Chapter 97 - Ardy Dipalak

1299 Words
Saat mereka mengikuti pria tersebut, mereka melihat dirinya duduk menyandar di dinding dan menangis. Mereka tidak mendekatinya sekaligus. Mereka menyuruh Wish untuk menyampaikan dan menanyakan apakah benda tadi adalah miliknya. Chery memberikan sapu tangan miliknya kepada Wish. Ia bisa memberikan itu padanya nanti untuk mengusap air matanya. Wish menolak, tetapi Yin Sin mencoba menyakinkan. “Dia akan lebih nyaman jika salah satu dari kita yang menunjukkan perhatian! Cobalah!” Dorong Yin Sin. Wish mau tak mau harus melakukannya. Ia berjalan pelan agar kakak kelasnya itu tidak terkejut. Ia memulai pembicaraan dengan memberikan sapu tangan milik Chery tadi. “Hi kak!” Sapa Wish lalu ia mengenalkan namanya. Melihat Wish yang datang, ia langsung cepat-cepat bersikap normal.  “Apa yang kau inginkan?” Katanya dengan nada ketus. “Bukan begitu! Aku hanya ingin mengembalikan barang milik kakak!” Kata Wish memberikannya dengan meletakkannya di telapak tangannya. Ia tampak terkejut melihat benda miliknya di tangan Wish. Ia langsung dengan cepat mengambil alat itu dan memasukkannya ke dalam tas miliknya. Ia sepertinya tidak ingin ada orang yang melihatnya memegang benda tersebut. Ia menanyakan darimana Wish mendapatkan alat tersebut. Wish menceritakan kejadian ia mendapatkan alat tersebut.  “Btw, terima kasih karena telah mengembalikan alat ini. Jika tanpa alat ini, aku pasti akan kesulitan! Namaku, Musa!” Katanya mengenalkan siapa dia.  Saat mereka asik mengobrol, tiba-tiba, suara seseorang yang terdorong kuat terdengar. Ia menoleh mencari asal suara tersebut. “Dia memang selalu begitu!” Ucap Musa yang sudah tahu siapa yang melakukannya, dan dimana asal suara tersebut.  “Siapa?” “Disana, ia sering mengompas juniornya!” Kata Musa lagi. Wish tidak melihatnya, karena ia membelakangi tempat kejadian. Wish melihat sebuah pohon. Arah dari tangan Musa menunjuk ke sebuah pohon sedikit jauh dari mereka. Ia melihat ada tiga orang yang tertawa terbahak-bahak sambil melihat seorang murid yang tersungkur jatuh. “Ardy?” Ucap Wish spontan setelah melihat gerak-gerik murid yang jatuh tersebut.  “Mengapa mereka melakukan hal menjijikkan seperti itu?” Kata Wish.  “Mereka menginginkan uang lebih. Pasti mereka memalaknya untuk mendapatkan uang darinya. Aku juga dulu seperti itu, tapi setelah menjadi juara, semua berubah!” Jelas Musa sambil menghela napas. Ia tidak ingin mengingat masa kelam tersebut. Wish melihat kakak kelasnya karena ucapannya. Ia sedikit kaget dan otaknya ingin berlari menuju Ardy. Ia meninggalkan Musa. Dengan cepat ia berlari membantu Ardy. Perasaannya sangat kesal dan marah karena tak tahu Ardy ternyata di bully oleh senior merkea. Melihat Wish berlari, teman-temannya yang lain mengikutinya dan ingin melihat apa yang terjadi.  “Ardy!” Ucap Wish lagi karena ketua dari geng tersebut mulai bersikap kasar dengan menarik kerah baju Ardy. Ia langsung mendorongnya dan berteriak agar mereka berhenti. Ardy langsung menunduk malu. Ia tidak ingin Wish melihatnya seperti itu. Ia berupaya menahan amarah tapi hanya bertahan beberapa detik. “Apa yang kau lakukan?” Kata Ardy dengan pelan. Ia tidak ingin Wish mendapat masalah karena membelanya. Ia menyuruhnya untuk tidak ikut campur dan segera pergi. Tetapi Wish menolaknya dengan lembut. Ardy berdiri tegak dan berharap bisa menakuti Wish. Tetap saja Wish tidak mau meninggalkan Ardy.  Dalam hati Wish, meski mereka sedang bertengkar, ia tidak akan meninggalkannya di saat sulit seperti ini. Saat ia melihat ke arah Ardy, ketua geng tersebut langsung meninju pipi Wish hingga ia terjatuh di pelukan Ardy dan hidungnya dialiri darah.  Chery, Ohn, Panom, dan Yin Sin, yang sedang berlari, berteriak menakuti mereka. Yin Sin, Ohn dan Panom berfokus pada Wish. Mereka menggunakan tissu untuk mengelap hidungnya. Sedangkan Chery meloncat dan menendang murid yang memukul Wish dengan sangat kuat hingga ia tercampak jauh. Dua temannya melihat Chery yang sudah membuat kuda-kuda. Mereka awalnya berani, tetapi mengurungkan niatnya, dan membantu bos mereka untuk berdiri. Saat sudah bisa berdiri, ia mendekati Chery. “Apa masalahmu!” Teriak murid jahat tersebut hingga air liurnya berjatuhan seperti hujan gerimis. Dua anak buahnya memegang pundak pemimpin mereka agar tidak mencarai masalah pada wanita, tetapi, ia tidak mau. Ia mengusir tangan mereka dengan emosi yang meluap-luap. “Lepaskan! Haaa… ” Teriaknya. Chery tampak tak takut. Senior yang sedang membuli Ardy sudah siap untuk memukul wajahnya. Panom yang tahu itu akan terjadi langsung mendorong senior tersebut dengan sangat keras. Saat senior itu akan membalas, Musa, langsung datang dan memberikan uangnya. “Please, terimalah!” Ucapnya memohon. “Aku rasa kamu sudah berlebihan Reinard. Kau tidak akan memiliki teman bila terus begini!”  Reinard langsung merampas uang dari tangan Musa dan pergi begitu saja dengan cepat. Musa melihat keadaan anak-anak itu. “Dia harus dibawa ke rumah sakit!” Ucap Musa menunjuk Wish. Wish menggelengkan kepala. Ia merasa baik-baik saja dan tak ingin dibawa ke rumah sakit. “Maafkan dia! Dia dulunya tidak seperti itu! Dia dulunya sangat baik!” Kata Musa. Ia menyembunyikan bahwa dulunya mereka adalah sahabat karib. Tetapi, karena ia pernah menjelek-jelekkannya karena Reinard miskin, dan Reinard juga melihat secara langsung, mereka tidak berteman lagi.  “Untuk apa alat yang kami kembalikan tadi?” Kata Ohn yang mengaburkan ingatan masa lalu Musa. “Ha??”  “Alat tadi?” “Kau melihatnya?”  “Tentu!” “Ehmm.. apakah baik untuk menjelaskannya?” “Apakah itu sesuatu yang menjijikkan?” “Bukan-bukan.. bukan begitu. Ini pasti membuat kalian menjadi tersandung. Bolehkah kalian rahasiakan?” “Tentu!” Angguk Ohn. “Ini alat untuk menyontek! Jika aku tempelkan tanganku di tempat spesifik di alat ini, alat ini akan mentransfer materi yang selama ini kami pelajari. Aku bisa mencarinya dengan cepat seperti sebuah mesin pencari di internet.” Ohn menganga. “Apakah itu alat penelitian kalian?” “Sayangnya, aku tidak mendaftarkannya. Karena ada banyak pro dan kontra. Alat ini lebih banyak dampak negatifnya dibanding positifnya saat dipakai!” Jelas Musa kepada Ohn.  Setelah mereka berbincang, yang lainnya masih sibuk dengan keadaan Ardy dan Wish. Mereka bertanya-tanya mengapa bisa Ardy di bully dan mengapa mereka tidak tahu. Ardy diam saja. Ia malu mengatakannya. Ia selama ini menyembunyikan hal tersebut. Ia menyesal karena tidak mengatakannya dari awal. Musa memberikan penjelasan. “Dulunya, aku selalu membantu masalah ekonomi Reinard. Tapi, karena kami tidak berteman lagi, ia dan dua temannya yang dari dulu suka memalak, akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan geng mereka dan menjadi pemalak. Mereka selalu mencari murid tingkat pertama. Ketika sudah naik kelas, itu tidak akan terjadi lagi!” Ungkap Musa. “Tetap saja, itu tidak baik!” Ucap Chery keras. “Seharusnya mereka dilaporkan kepada kepala sekolah!” Kata Ohn. “Itu tidak akan mudah, tanpa bukti!” Kata Musa menjawab. Ardy tak berbicara apapun. Ia diam saja. Mereka juga tak ingin memaksa karena Ardy juga tampak syok. Ketika ia sudah baikkan, mungkin ia akan mau bercerita. Musa pun permisi pergi karena ia harus masuk ke dalam kelas. Ia merasa orang-orang yang bergosip tentangnya sudah masuk ke dalam kelas. Ia sengaja terlambat lima menit agar tidak mendengar suara-suara bisikan yang menjelek-jelekkannya.  Setelah Musa pergi, Yin Sin berupaya menyakinkan teman-temannya yang lain bahwa Wish memang bisa membaca ingatan benda mati. Bukti tentang alat Musa, yang bisa dikembalikan, tak bisa membantah hal itu. “Sekarang kalian percaya?” “Baiklah!” Kata Ohn mengangguk. Panom hanya mengangguk saja tanpa bersuara.  Chery melihat Panom dan berkata, “Makasih!” Ucapnya cepat lalu melempar wajahnya ke arah lain agar mereka tidak sampai tatap-tatapan. Ohn tidak ingin menghancurkan suasana aneh tersebut. Ia pura-pura tidak dengar dan mendekat kepada Wish menanyakan hidungnya yang berdarah. “Sudah lebih baik!” Mereka berjalan beriringan menuju asrama. Saat mereka berpisah, mereka melihat kepala sekolah dan Mr. Six berjalan masuk menuju ruang kantornya.  Yin Sin menatap teman-temannya. “Itu kepala sekolah!” “Aku rasa dia sudah kembali. Tidak mungkin ingatan yang dibaca Wish salah!” Kata Panom. Chery punya pendapat lain. “Atau itu juga orang lain?” “Kau ada-ada saja. Besok aku akan menceritakan hal ini pada Emot.” Kata Yin Sin lalu mereka berpisah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD