Chapter 56 - Rayuan Maut Mr. Pella

1190 Words
Mr. Pella dan Rebel-rebel yang lain pulang dengan selamat. Mereka sedang memikirkan bagaimana agar sekolah mereka bisa berdiri dengan cepat. Mereka sudah berbicara lebih lanjut tentang itu dengan Braam. Ia menyetujui semua yang dikatakan Mr. Pella. Entah mengapa Six curiga bahwa Mayda bisa jadi memberikan mantra kepada Braam agar ia selalu melakukan apapun permintaan Mr. Pella. Ia tidak mengatakan hal tersebut kepada yang lain. Itu hanya pemikirannya sekilas saja. Lagian, situasi ini juga sangat menguntungkan mereka.  Mr. Pella membawa kursi ke luar. Ia duduk di luar menghadap jalan dan sampah-sampah yang bertumpuk di sekitar mereka. Ia tidak menganggap itu sesuatu yang menjijikkan. Meski saat angin laut menerpa dan membawa bau sampah yang menyengat, tidak sama sekali mengganggunya. Ia tidak memerlukan pemandangan yang indah dan keadaan yang bersih. Yang sedang diperlukannya adalah berpikir seorang diri tanpa ada yang mengganggunya.  Mr. Pella sedang memikirkan pembicaraan terakhir mereka dengan Tn. Lion. Untuk bisa melakukan ritual penambahan umur, ia harus melakukan secepatnya dan hanya bisa dilakukan di pulau tersebut. Maka mereka harus menyelesaikan sekolah tersebut dengan cepat sehingga bisa melakukan ritual itu. Tiba-tiba Mr. Pella yang sedang melihat lurus ke depan di silaukan dengan kedatangan seseorang. Ia mengucek-ucek matanya ingin memastikan apakah yang dilihatnya itu benar. Ia melihat seseorang berjalan seperti Mr. Slufi. Ia memakai bando berbentuk bunga dan bermatakan berlian di bagian kepala sarinya. Ia mengucek lagi dan mengucek hingga wanita itu mendekat. “Halusinasi!” Ucapnya.  Mr. Slufi tertawa dan menyentuh dagu pria tersebut hingga ia tersadar. “Aku bukan hantu!” Ucap Mr. Slufi dengan tawa elegan. Ia menutup sebagian mulutnya dengan tangan yang diselimuti sarung tangan tipis berwarna hitam. Ia melihat Mr. Pella dari sudut matanya. “Kau..” nadanya tampak gagok. “Ms. Slufi?” Mr. Slufi menundukkan kepalanya, sejajar dengan wajah Mr. Pella yang sedang duduk. “Ya, apa kurang dekat?” Tanya Ms. Slufi yang membuat Mr. Pella menolak dirinya ke belakang. Kursi yang menopangnya pun mengikuti dorongannya dan akan menimpanya.  Ms. Slufi dengan refleks menarik baju bagian pundak Mr. Pella karena ia akan terjatuh. Tas yang dipegangnya harus di pasrahkannya terjatuh ke tanah. Tas tersebut nyangkut di kursi yang menghalangi gerakannya. Baju yang dipegang Ms. Slufi koyak dan Mr. Pella memegang tangan Ms. Slufi mereka berdua terjatuh saling menindih. Boom…Ouch.. Mereka saling menindih dan wajah mereka saling berdekatan. Ms. Slufi tidak lagi memikirkan tasnya yang mahal dan pakaiannya yang kotor. Ia sudah terjatuh bersama Mr. Pella sambil saling menatap. Mr. Pella menahan napas. Ia tidak ingin terlihat bodoh dengan banyak berbicara. Ia tampak menikmati pemandangan tersebut. Tiba-tiba Six yang sedang memakai masker timun di wajahnya langsung berteriak. “Ya!! Apa yang kalian lakukan?!” Ia berkata sambil mendekat kepada mereka berdua.  Ia membantu Ms. Slufi berdiri, mengambil kursi yang menjepit kaki Mr. Pella dan membantunya berdiri.  “Kenapa bisa sampai terjatuh?” Tanya Six sambil melihat baju Mr. Pella dan membersihkannya. “Itu tidak disengaja!” Jawab Ms. Slufi.  Mr. Pella melihat tas Ms. Slufi terjatuh di tanah. Ia mengambil tas tersebut dan memberikannya kepada Ms. Slufi dengan lembut. Melihat aura-aura romantis antara Ms. Slufi dan Six membuatnya ingin marah. Dibenaknya ingin sekali memarahi Six setelah tidak ada Ms. Slufi. “Makasih!” Kata Ms. Slufi mengambil tasnya dari genggaman Six. “Siapa?” Tanya Six dengan menaikkan alisnya. Ia sepertinya sedang menggoda Ms. Slufi. Mr. Pella langsung menyeka dirinya dengan tubuhnya. Ia tidak ingin mereka saling bertatap-tatapan. “Dia temanku, ambilkan kursi!” Perintah Mr. Pella kepada Six dengan marah. Ia ingin Six merasa kehadirannya mengganggu Mr. Pella. Ia langsung kedalam untuk mengambil kursi.  Mr. Pella mendekatkan kursi tersebut kepada Ms. Slufi dan menyuruhnya duduk. Saat ingin duduk, Ms. Slufi ragu-ragu karena kursi tersebut jorok. Dengan inisiatif, Mr. Pella langsung membersihkannya dengan tangan lalu kembali menyuruhnya duduk. Ms. Slufi pun duduk sambil menyeringai. Ia tampak tidak segarang biasanya. Six datang dengan membawa dua kursi. Ia meletakkannya satu di belakang Mr. Pella dan satu lagi disamping Ms. Slufi.  “Apa yang kau lakukan?” Tanya Mr. Pella kasar. Ia membolangkan matanya lagi agar Six pergi. “Aku ingin mendengar...pem..” Kata Six  “Pergi sana, kami ingin berdua saja!” Kata Mr. Pella mengusirnya di depan Ms. Slufi.  Reaksi Ms. Slufi biasa saja. Ia seperti sedang menonton layar tancap. Ia tidak terganggu dengan sifat kasar Mr. Pella. Six pergi, tetapi Mr. Pella kembali berteriak. “Bawa lagi kursinya!”  Ia pun kembali lagi dan membawa kursinya. Dalam hati Six merasa wanita itu adalah wanita yang disukai oleh Mr. Pella. Ia berencana akan menceritakan kejadian itu kepada yang lain. Mr. Pella menggosok-gosok tangannya. Ia menunduk dan tersenyum malu.  “Apa yang membawa Anda kemari, nona cantik?” Tanya Mr. Pella. Ms. Slufi sangat suka dengan pujian seperti itu. Ia dengan lembut bertanya. “Aku hanya ingin menanyakan kabarmu saja!” Jawabnya. Ia menyilangkan kaki dan menaruh tas kecilnya di pangkuan. “Benarkah?” Kata Mr. Pella semakin malu. Ia menjawab, “Aku baik-baik saja. Aku sering teringat ucapanmu yang mengatakan, ‘Aku tidak bisa menjawabnya sekarang’. Apa kehadiranmu untuk menjawab pertanyaan itu? Jika aku tahu kau datang ke sini, aku pasti akan membelikanmu bunga!”  “Bukan..” Ia tersenyum kepada Mr. Pella. “Aku belum bisa menjawabnya. Bisakah kau menunggu?” “Tentu.. tentu..” “Kau pria yang manis!” Ucap Ms. Slufi memujinya. “Apakah kalian sudah ada pekerjaan? Hidup di Bumi pasti sulit jika tanpa uang!” Tanya Ms. Slufi. “Kami akan segera membangun sebuah sekolah. Itu akan selesai secepatnya.” Kata Mr. Pella. “Sekolah apa?” Tanya Ms. Slufi berpura-pura. “Sekolah bagi anak gifted. Semua anak yang memiliki talenta terbaik bisa masuk sekolah kami.” Kata Mr. Slufi. “Benarkah?” Ms. Slufi tampak bahagia. Ia memegang dadanya dengan kedua tangan. “Pekerjaanku adalah mencari talent-talent berbakat untuk dunia hiburan manusia. Bolehkah kita bekerja sama?” “Maksudnya bekerja sama bagaimana? Kau ingin menjadi guru di sekolah kami?” Tanya Mr. Pella. Ia menggaruk-garuk kepalanya. “Bukan…bukan! Di awal tahun pelajaran dimulai, aku akan memilih anak-anak berbakat yang akan aku didik setelah mereka tamat dari sekolah kalian! Aku akan melakukan audisi untuk mencari bakat terbaik dari antara mereka.Tentu ini akan memakan waktu. Maka aku harus meminta izin kepada kalian!” Jelas Ms. Slufi.  “Hanya itu?” Kata Mr. Pella yang melihat Ms. Slufi mengangguk menjawab. Ia memandang ini adalah suatu kesempatan besar untuk selalu dekat dengan Ms. Slufi. Ia pasti tidak akan menolak. “Tentu boleh saja! Tapi, itu pasti akan sulit karena semua anak yang ada di sekolah kami adalah anak jenius! Pasti akan kesulitan untuk memilih.” Kata Mr. Pella lalu tertawa. Ms. Slufi mengikuti tawa Mr. Pella. Mr. Pella berkata, “Aku pikir kita tidak akan bertemu lagi. Ternyata itu salah. Aku baru sadar bahwa cintaku lebih besar dari pikiranku!” Mr. Pella sedang merayu Ms. Slufi. Ms. Slufi tersenyum palsu dicampur tawa. Ia tidak tahu harus berbuat apa. “Kau tidak perlu menanggapinya karena aku dan kamu sudah menyatu!” Kata Mr. Pella merayunya lagi.  Ms. Slufi masih bereaksi sama. Ia tetap tidak tahu harus berkata apa. Mungkin sedikit canggung karena mereka baru pertama kali bertemu seperti ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD