Chapter 22 - Jejak Kaki

1373 Words
Sudah beberapa hari berlalu, Dr. Rei selalu menghindari Flos. Ia tidak banyak berbicara. Ketika akan makan, ia akan meletakkan makanan yang disisihkan untuk Flos di meja dan kemudian sibuk dengan penelitiannya. Ia beberapa kali curi-curi pandang saat Flos tidak memperhatikannya. Ia hanya ingin memastikan bahwa apakah yang dikatakan Flos kemarin adalah sebuah lelucon atau memang benar-benar dari lubuk hatinya. Ia tidak percaya dengan ucapan tersebut karena banyak alasan. Yang paling mendasar adalah ia percaya bahwa Flos pasti hilang ingatan. Ketika ingatannya kembali bisa jadi ia berubah menjadi orang yang berbeda. Belum lagi mereka baru saja bertemu, tidak mungkin Flos langsung jatuh cinta kepadanya. Ia menarik kesimpulan, bahwa itu hanyalah lelucon. Untuk mengalihkan perhatiannya kepada Flos, ia lebih banyak berfokus pada penelitiannya. Ia menjadi semakin sibuk karena penelitiannya sudah berganti. Ia sedang meneliti tentang pesan yang bisa melintasi waktu. Maksudnya, kita bisa mengirimkan pesan kepada orang-orang yang berada di masa lalu. Ini berfungsi untuk menghentikan sebuah insiden besar ataupun menyapa orang yang dicintai. Penelitian ini merupakan penelitian rahasia bagi perusahaan tersebut. Ia ditugaskan untuk bergabung dengan peneliti-peneliti lain di dalam kelompok tersebut. Ia dianggap layak karena terbukti penelitiannya selalu berhasil. Ia pun dimasukkan ke dalam penelitian rahasia tersebut. Di sebuah malam yang gelap, saat ia sedang sibuk meneliti, dan Flos juga tertidur, ia mendengar bunyi langkah kaki. Sore tadi hujan sangat deras, dan tanah menjadi berlumpur. Suara langkah kaki yang mendekat ke arah rumahnya menjadi semakin jelas karena suara decak lumpur tersebut. Ia merasakan bahwa tidak ada yang akan datang di malam seperti ini. Ia tiba-tiba saja merasa khawatir, merasakan sesuatu yang buruk bisa terjadi. Ia mendekat ke pintu dan mengintip dari jendela, tetapi tidak ada orang. Ia merasa aman sebentar. Kemudian diperhatikannya lagi, masih dari jendela, dan sebuah jejak sepatu terlihat di halaman rumahnya. Ia bisa melihatnya dengan jelas dan yang pasti itu bukanlah jejak sepatunya ataupun kakek panti yang datang untuk memberinya makan.  Perasaannya semakin takut. Ia tidak bisa menebak apakah pemilik jejak itu adalah orang baik atau bukan. Apakah ia mengenalnya atau tidak. Apakah ia akan berbuat jahat atau tidak. Tiba-tiba tangannya menjadi dingin dan gemetar. Keringatnya mulai muncul padahal malam tersebut sangat dingin. Matanya menuju pintu. Ia ragu-ragu untuk membukanya. Tetapi, jika tidak dibuka, ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Prof. Rei kemudian mencoba mengabaikannya dan kembali ke meja kerjanya. Tapi, ia tidak bisa berpikir. Ia ingin tahu siapa yang berada di luar. Ia mencoba memberanikan diri. Ia menarik napas dalam-dalam dan menuju pintu. Ia ingin menyingkirkan perasaan cemasnya.  Ia pun memegang gagang pintu sambil mencoba menenangkan diri.  “Oke… tidak apa-apa!” Ucapnya yang sudah mengumpulkan keberanian. Sebelum ia kehilangan keberanian, ia langsung membuka pintu. Ia melihat seseorang sedang jongkok. Ia hanya bisa melihat bagian punggungnya. Ia memakai topi dan jaket yang usang. Ia bertanya-tanya, mengapa ia jongkok di depan rumah orang malam-malam. ‘Apakah dia buang air besar?’ Pikir Prof. Rei. Ia langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. ‘Tidak mungkin itu terjadi!’ Katanya lagi. Ia berjalan mendekat ke arah pria tersebut.  Ia melihat sebuah koper di sebelahnya. Ia berkata, “Selamat….malam!”  Pria tersebut langsung melihat Prof. Rei perlahan. Ia membalikkan wajahnya ke belakang secara perlahan. Sorotan matanya tajam membuat Prof. Rei merinding. Setelah pria tersebut melihat ke arahnya, ia memberikan senyuman palsu dan berkata, “Apa yang anda lakukan disini?”  Pria tersebut hanya melihat saja dan tidak menjawab selama beberapa detik. Lalu ia berdiri dan tersenyum. Ia belum mengambil koper di sampingnya. Ia memberikan tangannya kepada Prof. Rei. “Kenalkan, Tn. Smith!” Ucapnya. Prof. Rei tidak enak hati jika menganggurkan tangan tersebut. Ia menjabat tangan Tn. Smith. “Ya!” Kata Prof. Rei. Ia hanya mewanti-wanti jikalau ia kenal Tn. Smith.  Tn. Smith langsung mengambil kopernya dan berjalan menuju pintu. Ia masuk ke dalam rumah dengan sepatu berlumpurnya. Prof. Rei mengikutinya dari belakang. Ia merasa pria tua tersebut sangat aneh. Mengapa ia langsung masuk begitu saja. ‘Apakah dia orang tua dari Flos?’ Ia langsung berpikir seperti itu. ‘Pasti Flos adalah anaknya!’ Simpul Prof. Rei. Ia pun dengan cepat berlari menuju Tn. Smith. Ia melihat Tn. Smith mengelilingi ruang tamu lalu menuju kamar dan melihat dari pintu bahwa Putri Flos sedang terlelap dalam tidur. Ia berkata dalam hati, ‘Ternyata ia merasa nyaman disini!’ Ia kembali melihat Prof. Rei. Ia berjalan mengarah kepadanya. Ia meletakkan kopernya di bawah. Mereka sedang berhadap-hadapan sekarang. “Bolehkah aku duduk!” Katanya pelan. Ia tidak ingin membangunkan Flos.  Prof. Rei dengan cepat menganggukkan kepalanya. Ia langsung menyuruh Tn. Smith untuk duduk. Ia mengambil tak kopernya dan meletakkannya di sebelah tempat Tn. Smith duduk. Tn. Smith masih melihat sekitarnya. Ia melihat dinding rumah tersebut lalu akhirnya melihat Prof. Rei yang berdiri dengan melihat tangannya ke bawah.  “Kau tidak ikut duduk?” Kata Tn. Smith.  Prof. Rei mencoba tersenyum ramah. Ia langsung bersikap lembut karena di pikirannya, Tn. Smith adalah mertuanya. Padahal sebenarnya tidak begitu. Ia duduk di sebelah Tn. Smith dan tidak henti-hentinya ia melebarkan senyuman.  “Apakah kita saling kenal?” Tanya Tn. Smith.  Prof. Rei kebingungan. Ia menaikkan kacamatanya yang kendur. Bibirnya menyempit ke kanan dan dahinya berkerut. Ia bingung harus menjawab apa. Ia ingin mengatakan bahwa mereka tidak saling kenal, tetapi ia berharap mereka pernah jumpa. Ia harus memikirkan jawabannya dengan baik.  Ia menyeringai tak tahu untuk menjawab apa. Ia tidak ingin dipersalahkan karena Prof. Rei sudah merancang sebuah skenario di kepalanya. Ia berpikir bahwa bisa jadi Tn. Smith yang dikiranya orang tua Flos, tidak mengetahui bahwa ia lupa ingatan. Bisa jadi Flos pergi dari rumah atau mereka tidak tinggal sama, dan ketika tidak bisa saling mengawasi, Flos tertabrak mobil atau sesuatu yang bisa membuatnya hilang ingatan. Entah itu jatuh dari gunung terbentur batu ataupun seseorang yang mungkin berniat membunuhnya dan memukulnya di bagian kepala.  “Baiklah, tidak usah dijawab!” Kata Tn. Smith dengan melebarkan tangannya di wajah Prof. Rei.  “Tidak perlu.. tidak perlu..” Ucapnya lagi.  Prof. Rei merasa tidak enak karena terlalu lama menjawab pertanyaan tersebut. Ia mencoba dua kali membuka mulut untuk menjawab, tetapi Tn. Smith menghentikannya. “Kita pasti tidak saling kenal!” Tn. Smith menjawab pertanyaannya sendiri.  ‘Mengapa ia bertanya, jika tidak sabar menunggu jawaban!’ Ucap Prof. Rei yang kini wajahnya terlihat cemberut. Ia kemudian melihat pria tersebut sedang merogoh kantongnya. Ia kemudian mengambil tangan Prof. Rei dan meletakkan sebuah cincin dengan batu besar. “Ini,” berinya.  Prof. Rei kebingungan, mengapa ia memberikan cincin mewah tersebut. ‘Apa dia sedang menyogokku?’ Pikir Prof. Rei. Ia menatap cincin tersebut dan merasa cincin itu sangat indah. Ketika ia melihat dengan lebih dekat ke inti cincin tersebut, ia merasa ada sesuatu di dalam batunya. Ia permisi kepada Tn. Smith untuk meninggalkannya sebentar untuk melihat isi di dalam batu tersebut. Ia melakukannya dan melihat di dalam batu tersebut terdapat gambar. Ia melihat sebuah pohon besar dengan rumah-rumah di bawahnya seperti sedang berteduh. Ia kagum dengan cincin tersebut. Ia melihat Tn. Smith. Meski tidak menanyakan apapun, tetapi Tn. Smith tahu artinya.  “Aku menemukan cincin itu di halaman tadi!’ Kata Tn. Smith.  Prof. Rei berkata dalam hati. ‘Pantes dia tadi sedang jongkok di teras!’ Tn. Smith langsung berkomentar. “Kau sedang meneliti untuk membuat pesan yang dapat melintasi waktu bukan?”  Prof. Rei langsung terlihat bingung. ‘Bagaimana dia bisa tahu? Dia keluarga Flos, atau salah satu tim dari ilmuwan Peneliti Indonesia?” Katanya dalam hati. Jantungnya berdetak kencang, ia tidak bisa sembarangan menceritakan proyek mereka. Ini merupakan proyek rahasia.  “Ya?” Kata Prof. Rei berpura-pura. Ia mencoba menutupinya dan tidak ingin membicarakan hal tersebut.  Tak menghiraukan tanggapan Prof. Rei yang berupaya menghindar, Tn. Smith melanjutkan penjelasannya. “Kau bisa pakai batu cincin itu sebagai energi untuk menjalankan mesin tersebut.” Kata Tn. Smith yang menunjuk ke arah ruangan kerja Prof. Rei.  Ia semakin terkejut. Ia diam membeku dan tidak bisa menanggapi ucapan Tn. Smith. Ia ingin membantah, tetapi tidak tahu apa yang harus diucapkan.  “Baiklah, kita langsung ke permasalahan! Aku ingin berbicara tentang tuan putri!” Kata Tn. Smith.  Prof. Rei masih syok. Ia tidak tahu siapa Tn. Smith dan mengapa ia tahu tentang kehidupannya. Bahkan sebuah rahasia penting di hidupnya pun ia tahu.  Prof. Rei langsung berbicara dengan nada gemetar, “Sebenarnya anda siapa?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD