18. Sienna

1082 Words
Aku keluar dari kamar ganti dengan pakaian yang lengkap, wajahku sudah lebih segar dari sebelumnya, bagaimana tidak jika pekerjaanku hari ini sangat berat, meskipun baru masuk bekerja hari ini, namun aku sudah menguasai banyak hal, karena pekerjaan semua orang aku kerjakan, aku tahu bahwa itu penyalagunaan pekerjaan, namun aku tidak mau banyak bicara, karena ia baru bekerja hari ini. Aku harus sekalem mungkin. Aku melangkah menuju sofa, dan terkejut ketika melihat Xav sudah tertidur. Kasihan sekali Xav, meskipun kami sudah menikah, tapi itu tidak membuat Xav mendapatkan kenyamanan tidur disampingku. Sebenarnya aku banyak pertimbangan, karena itu aku tidak biarkan Xav tidur disampingku, yang paling penting adalah kami tidak pernah saling mencintai. Kami menikah dan kami di jodohkan dan itu bukan sesuatu yang kami inginkan. Kasihan temanku, aku tidak bisa mengabaikan dan melintasinya begitu saja. Aku pun duduk berlutut dihadapannya dan mengelus pipinya, dia pasti capek sekali. Dia temanku yang selalu ada buatku, aku tidak memiliki teman yang sesetia dirinya, dia membohongiku karena tidak mau membuatku terkejut, apalagi yang bisa aku lakukan? Dia sudah sempurna buatku. Hanya saja tidak ada perasaan hingga saat ini padanya, aku tidak bisa memaksakan diriku untuk menyukainya, sementara hatiku masih belum sembuh dengan luka yang lama. Ketika aku hendak berdiri, tangan Xav menarikku dan membuatku kembali duduk dihadapannya, lalu memelukku erat tanpa membuka pejaman matanya, lalu sesaat kemudian suara ketukan pintu terdengar, aku menoleh dan melihat nenek datang bersama ibu mertuaku. Aku tersenyum dan menggaruk leher belakangku yang tidak gatal, aku benar-benar tidak habis pikir, kedatangan nenek dan Mommy sangat tepat dengan pelukan Xav. “Astaga. Maafkan Grandma dan ibumu, kami mengganggu kalian,” kata Lelin tersenyum dan menoleh menatap ibu mertuaku. “Iya, Mom, sepertinya kita datang diwaktu yang tidak tepat,” sambung Mommy. Pipiku makin memerah, karena sikap Xav saat ini berhasil membuat hatiku berdebar, tapi ku anggap itu karena terkejut saja, apalagi disaat bersamaan Grandma dan Ibu mertuaku datang. “Kalian lanjutkan saja, Mommy dan Grandma akan keluar,” kata Mommy. Aku menggelengkan kepala dan hendak berdiri dari dudukku, namun tetap saja pelukan Xav erat sekali dan membuatku terkunci dipelukannya. “Sudah sudah. Kalian lanjutkan saja,” kata Grandma lalu menarik Mommy pergi dari kamar kami. Sepeninggalan mereka, aku berusaha keras melepaskan pelukan Xav, namun sesaat kemudian, Grandma kembali masuk ke kamar dan tersenyum menatapku. “Apa ada yang kelupaan, Grandma?” tanyaku. “Grandma mau memberikan obat ini untuk kalian, kalian minum ya sebelum … melakukannya,” kekeh Grandma menaruh obat itu di atas meja sofa, aku tersenyum dengan wajah memerah, Grandma benar-benar salah paham, aku jadi merasa bahwa semua ini percuma dan akan memberikan harapan besar pada Grandma dan Mommy untuk memiliki cucu dari pernikahan kami ini. “Makasih, Grandma.” Aku mengangguk. “Jangan lupa untuk diminum,” kata Grandma mengingatkanku kembali. Lagi dan lagi aku mengangguk, aku tersenyum dan melihat merk obat itu dan membaca khasiatnya dengan jelas, apalagi posisi obat itu ada disampingku. Khasiat untuk menambah energi pengantin baru dan masa subur agar harapan memiliki momongan cepat terkabulkan, OMG. Segininya Grandma? Pasti obat itu dari Madam Grandma juga. “Baiklah. Saya akan meminumnya.” Aku mengangguk, jika tidak mengatakan hal itu sekarang, Grandma pasti akan lebih lama di sini. “Jangan lupa ya, bangunkan Jason juga,” sambung Grandma. Aku mengangguk. “Besok kalian pasti tidur sampai siang, jadi tidak perlu khawatir itu hanya khasiat saja,” sambung Grandma. Aku kembali mengangguk, lagian aku dan Xav kan bekerja, tidak mungkin aku minum dan terlambat masuk kerja, aku dan Xav pasti akan dicurigai di kantor, jadi aku mengiyakannya dan akan mengatakan bahwa besok kami memang sudah memasang alarm untuk bangun pagi. Jadi, Grandma tidak akan curiga. “Grandma akan meninggalkan kalian,” kata Grandma lalu melangkah keluar dari kamar kami. Aku membuang napas halus dan memukul lengan Xav. Apa kataku, Xav pasti hanya berpura-pura. Dia langsung terbangun dan duduk dihadapanku setelah aku pukul, Xav tersenyum dan menggaruk leher belakangnya yang tidak gatal, wajahnya seperti tidak memiliki rasa bersalah sama sekali, dia sudah membuat Grandma berharap banyak padaku dan padanya, jadi itu semua salah Xav, bukan salahku. “Apa yang kamu lakukan? Kamu tidak dengar Mommy dan Grandma datang?” tanyaku dan menatap wajahnya, aku lalu duduk di kursi tunggal dan menatapnya. “Karena itu aku memelukmu, karena Grandma dan Mommy datang,” jawabnya. “Tapi, Mommy dan Grandma belum datang ketika kamu memelukku.” “Ha? Oh aku merasakan kedatangan mereka,” jawabnya. “Lalu aku langsung memelukmu.” “Benarkah?” tanyaku dengan wajah menelisik. “Iya. Jika tidak, Grandma dan Mommy pasti akan sangat kecewa padaku, Grandma melihat kita berdua tidur di tempat yang terpisah, itu juga akan sampai ke telinga nenekmu, jadi aku tidak mau sampai mereka kecewa dan akhirnya sakit memikirkan kita.” Aku menganggukkan kepala, aku benar-benar memahaminya. Aku juga tidak mau itu sampai ke telinga Madam Grandma, jika Madam Grandma mendengarnya, itu akan menjadi sesuatu yang membahayakan, apalagi penyakit mereka penyakit usia. Semua hal bisa saja terjadi, karena kebohongan kami. Apa yang dilakukan Xav kali ini sudah benar. Jadi, mencegah sesuatu yang bisa saja terjadi. “Baiklah. Aku memahaminya.” Aku menganggukkan kepala. “Lanjutkan tidurmu.” “Aku sudah tidak mengantuk,” jawabnya. “Aku benar-benar terkejut ketika Mommy dan Grandma datang.” “Okay. Baiklah.” “Kamu harus bertanggung jawab.” “Apa? Aku di suruh bertanggung jawab? Bertanggung jawab untuk apa?” tanyaku. “Karena kamu sudah membangunkanku,” sambung Xav dengan bibir yang dimanyunkan didepan, membuatku gemes tanpa alasan. “Terus apa yang bisa aku lakukan?” “Bagaimana kalau kita nonton?” tanyanya. “Okay.” “Eh ini obat apa?” tanya Xav. “Aku tidak mengerti, Grandma memberikanku katanya kita berdua harus meminumnya.” “Kamu mau minum?” tanyanya, pertanyaan yang konyol. “Tidak lah. Itu kan obat untuk kuat dan … anu itu bisa jadi … eee obat, anu ….” “Ya sudah. Kita abaikan saja obat ini dan kita menonton saja.” Aku menganggukkan kepala, aku benar-benar merasakan jantungku dipompa tanpa alasan yang jelas, aku tidak memahami diriku ini, aku terkadang gemas, dan aku jantungku terkadang berdetak kencang karena sentuhan pria ini. “Ayo duduk di sampingku,” ajaknya dengan wajah enteng. Apakah dia bisa sesantai itu ketika kita berpelukan agak lama? Ah aku tidak memahami dirinya. Aku pun duduk di sebelahnya dan dia menyalakan televisi, aku tersenyum dan menggelengkan kepala, ku lupakan saja jantungku ini, paling karena terkejut saja, karena itu aku tidak akan percaya jika ini karena aku memiliki perasaan terhadapnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD