Chapter 24 - Putri Flos Memasak

1373 Words
Besok harinya jam 7.51 , Prof. Rei mendengar suara ‘bip..bip..’ dari alat yang dibuatnya semalam. Ternyata ia tertidur di meja kerjanya dengan lengan yang dijadikan tumpuan kepala. Ia merasa bagian lehernya terasa sakit. Tetapi, ia tidak memperdulikannya karena suara alat tersebut. Ia keheranan mengapa timbul suara seperti itu dari alatnya. Suara tersebut menandakan sebuah pesan masuk. Jidatnya berkerut dan ia mengucek mata nya agar bisa melihat dengan lebih jelas. Lalu ia mengusap seluruh wajahnya dengan tangan dan mengambil alat tersebut.  ‘Hai!’ Baca Prof. Rei. Matanya serasa ingin keluar. Ternyata teori yang dikembangkan bisa bekerja dengan baik. Ia tidak menyangka bisa membuat sebuah pesan melintasi waktu. Ia berteriak kegirangan. Seseorang di belakangnya membuatnya terkejut dan hampir jatuh. Ia memegang baskom yang berisi adonan tepung goreng. Ternyata yang di belakangnya adalah Flos. Ia hanya penasaran dengan apa yang terjadi. Ia pun menyapa, tetapi malah sebaliknya. Prof. Rei terkejut dan terpeleset. Ia melihat Prof. Rei akan menimpa alat penelitiannya. Ia langsung menarik tangan Prog. Rei dan mereka saling mendekat seperti akan berpelukan. Baskom yang dipegang di tangan kirinya pun tumpah ke lantai mengenai baju mereka.  Prof. Rei membeku. Ia merasa ini kedua kalinya mereka saling berdekatan. Pertama adalah saat pertama kali putri Flos ditemukan. Ia menggendong Flos ke dalam rumah. Tapi, perbedaannya adalah, mata Flos sekarang terbuka. Mata mereka saling berpandangan. Prof. Rei tak sadar berkata, “Indah!”  Ia tersadar dan berdiri tegak. Yang dimaksudnya indah adalah mata Flos. Ia mencoba membersihkan adonan tepung tersebut dari bajunya, tetapi terlalu banyak. Putri Flos tidak bertingkah aneh. Ia hanya menatap Prof. Rei.  “Maaf.” Ucapnya, lalu berlari ke dalam kamar mandi.  Saat Prof. Rei di kamar mandi, ia mendengar suara kakek memanggilnya. Kakek yang ada di panti dekat rumahnya mengantarkan makanan kepada mereka. Dengan cepat, sebelum Flos yang mengambil makanan tersebut, ia keluar dengan handuk. Sebelum membuka pintu, ia terkejut, ternyata ia sedang memasak. Ia menahan segudang pertanyaan di kepalanya. Ia dengan cepat berkata kepada Flos. “Jangan keluar!” Bisiknya pelan. Ia membuka pintu dengan handuk.  “Ya pak!” Kata Prof. Rei mengambil makanan tersebut.  “Saya antar makanan bapak hari ini!” Ucap sang kakek. Prof. Rei merasa terlalu beresiko meminta bantuan kakek selalu. Ia ingin agar kakek tidak perlu lagi mengantarkannya makanan karena ia tidak ingin kakek mengetahui keberadaan Flos yang tinggal rumah dengannya. Jika kabar tersebar di desa tersebut, bisa-bisa ia diusir dari sana. “Saya mencium wangi masakan. Sekarang bapak memasak?” Ucap kakek yang terlihat kaget.  Prof. Rei mengangguk. Bibirnya tersenyum tipis, dan ia tampak sedang menyusun kata-kata. “Hmm.. pak, saya sudah bisa memasak sendiri. Bapak tidak perlu lagi mengantarkan makanan!” Ucap Prof. Rei. Ia mengatakannya dengan hati-hati. “Apakah maksudnya bapak tidak lagi mendonasikan dana ke panti kami?” Ucap kakek. Ia tampak sedih saat mengatakannya. Ia menunduk dan merasa apakah ia bersalah.  Prof. Rei adalah salah satu pendonor materi terbesar untuk panti kakek. Panti tersebut berjarak tak jauh dari rumah Prof. Rei. Cukup banyak lansia yang diurus di panti tersebut. Beberapa anak terlantar juga menjadi satu tanggung jawab bagi panti tersebut karena suster yang bekerja tidak terlalu banyak yang membantunya mengurus anak terlantar tersebut. Suster-suster sekarang yang ada di panti sudah beberapa bulan tidak di gaji. Jika Prof. Rei memutuskan untuk tidak lagi berdonasi, tentu berat baginya.  Prof. Rei langsung menghalau pikiran negatif kakek. “Nggak,” Ia melambai-lambaikan kedua tangannya. “Bukan begitu! Aku hanya mengatakan bahwa kakek tidak perlu lagi mengantarkan makanan. Saya sudah bisa masak sendiri!” Jelas Prof. Rei. Kakek kembali bersemangat. Ia ingin memeluk Prof. Rei, tetapi tidak jadi karena ia sedang bertelanjang d**a. Kakek hanya penasaran bagaimana Prof. Rei bisa memasak. “Apakah profesor memasak dalam keadaan setengah telanjang begini?” Tanya kakek dengan polos.  Prof. Rei baru menyadari hal tersebut. Ia tidak tahu harus membuat alasan apa. “Bukan.. ya.. seperti ini…” Kata Prof. Rei yang tidak bisa terpikir alasan apapun. Ia pun memiliki ide, “Masakanku bisa gosong, kita nanti berbicara lagi ya Kek!” Ucap Prof. Rei dan kakek pun pergi. Ia menarik napas dan mengeluarkannya sekaligus dengan cepat. Ia kembali ke dalam kamar mandi sambil berlari, tetapi saat sampai di pintu, Prof. Rei terjatuh. Ia menjerit kesakitan hingga Flos membantunya untuk berdiri. Prof. Rei membagi fokusnya. Ia berupaya menjaga handuknya tidak terjatuh sekaligus harus mengeluarkan banyak tenaga untuk menggerakkan kaki mengikuti irama Flos. Ia pun dibaringkan di tempat tidur Prof. Rei.  Ia mengerang kesakitan selama Flos membantunya berbaring. Prof. Rei tidak tahan dengan rasa sakit yang dialaminya. Flos kebingungan. Ia menatap kaki Prof. Rei dengan sangat lama. Ia bisa melihat tulangnya yang tampak lebam karena benturan yang terjadi saat jatuh. Sebelumnya Flos tidak pernah melakukan hal ini kepada manusia, tetapi ia akan mencobanya. Ia memegang pergelangan kaki Prof. Rei, dan menarik kaki tersebut pelan hingga tulang tersebut tampak lebih baik. Prof. Rei menjerit kesakitan awalnya saat Flos memutar kakinya. Tak beberapa lama kemudian, ia merasa lebih baik. Meski masih ada rasa sakit saat digerakkan.  “Darimana kau belajar cara melakukannya?” Tanya Prof. Rei yang merasa baikkan. Putri Flos tidak menjawab pertanyaan itu. Ia mengalihkan topik dengan bertanya dimana tempat bajunya. Prof. Rei menunjuk lemari pakaiannya. Flos meletakkannya di sebelahnya. “Apakah aku yang akan memakaikannya?” Tanya Flos. Wajah Prof. Rei memerah. ‘Apakah dia sedang menggodaku?’ Pikir Prof. Rei.  Putri Flos langsung tersenyum. “Sepertinya Mungkin ini malu!” Ucap Flos. Ia tampak bahagia. Prof. Rei pun berkata, “Kau pasti sedang mengerjaiku!”  Flos berdiri dan berkata, “Itu akan sembuh dengan cepat, tetapi bukan sekarang. Aku belum siap memasak. Setelah selesai, aku akan memanggilmu!” Flos pun pergi dan Prof. Rei memakai bajunya sendiri dengan perlahan. Ia berhati-hati agar kakinya tidak terlalu banyak bergoyang. Tak berapa lama, Putri Flos masuk ke dalam kamar Prof. Rei. Ia berkata bahwa makanan sudah siap dan mereka sudah bisa makan. Ia pun membantu Prof. Rei menuju meja makan. Prof. Rei merangkul pundaknya sebagai pengganti tongkat.  Flos menggeser tempat duduk untuknya, dan ia pun duduk. “Apakah masih sakit?” Tanya Flos. “Tidak terlalu, cuma aku saja yang takut menginjakkan kakiku seluruhnya ke lantai.” Kata Prof. Rei. Ia mengucapkan hal tersebut tanpa melihat ke arah Flos. Fokusnya kepada makanan yang dibuat Flos. Makanan yang terhidang begitu bermacam-macam jenisnya. Ada tumis sayur kacang panjang yang dicampur cumi, gulai ayam, indomie makaroni, tumis jamur, dan asem-asem daging.  “Yang asem-asem daging dari Mungkit yang datang tadi!” Ucap Flos.  Prof. Rei menggelengkan kepala. Ia semakin bingung, apakah benar Flos manusia atau seperti yang dikatakan oleh Tn. Smith bahwa ia adalah bidadari yang turun dari langit.  “Dari mana kau tahu cara melakukannya?” Tanya Prof. Rei. “Aku hanya mengamati caramu memasak!” Jawab Flos. “Apakah kamu tadi belanja bahan-bahannya?” Tanyanya lagi. Flos menggelengkan kepala. “Tidak. Aku mencari beberapa sayuran di belakang yang tumbuh dan beberapanya lagi aku ambil dari mesin cuaca itu!” Tunjuk Flos ke arah kulkas. Prof. Rei memalingkan perhatiannya ke arah jari telunjuk Flos. “Tapi..” Ucap Prof. Rei lambat. “Beberapa ada yang sudah lama dan tidak bisa dimakan!”  Flos biasa saja menanggapinya. Ia mengambil sendok, dan membagikan Prof. Rei nasi. Prof. Rei sangat tersentuh karena ia dilayani oleh seorang wanita cantik. Ia terbengong sebentar melihat cara Flos memperlakukannya. Hatinya sangat tersentuh.  “Kau bisa coba, dan aku yakin makanan ini adalah masakan terbaik yang pernah kau makan!” Kata Flos sambil mengambil nasi di piringnya. Prof. Rei tersadar. Ia mengambil lauk pauk yang ada di depannya, dan mencoba dengan ragu. Ia berharap makanan tersebut tidak beracun karena beberapa bahan yang ada di kulkas sudah berjamur. Suapan pertama yang masuk ke mulutnya sangat lezat. Ia tidak menyangka rasa yang dihasilkan seperti itu. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya. “Ini benar-benar lezat. Kamu sangat berbakat!” “Benarkan! Makanan yang ku masak ini tidak beracun!” Ucap Flos membanggakan dirinya. Mereka pun makan dengan tenang. Prof. Rei sangat senang karena ada seseorang yang membantunya sekarang.  Usai makan, Prof. Rei merasa kakinya sudah tidak terasa sakit. Ia merasa lebih baikkan sekarang. Ia berbalik dan melihat Flos membersihkan meja makan. Ia merasakan aura-aura sebuah keluarga. Ia kemudian melanjutkan langkahnya dan berbaring di tempat tidur. Sebelum tertidur lelap, ia sempat berpikir mengenai laporannya yang berhasil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD