Chapter 23 - Cincin Batu

1134 Words
Dari sorotan mata Tn. Smith menunjukkan banyak rahasia yang tidak diketahui oleh Prof. Rei. Ia menerka-nerka Apa yang disembunyikan olehnya. Pria tersebut memang sangat misterius. Ia datang di keheningan malam, langsung masuk ke dalam rumahnya, dan mengetahui tentang kehidupan dan rahasia Prof. Rei.  Ia sedang menunggu jawaban dari Tn. Smith. “Mengapa tidak menjawabnya?”  Kata Prof. Rei Tn. Smith mendongakkan kepalanya sambil menggaruk garuk janggutnya. Ia seperti sedang mempermainkan Prof. Rai. Prof. Rei tidak bisa memaksa. Ia tetap menunggu jawaban dari nya. Iya juga tidak bermain main dengan kekerasan. Siapa tahu Tn. Smith bisa melakukan kekerasan juga. Tn.  Smith menatapnya tajam. Membuatnya menjadi sedikit takut. Aku tidak akan melakukan hal yang jahat. Kalau tidak perlu khawatir! Kata Tn. Smith sambil tertawa. Ia merasa aktingnya sudah mumpuni untuk mengikuti audisi perfilman.  Prof. Rei menjadi keringat dingin. “Kamu kenal wanita itu?” Ia mengatakannya sambil menunjuk ke dalam kamar tempat Flos sedang tidur. Prof. Rei tidak ingin disudutkan. Ia bertanya kembali kepadanya, “Apakah kamu keluarganya?” “Ney ney!” Kata Tn. Smith Sambil menggerakkan jari telunjuknya layaknya metronome. Ia melanjutkannya. “Kau tidak menjawab pertanyaan sama sekali! Aku mengenal wanita tersebut. Aku merasa kau mencintainya! Benar bukan?” “Siapa yang jatuh cinta? Aku menemukan wanita tersebut berada di depan pintu ku. Karena ia tampak membutuhkan bantuan, maka aku merawatnya.” Jelas Prof. Rei. “Aku mengatakan fakta. Aku hanya ingin membantumu untuk mendapatkannya.” Kata Tn. Smith. Ia mendekatkan wajahnya untuk melihat kebenaran dari yang dikatakan Prof. Rei.  “Dia hanyalah perempuan yang lupa ingatan. Tidak mungkin aku menyukai!” Ucap Prof. Rei memberikan alasan lain. Tn. Smith tertawa lagi. Dari wajah yang menyeramkan, kini wajahnya berubah menjadi menyeramkan. Prof. Rei tentu menyembunyikan perasaannya terhadap Flos. Ia tidak ingin mendapat masalah karena itu. “Dia bukan wanita yang lupa ingatan! Dia normal!” Ucap Tn. Smith menandaskan nya.  Ia melanjutkan ucapannya lagi. Ia mengambil sebuah kartu nama. Ia memberikannya kepada Rei. “Pegang ini, kau bisa buka nanti. Kau bisa menemui seseorang yang ada di kartu nama tersebut setelah kita selesai berbincang-bincang malam ini.” Kata Tn. Smith memberikan kartu nama tersebut.  Prof. Rei menerima kartu tersebut dengan baik. Ia melihat sekilas nama yang tertulis di sana. Ia memasukkannya ke dalam saku kemejanya. “Dia bukan wanita sembarangan!” Ucap Tn. Smith. Ia berhenti dan melihat reaksi Prof. Rei. “Dia itu tuan putri yang tinggal di dunia waktu. Jika kau tidak menikahinya, umurnya akan singkat. Kau harus segera menikahinya!” Ucap Tn. Smith.  Prof. Rei mengingat ucapan dari Flos kemarin. Ia mengatakan bahwa ia harus menikahi penyelamatnya. Tapi, Prof. Rei masih belum bisa menerima kenyataan tersebut. Tidak ada bukti sama sekali. “Maksudmu dia seorang bidadari yang turun dari kayangan?” Ucap Prof. Rei menyederhanakan informasi yang diterimanya dari Tn. Smith.  Tn. Smith mengangguk. Ia tidak bisa menyalahkan seluruh pernyataannya. “Kurang lebih seperti itu!” Jawabnya.  Prof. Rei langsung membayangkan kecantikan putri Flos. Ia memang merasa kecantikannya itu tidak ada duanya. Ia begitu cantik dan tampak sempurna. Cara kerja otaknya juga tidak seperti manusia lain. Tingkahnya juga seperti orang yang tidak berasal dari Bumi.  “Apakah aku harus mempercayaimu?” Tanya Prof. Rei. “Kau tidak perlu mempercayaiku. Dirimu sendiri yang akan membuat kau mempercayai cerita itu. Aku hanya tinggal menunggu. Yang terpenting bagiku adalah kau menikahi wanita tersebut sebelum dia mati. Umurnya hanya tersisa beberapa minggu saja. Coba gunakan waktu tersebut untuk menyakinkan dirimu bahwa kau mau menikahinya!” Terang Tn. Smith. Semua yang dikatakan Tn. Smith tidak ada yang masuk akal. Ucapannya seluruhnya berisi banyak teka-teki bagi Prof. Rei.  “Jadi kau ayahnya?” Tanya Prof. Rei lagi untuk kesekian kalinya kepada Tn. Smith.  Tn. Smith tidak mempermainkannya lagi. Ia menggelengkan kepalanya. “Tidak, kau salah sangka. Dulunya, aku adalah pelayannya. Tapi, sekarang tidak lagi. Aku sudah bebas!” Ucap Tn. Smith.  Yang ada di pikiran Prof. Rei adalah apakah sekarang ia hidup di dunia nyata. Ia mencubit beberapa kali pipinya, dan ia merasakan sakit. Tn. Smith tertawa melihat tingkahnya. Tn. Smith tahu apa yang dirasakan oleh Prof. Rei.  Kemudian ia mengambil kopernya, berdiri dan melihat dari atas, kepala Prof. Rei. Ia bisa merasakan kebingungan dari wajahnya. Prof. Rei sadar Tn. Smith berdiri di sampingnya dan bersiap untuk pergi. Ia berdiri dan tersenyum menundukkan kepala. Ia mencoba bersikap ramah dan tidak mengabaikan pembicaraan mereka. Sambil menuju pintu, Tn. Smith berkata, “Meskipun kau tidak berniat menikahinya, tetapi aku sarankan, kau bisa gunakan batu cincin tersebut sebagai energi untuk alat yang sedang kau selesaikan tersebut.” Ia menyentuh kumisnya, memelintir dan berdiri menghadap Prof. Rei.  Ia menarik napas dan memperingatkannya, “Kau ada pilihan, jika kau ingin menikahinya, pergilah ke alamat yang aku berikan tersebut. Jika kau ingin penelitian mu berhasil, kau bisa memakai cincin tersebut. Ingat! Jangan kau beritahu apa yang kita bicarakan sekarang, dan jangan sampai dia tahu bahwa cincinnya berada di tanganmu!” Ucap Tn. Smith. Ia membungkuk memberi salam dan mengucapkan selamat tinggal.  “Sampai jumpa lagi!” Lambainya. Tn. Smith dalam hati berpikir, ‘Aku hanya menginginkan ramalan tersebut terjadi. Aku sudah membuka peluang bahwa putri raja bisa menikah dengan manusia. Hanya itu yang bisa kuperbuat. Semuanya akan terjadi sesuai garis alam.’ Ia pun menghilang di kegelapan malam. Prof. Rei hanya melambai dan menutup pintu ketika pria tersebut sudah tidak tampak lagi dalam pandangan mata.  Ia membelakangi pintu dan tidak bergerak. Arah pandangnya kepada meja penelitiannya. Ia melihat mesin yang dibuatnya dan mengambil cincin yang terjatuh di halaman rumahnya. Ia melihat kilauan batu cincin tersebut sangat indah dan tidak biasa. Ia mencoba memikirkan tentang apa yang akan dilakukannya setelah ini. Apakah ia perlu mempercayai ucapan Tn. Smith atau mengabaikannya. Ia berpikir apakah benar energi yang dihasilkan cincin tersebut bisa membantu agar proyeknya berhasil. Ia duduk di mejanya. Ia mengambil posisi yang nyaman. Di sebelahnya sudah disediakan kaca pembesar, ia melihat mata dari cincin tersebut dengan kaca itu. Ia bisa melihat keindahan yang ditunjukkan batu tersebut sangatlah indah dan rumit.  “Ini memang bukan batu permata biasa!” Kata Prof. Rei dengan pelan. Ia mengangguk dan mencoba saran dari Tn. Smith. Ia mengambil alat-alatnya dan menyinari batu tersebut dengan sinar laser. Ia kemudian melihat inti di dalam batu tersebut. Ia memotongnya dengan laser dan mengambil intinya. Inti tersebut dimasukkannya kedalam tabung energi. Energi yang terserap di alirkannya ke dalam ponsel pengirim pesan. Ia mencoba berkali-kali di malam itu juga dan mengetes apa yang terjadi. Tidak terjadi apapun di dalam ponsel pengirim pesan tersebut. Ia menjadi bingung, mengapa energi yang dipancarkan permata tidak bisa digunakan. Ia mencari kesalahan sepanjang malam. Ia mencoba mengirim pesan dan selalu ada kata gagal. Ia melakukan tes tersebut hingga pagi.  Di pagi harinya sebuah pesan masuk. “Hai!” Ia mendapat balasan dari seribu pesan yang dikirimkannya. Ia sangat terkejut dan melompat kegirangan. Ia tidak sabar memamerkan hal tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD