Chapter 73 - Manusia Kedua yang Hidup di Dunia Waktu

1070 Words
Big membawa Prof. Rei dari Bumi. Ia meletakkannya di dalam akar Pohon Patron yang ada di tengah-tengah dunia itu. Di dalam akar tersebut ia meletakkan sebuah batu panjang yang menjadi alat tempat tidur Prof. Rei. Ia memberikannya minum air hujan dari Pohon Patron agar luka yang didapatnya bisa cepat sembuh. Ia melakukannya berhari-hari hingga ia sembuh total. Sudah seminggu, hitungan waktu Bumi, Prof. Rei tak juga sadarkan diri. Meski begitu, lukanya sudah sembuh total dan organ-organ vitalnya bekerja dengan baik. Menurut Big, itu semua terjadi karena tubuh Prof. Rei sedang menyesuaikan dengan kehidupan di dunia waktu. Sel-sel manusianya sedikit demi sedikit menebal dan memperbanyak diri sehingga bisa tetap awet muda dan tidak akan mati-mati. Big dengan sabar menunggu ia siuman dan memberitahukan perkembangan keadaan Prof. Rei kepada Flos. Menurut kepercayaan penghuni dunia waktu, tidak ada yang boleh masuk ke dalam akan pohon Patron. Karena mereka akan terserap oleh pohon itu. Apa yang dipercayai mereka sebenarnya adalah fakta. Mereka yang masuk ke dalam akar pohon Patron akan berubah menjadi nutrisi bagi pohon itu. Mereka tidak akan bisa keluar lagi dari sana.  Tapi, ada pengecualian. Ini tidak akan berlaku bagi penghuni yang memiliki keahlian Duplex. Mereka akan aman memasuki akar tersebut. Pohon Patron mendeteksi penghuni yang memiliki keahlian Duplex seperti bagian dari serabut akar. Sehingga keahlian Duplex akan aman memasuki akar pohon Patron.  Sedangkan untuk manusia, Pohon Patron tidak akan bereaksi apapun. Ia tidak bisa mendeteksi manusia yang memasuki bagian akarnya. Karena itu, Prof. Rei akan sangat aman tinggal di dalam pohon itu. Efek yang ditimbulkan juga positif. Selama Prof. Rei tinggal di sana, ia akan tetap awet muda. Ia tidak akan bertambah muda karena sel-sel dalam akar secara otomatis akan melewati bagian tubuh Prof. Rei dan akan menggantikan sel-selnya yang mati. Secara tidak langsung, ia juga akan tetap hidup dan tidak akan bertambah tua. Yang menjadi masalah hanyalah rambutnya yang akan terus bertambah panjang dan subur. Akan sulit baginya untuk memotong rambut-rambut tersebut karena disana tidak akan ada gunting. Di hari ke delapan, Prof. Rei sadar. Ia melihat dirinya seperti sedang berada di sebuah gua yang gelap. Badannya terasa sakit karena tidur di atas batu yang keras. Ia melihat lukanya sudah sembuh dan baju yang dipakainya sebelumnya sudah berganti. Ia bertanya-tanya dimana dirinya sekarang. Ia tidak melihat seorangpun di sana yang bisa ditanya. Dicobanya untuk mengingat kejadian terakhir yang dialaminya. Bulu romanya merinding. “Apakah aku diculik hantu?” Katanya dengan takut. Ia berbicara pelan karena takut seseorang bisa mendengarnya dan memangsanya. “Wish? Bagaimana dengan Wish? Siapa yang akan mengurusnya? Anakku yang malang!” Kata Prof. Rei yang mengingat anaknya. Ia pun mulai menangis. Air matanya pun mengering. Tak ada lagi tersisa sedikitpun. Ia berdiri dan merasa tubuhnya berbeda dari biasanya. Tubuhnya terasa lebih ringan dan sehat. Ia tidak merasakan kesakitan di bagian lehernya saat berjalan. Biasanya, jika ia bangun pagi dan langsung berdiri, bagian leher belakangnya akan terasa sangat sakit seperti ditarik. Tetapi, kali ini tidak lagi begitu.  Kerongkongannya terasa haus. Dilihatnya ada cangkir dan teko yang diletakkan tak jauh dari batu yang dijadikan tempat tidurnya. Ia meminum air tersebut dan merasa air itu sangat sejuk. Meminumnya seperti sedang meminum multivitamin yang menambah energi tubuh. Satu cangkir saja sudah membuatnya sangat bertenaga.  Ia ingin keluar dari ruangan itu. Ia mencoba mencari pintu dari ruangan itu agar bisa keluar. Ia berjalan perlahan dan memastikan bahwa tidak ada siapa-siapa di sekelilingnya. Saat ia akan keluar dari pintu, tiba-tiba ia berpapasan dengan Big. Sontak, ia langsung berteriak dan terjatuh. Ia mundur dengan merangkak karena belum sempat berdiri.  Big mengikuti kemanapun Prof. Rei pergi. Wajahnya datar. Ia tidak berbicara sedikitpun kepadanya. Ia sedang mengerjai Prof. Rei. Ia hanya ingin tahu bagaimana reaksi manusia saat melihatnya. Padahal, wajahnya tidaklah menyeramkan. “Hei!!!!” Teriak Big marah. “Bisakah kau diam? Kupingku pekak. Ruangan ini hanya berisi kita berdua!”  Prof. Rei berhenti berteriak. Ia menutup mulutnya yang tetap ingin berteriak dengan tangan. Ia mencoba mengikuti apa yang diperintahkan Big kepadanya. ia tidak ingin mencari masalah. “Aku Big, aku tidak akan memakanmu!” Kata Big. Ia membawa talam dengan mangkuk yang terbuat dari daun Pohon Patron. Di dalamnya terdapat buah Pohon Patron yang bisa dimakan oleh Prof. Rei. “Aku membawakanmu makanan!” Kata Big. “Apa kau Alien?” Kata Prof. Rei yang menjaga jarak dan berdiri di ujung sudut ruangan tersebut. “Alien? Apa itu? Aku tadi sudah mengatakan bahwa aku BIG!”  Prof. Rei menepuk-nepuk pipinya. Ia teringat dengan alat yang dibuatnya. Ia mengingat-ingat kembali apakah ada kesalahan yang sudah dibuatnya sehingga mengaktifkan alat tersebut. Tapi, ia tidak melakukan apapun pada alat itu. Ia pun mengambil kesimpulan. “Ohhhh.. Aku tahu sekarang. Aku sudah mati ternyata! Pantesan luka ku tidak ada lagi!” Prof. Rei sedikit lega karena itu. Ia menghampiri Big dan merangkulnya. Ia percaya Big tidak akan menyakitinya. Dengan tenaga sedang, Big memutar tangannya hingga Prof. Rei kesakitan. “Ouch..Ouch.. mengapa sakit?”  “Ya memang sakit. Siapa bilang kau mati!” Kata Big yang merasa ucapannya mengada-ada. “Ouch,” tangannya belum di lepas. Sambil menjerit kesakitan ia berkata, “Jadi aku dimana?” Kata Prof. Rei.  Big melepaskan pelintiran tangannya. “Kau belum mati. Kau berada di dunia waktu!”  “Dunia Waktu? Aku tidak mengaktifkan alatnya!” Prof. Rei sangat bingung. Big menjelaskan alasannya dibawa ke sana. Ia bercerita dengan singkat dan menyuruhnya sambil memakan buah dari pohon Patron. “Jadi, selama disini, kau jangan ke mana-mana. Untuk Wish, aku akan membantu mengurusnya. Kau tenang saja!”  “Wish ku, sayangku!” “Jadi apa yang bisa kulakukan disini?” “Kau ayahnya, kau mungkin bisa menuntunnya untuk bisa datang ke tempat ini!” Ucap Big. “Apa itu mungkin?” “Tentu!” Angguknya. Big mengambil buah Patron dan menggigitnya. “Aku akan membantumu. Kau lakukan saja tugasmu, dan aku akan menyediakan semua kebutuhanmu!”  “Apa aku bisa melihat Flos?” “Sayangnya tidak! Tapi, tenang saja. Dia baik-baik saja. Kau harus bersabar. Kalian tinggal di dunia yang sama sekarang. Hanya saja, tidak seperti saat di Bumi. Pertemuan kalian sangat beresiko. Jika Flos masuk ke tempat ini, pohon Patron akan menyerapnya. Jika kau menemui nya di depan pintu akar pohon Patron, Petani yang bekerja mengangkut buah akan melihatmu dan Flos. Kalian berdua akan mendapat masalah, dan kau yang akan mati!” Jelas Big. Mendengar penjelasan itu, Prof. Rei menunduk ke bawah dan menghela napas. Kemudian pikirannya kembali kepada Wish. Ia merasa sangat merindukan anaknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD