Kepergian Wida

1307 Words
Sekarang sudah jam sembilan pagi, karena ini hari Minggu, aku baru selesai mandi. Mama belum bangun tidur, tapi aku akan membangunkannya aku ingin Mama mengepangkan rambutku yang sudah sepanjang pinggang, aku memang suka rambut panjang hingga selalu menolak saat Mama atau Mbak Wida akan memotongnya. "Mah ... bangun Mah. udah siang." Aku menggoyang-goyangkan tubuh Mama. "Apa sih Din." Mama menggeliat. "Aku mau dikepang." "Sama Mbak kamu sana!" "Mbak lagi sibuk maen HP." Akhirnya Mama bangun, mungkin matanya masih setengah terpejam saat mengepang rambutku. "Udah selesai. sana main, Mama mau ke kamar mandi."  Awalnya aku hanya mendengar Mama mengobrol dengan Mbak Wida di meja makan, tapi setelahnya aku mendengar suara pintu depan digedor dan ada orang berteriak-teriak. "Ada ada sih, Mah?" Tanyaku pada Mama sesaat setelah aku keluar kamar, terlihat Mama dan Mbak Wida saling tatap sama bingungnya denganku. Mama langsung membuka pintu, sedangkan aku menunggu di ruang tengah dengan Mbak Wida. "Ada apa ya pagi-pagi teriak-teriak di rumah orang?" Tanya Mama setelah membuka pintu. Aku mengintip dari balik dinding penyekat antara ruang tamu dan ruang tengah. Terlihat dua orang wanita disana satu lebih tua dari Mama tetapi masih terlihat cantik, memakai pakaian dan tas bagus, juga memakai perhiasan yang cantik. Wanita yang satunya lagi mungkin masih seusia mbak wida, wajahnya manis tanpa riasan pakaiannya juga tertutup beda dengan Mbak Wida yang selalu berpakaian seksi. Aku perhatikan wajah gadis itu sangat mirip dengan Om Alex. "Jadi kamu yang namanya Wida?" Wanita tua itu bertanya sambil tersenyum sinis, memandang Mama dari ujung kaki sampai ujung kepala. "Bukan saya Mamanya. Kamu siapa?" Jawab Mama, tidak terkesan ramah sama sekali. "Oh, pantas saja anaknya perebut suami orang. Mamanya saja wanita s****l seperti kamu!" Kata wanita itu. Mama marah dan berteriak. "Kurang ajar! jaga bicara kamu!" Tangan dan kakiku mulai gemetar, aku takut apalagi melihat wanita muda yang kini setengah berlari memasuki ruang tengah seperti mencari sesuatu. Mbak Wida bergegas hendak bersembunyi di kamar tapi kalah cepat dengan langkah wanita itu. dengan cepat wanita itu menjambak rambut Mbak Wida lalu menampar pipi Mbak Wida berulangkali. Mbak Wida berusaha membalas tapi kalah tenaga dengan wanita itu. "Mi. ini dia pelakornya." Teriak wanita yang masih menjambak rambut Mbak Wida. Wanita tua yang sedang bertengkar dengan Mama di ruang tamu kini melangkah masuk. "Heh! mau kemana kamu, masuk rumah orang seenaknya!" Cegah Mama menarik tangan wanita itu, wanita itu malah menampar pipi Mama. "Rumah ini punya suami saya!" Teriaknya di wajah Mama yang mengepalkan tangan menahan amarah. Lalu wanita tua itu menampar wajah Mbak Wida sambil memakinya. "Dasar p*****r! w************n. harusnya kamu jual diri saja jangan rebut suami saya!" Mama berusaha menolong, menarik wanita muda yang memegangi Mbak Wida tapi tubuh Mama malah didorong oleh kedua wanita itu hingga jatuh terjengkang. Sedangkan Mbak Wida masih menjadi bulan-bulanan kedua wanita itu. "Mami! Yosi! apa-apaan kalian!" Bentak Om Alex begitu keluar kamar dan melihat kejadian itu. Seketika wanita tua itu melepaskan Mbak Wida dan mendekati Om Alex memukulinya dengan tas yang dia bawa. "Kamu yang apa-apaan Papi! kamu nikah lagi sama p*****r ini?" Wanita tua itu membentak-bentak suaminya yang hanya diam tanpa membela diri. "Papi keterlaluan! Yosi nggak nyangka Papi hianatin Mami demi w************n kayak dia." Kini anaknya yang meluapkan kekecewaannya pada sang Ayah. tubuh Mbak Wida ia dorong hingga tersungkur di lantai ia terus saja menangis. "Iya, Papi akui. Papi emang salah tapi mau gimana lagi Papi cinta sama Wida." "Keterlaluan kamu, Pi." "Mi, tolong izinin Papi poligami ya?" "Setelah bertahun-tahun kamu nikah siri, sekarang baru minta izin! Aku nggak akan izinin. sekarang kamu pilih aku atau dia? kalau kamu milih dia kamu harus siap hidup miskin." Kata wanita itu angkuh. "Jangan begitu dong, Mi. kasianlah sedikit sama Papi." Om Alex merajuk seperti anak kecil. "Kasian? apa selama ini Papi kasian sama Mami? Papi hianatin Mami sama p*****r macam dia!" Wanita itu mengacungkan jarinya pada Mbak Wida yang sedang menangis dipelukan  Mama. "Dimana otak kamu Alex, kamu numpang hidup sama kekayaan orang tuaku, tapi kamu memberikan semua ini sama istri muda kamu!"  Makian yang diterima Om Alex hanya membuatnya bungkam. "Yosi, panggil mereka." Perintah wanita itu pada anaknya, lalu sang anak menelpon seseorang. Om Alex hanya memohon-mohon bersimpuh dikaki istrinya. Tidak lama kemudian beberapa lelaki berbadan tegap memakai seragam hitam memasuki rumah. "Kosongkan tempat ini." Perintah istri Om Alex pada mereka. Lalu semua orang itu menyisir setiap sudut ruangan rumah ini, mengambil semua perabotan tanpa tersisa. Mama menangis meraung berusaha menghalangi tapi tidak mereka perdulikan bahkan mendorong tubuh Mama sampai terjatuh. Om Alex berjalan mengekori anak dan istrinya yang berjalan angkuh menuju mobil yang terparkir di ujung jalan tanpa sepatah katapun terucap pada Mbak Wida.  Aku berdiri di teras melihat mobil yang ditumpangi Om Alex dan keluarganya perlahan menjauh lalu tidak lagi terlihat, sedangkan orang-orang suruhan mereka sedang menaikan perabotan kami kedalam truk. "Pantesan aja si bos tergila-gila sama dia, cantik dan seksi gitu." Ucap salah seorang lelaki yang sedang lalu-lalang mengangkut barang. "Kapan-kapan ke sini ya, lumayan nyicipin bekas si bos." Lelaki yang lain menimpali, lalu disambut tawa yang lainnya. "Eh, kuat nggak bayar tarifnya?" Sahut lelaki lainnya, lalu mereka tertawa lagi. Aku melihat wajah Mbak Wida meringis, mungkin menahan sakit di hati. . "Keterlaluan kalian! masa sampe pakaian juga kalian bawa!" Teriak Mama pada salah seorang lelaki suruhan istri Om Alex itu. "Maaf, Bu. tapi perintah nyonya seperti itu. kalau tidak kami bisa tidak terima bayaran." Jawab lelaki yang terlihat paling tua diantara mereka. "Ya, udah. Ibu boleh ambil beberapa pakaian untuk ganti." Imbuhnya, mempersilahkan Mama mengambil beberapa helai baju kami, aku mengambil tas sekolah dan seragamku, sedangkan Mbak Wida hanya diam sambil melamun. "Heh Wida! diem nggak usah nangis! entar kita cari laki-laki yang lebih kaya dari si Alex sialan itu." Ucap Mama pada Mbak Wida yang seolah tidak didengarnya. Hanya orang-orang suruhan istri Om Alex yang geleng-geleng kepala, sebagian dari mereka tersenyum kecut. . Malam ini aku kembali tidur di balik bilik tripleks bersama Mbak Wida. tadi siang setelah semua barang telah selesai diangkut rumah yang dibeli Om Alex itu dikunci oleh mereka dan kami diusir. Beruntung pemilik kontrakan kami dulu masih memiliki kontrakan kosong hingga kami ada tempat berteduh malam ini. Mama sudah berangkat ke warung sejak sore tadi seolah tidak terjadi apa-apa walau mulutnya terus mengomel, memaki Om Alex dan istrinya. Mbak Wida kadang masih saja menghapus airmata, mungkin dia sangat sedih kehilangan suaminya. mungkin ia sudah tidur meringkuk di atas ubin tanpa alas, karena kami tidak memiliki apa-apa sekarang. Itulah kenapa Mama memarahi Mbak Wida mengajaknya ke warung, untuk cari uang agar besok bisa beli kasur katanya. tapi Mbak Wida tetap menolak. Aku membaringkan tubuhku di samping Mbak Wida sampai aku terlelap. "Sialan! dasar anak kurang ajar!" Pekikan Mama membuatku terbangun, kuraba Mbak Wida untuk membangunkannya tapi ia sudah tidak ada di tempatnya. Aku membuka mata lebih lebar guna melihat apa yang terjadi, tapi Mama malah keluar sambil melempar kertas yang telah teremas, membanting pintu dengan kuat tidak memperdulikanku yang tengah kebingungan. Rasa penasaran membuatku memungut kertas itu. . 'Untuk Mama. Maafin Wida nggak bisa lagi nurutin apa yang Mama minta. Wida menyerah, Wida lelah berada dalam lembah nestapa. Wida berhak memilih hidup yang lebih baik, bangkit dari kubangan lumpur hina dan menjadi lebih bersih. Hidup bahagia tidak melulu soal harta tapi juga cinta yang menurut Mama nggak ada harganya, Wida pamit memulai hidup yang lebih baik. Bukan Mama tidak baik, Mama adalah Mama terbaik yang menyayangi anak-anaknya sepenuh hati, terima kasih sudah merawat Wida hingga dewasa. Tapi kini Wida sudah tidak bisa menuruti perintah Mama lagi, Wida tidak bisa berjalan di jalan yang Mama berikan. Wida akan mencari jalan Wida sendiri, dan Wida akan buktikan Wida akan bahagia. semoga Mama juga bahagia. Wida hanya mohon sama Mama jaga Dina baik-baik, jangan jadikan Dina seperti Wida.' Aku sudah mengerti apa yang dimaksud Mbak Wida dalam surat ini. Mbak Wida kabur. Berarti aku sendirian lagi di rumah kalau malem.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD