan Juna yang sepertinya sedang mencari sesuatu. Risa menghampirinya.
"Juna oppa. Kau butuh sesuatu?"
Juna melihatnya sebentar, lalu melanjutkan pencariannya.
"Bukan apa-apa."
Setelah itu tujuannya beralih ke lemari pendingin. Membukanya, dan muncul raut kecewa diwajahnya.
Akhirnya pria itu mengambil keripik kentang dan beberapa sossis disana. Semua itu tidak luput dari penglihatan Risa. Gadis itu mulai mengerti.
"Oppa, kau lapar?"
"Tidak."
Krrrrrucukkkk . .
Suara perut Juna. Kedua orang itu sama-sama terkejutnya hingga beberapa saat sama-sama terdiam ditempat.
"Akan kubuatkan sesuatu untukmu."
Risa berjalan mendekati lemari pendingin. Menggeser halus posisi Juna, lalu mengecek bahan makanan yang tersisa.
Gadis itu mengambil beberapa bahan makanan yang tersisa. Lalu menaruhnya ke pantri. Dan mulai menyiapkan bumbunya. Semua itu tidak luput dari pengawasan Juna.
"Oppa duduklah dan tunggu. Ini tidak akan lama."
"Kau tidak perlu membuatnya. Aku akan memesan chicken."
"Tidak. Oppa belum makan seharian ini. Kau harus mengisi perutmu dengan benar."
Tadinya pria itu ingin delivery saja. Tapi, ah sudahlah.
Juna sedang tidak ingin berdebat dengannya. Rasa laparnya membuat pria ini tidak ingin repot-repot mengeluarkan tenaga lebih.
Akhirnya Juna mengambil air putih. Meneguknya dan membawanya ke meja makan. Cowok itu memilih tempat duduk yang menghadap Risa, sehingga dia bisa memantau gerak-geriknya. Entah kenapa dia melakukannya.
Risa dengan telaten mengiris bawang, mencampurkan bahan makanan yang ada seperti sosis dan sayuran dan menggorengnya bersama nasi. Dan tidak lama masakannya siap untuk dihidangkan.
Dengan hati-hati Risa meletakkan piring berisi hasil racikannya dihadapan Juna.
Jantungnya berpacu cepat. Ayolahhh ini acara bersama Idol bukan acara lomba memasak yang suka membuat pesertanya tegang. Kenapa yang baca jadi ikutan deg-degan.
Elahh pede amat lu thor :v
"Apa ini nasi goreng?" Juna memerhatikan hasil kreasi Risa.
Mungkin ini nasi goreng yang sedikit berbeda dari apa yang Juna tau. Karena Risa memang sengaja mencampurkan bahan-bahan yang ada. Yah sedikit mirip nasi goreng mawut, mungkin.
"Nde, oppa. Aku menambahkan sayuran. Kupikir Juna oppa suka nasi goreng. Aku membuatnya pedas."
Juna mulai menyendoknya dan memasukkan kedalam mulut. Risa benar-benar memperhatikan gerak-gerik Juna. Adegan ini seperti slow motion bagi Risa. Dia menunggu sampai Juna menelan makanannya.
Glek! Gadis itu menelan ludah.
"Eo . . Eotte?" (bagaimana?)
Juna meminum air putihnya sebelum menjawab pertanyaan itu.
"Hm. Mashitta." (enak.)
"YESSS!"
"Ada apa denganmu?" Juna menyendok makanannya lagi dan memasukkan ke mulut. Matanya memerhatikan Risa yang tengah sumringah mengepalkan kedua tangan ke udara.
"Ah, tidak apa-apa oppa. Terima kasih. Silakan menikmati makanannya hehehe . ."
Gadis aneh. Juna memilih tidak mengambil pusing dan fokus dengan makanannya.
***
"Kau sudah membuatnya? Lagu." Juna telah menyelesaikan makannya dan duduk menunggu Risa yang membersihkan alat makannya. Gadis itu menawarkan sendiri untuk melakukannya.
Risa mematikan kran air, "ah, maaf Juna oppa. Aku sedang berusaha membuatnya saat ini. Aku juga sedang mencari referensi dengan mendengarkan lagu-lagu hits saat ini oppa. Mungkin itu bisa lebih membantuku."
"Kau belum membuatnya satupun?"
Risa menggeleng pelan. Takut.
"Aishh . . Sungguh." Juna memijit kepalanya. Tidak habis pikir dengan ini semua. Diliriknya gadis itu yang masih menunduk.
"Arasseo. Bagaimana perasaanmu saat ini. Apa saja yang sudah kau lalui selama ini. Cobalah resapi itu. Berpikirlah dan tetap tenang. Kau bisa melakukannya sambil menikmati suasana diluar. Mungkin itu bisa membantumu. Dan jangan terpaku dengan lagu yang sudah ada. Itu bisa mengganggu imajinasi nadamu sendiri. Mengerti."
Juna beranjak dari tempatnya duduk meninggalkan Risa yang melongo dibuatnya. Baru hitungan langkah, Juna menghentikan kakinya, dan berbalik.
"Ekhem, terima kasih makanannya." Sekedar mengucapkan itu. Dan berlalu pergi.
Risa? Lupakan dia. Gadis itu sedang berada di awang-awang saking bahagianya.
Ah, sore ini sepertinya akan cerah. Mungkin jalan sebentar akan menyenangkan :v
***
Sore hari.
Risa benar-benar mengikuti ide briliant dari sang genius Juna yang menyuruhnya menyegarkan pikiran dengan berjalan-jalan ditaman.
Cukup berjalan di taman dekat dorm mereka. Karena sejujurnya Risa belum berani untuk berjalan terlalu jauh.
Pengejar ayahnya, bukan, Mantan ayahnya itu pasti sedang sibuk mencarinya.
Sudah berbulan-bulan berlalu. Sampai sekarang nyatanya Risa masih terlihat aman di wilayah BM Entertainment.
Mungkin karena pengejarnya tidak akan mengira gadis asing seperti Risa yang notebanenya tidak pernah menjejakkan kaki di Seoul, sekarang bisa bekerja sama dengan salah satu agensi terbesar di Korea Selatan.
Yah meskipun dengan melewati suatu perjanjian yang menyulitkan. Kedudukannya sebagai salah satu produser wanita pertama di BM Ent. masih belum paten.
Dan itu semua tergantung kelancaran acara yang sedang dilakoninya saat ini. Dengan kata lain, dia harus menciptakan minimal sebuah lagu hits untuk artisnya, STIGMA.
Padahal tanpa adanya produser pun Risa yakin, STIGMA bisa membuat karyanya sendiri yang jauh lebih baik dari miliknya.
Apa yang kau katakan Risa. Sampai saat ini saja kau masih pusing memikirkan bagaimana cara membuat sebuah lagu. Bukan saatnya kau membanding-bandingkan karyamu dengan kemampuan mereka.
Jelas kalian berada di level yang jauh berbeda. Paboya!
Hufttt !!
Gadis itu menghela napas. Langkah kakinya menuju sebuah bangku kosong di taman itu. Kemudian mendudukkan diri. Matanya tak lepas memerhatikan beberapa orang yang berlalu lalang sepertinya.
Hampir setengah jam Risa berjalan seorang diri mengelilingi taman yang menunjukkan pemandangan indah disana. Kakinya mulai terasa pegal. Padahal hanya beberapa putaran dilaluinya.
Lucu sekali jika memikirkan kemungkinan berat badannya naik. Padahal kenyataannya, Risa begitu stress memikirkan apa yang harus dilakukannya setelah ini. Risa mengerti dengan segala kemungkinan yang ada. Keajaiban tidak akan datang dua kali.
Tidak selamanya Risa bisa berlindung di bawah ketiak BM Ent. tanpa memberi imbalan yang setimpal dengan kerja kerasnya.
Namun kenyataannya gadis itu benar-benar nol dalam bermusik. Yah, mungkin saat itu Risa sedang khilaf menyenandungkan sebuah nada yang tiba-tiba muncul dalam pikirannya, dan kebetulan juga Pdnim mendengarnya. Yang berakhir dengan perjanjian yang dilakukannya dengan pendiri BM Entertainment itu.
Namun sekali lagi. Keajaiban tidak akan terjadi dua kali bukan. Bagaimana sekarang. Kertas, bolpoint, dan sebuah gitar yang dipinjamnya dari ruang musik perusahaan telah dibawanya. Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekitar lagi.
Taman ini benar-benar nyaman untuk refreshing. Bahkan terlihat beberapa keluarga sengaja menggelar tikar untuk piknik kecil kecilan di sini.
Untung Risa memilih tempat yang sedikit ujung. Setidaknya mereka tidak akan mendengar nada sumbang yang akan dihasilkannya sebentar lagi.
Risa mulai menyiapkan semua. Gitar telah berada dalam pangkuannya. Setelahnya gadis itu terdiam.
Hhhh! Bingung harus memulai dari mana.
Pandangannya beralih pada handphone di sebelahnya.
Handphone dari BM Ent. yang sengaja di berikan padanya untuk sewaktu-waktu mereka membutuhkan gadis itu.
Tangannya begitu gatal ingin memencet tombol nomer telephone ibunya. Gadis itu begitu merindukan ibunya. Pasti ibunya juga merasakan hal yang sama.
Namun diurungkannya. Demi keselamatan mereka berdua. Risa yakin para pencari Risa pasti sudah menyadap segala komunikasi di sekitar ibunya, demi melacak keberadaannya.
Hhhh!!! Untuk kesekian kalinya, gadis itu menghela napas. Tidak adakah yang bisa dilakukannya?
Risa hanya ingin pulang kepelukan ibunya dan mengatakan semua akan baik-baik saja.
Pandangannya terlihat kosong memerhatikan sebuah keluarga lengkap yang terlihat bahagia, tak jauh dari tempatnya. Tanpa sadar jemarinya mulai bergerak acak memetik senar gitar mencoba beberapa nada yang kemungkinan tepat.
Matanya tak lepas dari keluarga bahagia di depannya. Bisakah Risa merasakannya juga. Terlihat senyuman kecil di bibirnya. Air matanya mulai menggenang.
Omma, bogoshipda.
***
Hari sudah semakin petang. Beberapa orang terlihat meninggalkan tempatnya. Lampu malam bahkan telah dinyalakan. Dan Risa masih terpaku ditempatnya. Meneliti kertas berisi note-note nada yang baru saja diselesaikannya dua jam yang lalu.
Ia tidak akan menyangka telah berhasil membuat beberapa nadanya sendiri. Entah hasilnya bisa diterima atau tidak yang pasti Risa harus memperbaikinya dan lalu menyerahkannya pada Juna untuk mendengar pendapatnya.
Hatinya saat ini benar-benar berdebar tidak karuan.
Rasa bangga, haru, sesak, menggebu-gebu dan takut datang secara bersamaan. Risa benar-benar harus bergegas pulang untuk menemui Juna.
Tunggu. Kenapa hanya ada nama Juna yang ada dalam pikirannya. Bukankah ada Dongmin, Jung Wook dan yang lainnya. Entahlah.
Gadis itu hanya terlalu bersemangat untuk sekedar melihat reaksi Juna nantinya. Setelah membereskan semua barang bawaannya, Risa bergegas pulang.