Ketika aku memeluk San pada saat sebelum Grandma dan Mommy datang, semua itu sengaja, karena aku ingin sekali memeluk gadis itu dan saat itu juga debar jantungku begitu memburu. Aku tidak bisa berpikir lebih dari normal, aku ingin memeluk San dan aku ingin merasakan pelukan hangat itu, gadis yang benar-benar aku sukai dan aku cintai, aku pernah membayangkan hidup dengannya dan saling mencintai, dia mencintaiku dan aku mencintainya, jadi perasaanku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku pernah memiliki seseorang yang ada dalam hidupku, wajah dan senyumannya jelas mempesona, namun ia meninggalkanku di saat aku sangat menyayanginya.
Gadis itu memberiku kenyamanan, aku mencintainya dan dia mencintaiku, tapi yang terjadi dia malah pergi, aku pernah berada di posisi yang terluka dan tidak terima apa yang Tuhan berikan, aku pernah berada di posisi yang salah dan mencintainya terlalu dalam. Aku pernah merasa bahwa hidup yang saat ini aku rodai tidak lagi seperti sepeda melainkan seperti pesawat yang terbang ke angkasa dengan bebas bersama gadis yang kini duduk di sebelahku.
Aku tidak pernah mendapatkan kabar dari gadis yang pernah aku sukai, gadis Spanyol yang pernah aku lindungi di Yunani, aku dan keluargaku pernah tinggal di Yunani beberapa tahun dan gadis itu aku temui ketika dia tersesat, karena baru pertama kalinya menginjakkan kakinya ke Yunani. Setelah beberapa tahun menjalani hari dengannya dan tinggal di rumah yang sama, dia pergi dan kembali ke Spanyol, itu lah yang aku dengar terakhir kali ketika pemilik rumah yang kami tinggalin mengatakannya. Bahwa gadis itu pergi dan membawa semua barang berhargaku, dari sejumlah jutaan dollar dan sejumlah barang berharga lainnya. Dia pernah mengatakan kepadaku tidak memiliki tujuan selain Yunani dan selain aku, ternyata dia malah pergi dan tidak menepati janji.
Dua tahun aku hidup sendiri dan tidak pernah merasakan jantungku berdetar lagi, karena hidupku sudah aku sia-siakan untuk gadis itu. Karena sedih melihatku, keluargaku pun pindah kembali ke asal kami, yaitu Kanada. Aku berjanji pada diriku sendiri akan melupakan semuanya yang terjadi di Yunani dan akan kembali ke diriku yang sebenarnya, ketika sepi senyap aku rasakan, aku bertemu dengan seorang gadis di hutan, kakinya terluka oleh ranting pohon, aku membawanya ke rumah sakit dan kakinya di jahit, dan aku menyukai gadis itu pada pandangan pertama, aku memang tidak gampang jatuh cinta, karena dua tahun berharap gadis itu kembali dan satu tahun aku menjalani kehidupanku di Kanada setahun dari Yunani dan ternyata dia memberiku kehidupan yang baru.
Dia mengatakan kepadaku ‘Jangan sedih, karena hidup ini hanya sekali, tidak ada kesempatan yang terbuang.’ Perkataannya selalu membayangiku dan berbisik ditelingaku, di kesempatan lain kami bertemu lagi dan lagi, aku sampai mengira dia jodohku dan akhirnya kami memutuskan untuk berteman dan akrab sekali tanpa kami paksakan.
Gadis itu tidak membalas perasaanku, dan tidak pernah tahu kisahku, aku tidak pernah menceritakan kisah cintaku yang dulu, meskipun dia menceritakan seluruh kisahnya kepadaku, aku tahu dirinya dan aku tahu harapannya, namun aku belum berani memberitahu kehidupanku pada gadis itu. Aku pernah berada di Yunani, aku pernah mencintai seseorang terlalu dalam dan aku pernah dikhianati oleh ekspetasiku sendiri.
“Jason, ada apa?” tanya sebuah suara membuatku kembali fokus, aku sampai lupa sekarang ini kami sedang sarapan bersama. Aku jadi melamun didepan mereka dan mereka pasti akan bertanya, yang barusan membangunkanku dari khayalanku adalah Grandma.
“Tidak ada apa-apa, Grandma.” Aku menggelengkan kepala.
“Kamu terlihat bingung sejak tadi. Kamu sakit? Apa yang kamu rasakan, Nak? Apa karena obat yang Grandma berikan?” tanya Grandma dengan tatapan penuh harap.
Aku dan San tidak meminum obat itu, dan ketika Grandma melihat kami bangun pagi, Grandma bertanya, kenapa reaksi obat itu berbeda dengan apa yang dikatakan tukang jual obat itu, jadi aku dan San berusaha memberikan alasan yang pasti dan akhirnya kami sarapan bersama.
“Jason, jawab pertanyaan nenekmu,” kata Mommy membuatku menganggukkan kepala, aku sesaat kemudian menoleh melihat wajah ayahku.
“Iyes, Grandma, sepertinya pengaruh obat itu,” jawabku dan menoleh melihat San yang kini diam saja dan malah menikmati sarapannya.
“Berarti reaksi obat itu memang sangat mujarab, yang menjual obat itu mengatakan bahwa jika diminum sebelum tidur, sudah pasti reaksi pertamanya akan tidur kesiangan dan badan akan lemas, tapi karena kamu tidak tidur kesiangan artinya kamu sakit kepala karena kurang tidur?” tanya Grandma dengan wajah semringah, sepertinya Grandma dan Mommy berharap aku dan San memberikan mereka cucu dan cicit. Aku benar-benar tak menyangka akan membohongi Mommy dan Grandma sepeti ini, aku harus berusaha menahan hasratku dan tidak boleh melakukan apa pun tanpa sepengetahuan istriku yang kini duduk disampingku.
“Sienna, kamu tidak mengkhawatirkan suamimu?” tanya Mommy menatap San yang masih menikmati sarapannya.
“Saya sangat khawatir, Mom,” jawab San menatapku dan memegang kepalaku. “Dan, sepertinya Xav sakit. Mungkin karena semalam kami melakukan hubungan itu hingga pagi, jadi dia tidak nyaman sekarang, karena kurang tidur,” tambahnya membuatku mengeluarkan isi mulutku yang berisi air putih yang hendak ku telan, aku batuk dan aku terkejut dengan jawaban San yang tidak sesuai ekspetasiku.
Grandma dan Mommy tertawa kecil dan menganggukkan kepala, mereka tertawa kecil dan tidak ada yang perduli padaku ketika aku muncrat.
Suara deheman terdengar, aku menoleh melihat Daddy yang kini terlihat biasa saja, tidak ada yang istimewa menurut Daddy, yang istimewa adalah ketika aku mengikuti perkataannya dan aku ikuti segala perintahnya.
“Apakah tidak ada yang perduli kepadaku?” tanyaku menatap wajah ketiga wanita yang kini duduk menikmati sarapan mereka.
“Sayang, Mommy perduli kepadamu,” jawab Mommy tersenyum dan mengelus pipiku.
“Mom, aku serius,” kataku.
“Sayang, Mommy juga serius,” jawab Mommy.
“Kamu tidak apa-apa kan, Xav?” tanya San yang menurutku pertanyaannya sudah terlambat, dia menjawab pertanyaan Grandma dan Mommy berlebihan sekali, memberikan harapan yang benar-benar tidak bisa kami berikan. Entah sampai kapan San akan terus seperti ini. Aku juga sedang menunggunya.
“Kata tukang jual obat itu kamu akan segera hamil,” kata Grandma pada San dan kali ini yang batuk adalah San, membuatku tertawa pulas ketika melihatnya. Pertanyaan dan jawaban yang berlebihan akan membuat semuanya salah paham, tapi semua sudah terlanjur, jadi tidak ada yang bisa San dan aku lakukan.
“Ada apa dengan kalian? Kalian berdua batuk seperti itu, apa itu juga reaksi obat?” tanya Grandma membuat kami menggelengkan kepala.
San menoleh dan menatapku, San memberiku kode agar kami bisa pergi dari sini secepatnya dan tidak makin menjadi-jadi pertanyaan Grandma dan Mommy.
“Grandma, Mom, Sepertinya kami harus berangkat,” kataku dan bangkit dari dudukku begitupun San.
“Kalian sudah mau berangkat?”
Aku dan San mengangguk kuat.
“Jadi, kalian tidak habiskan sarapan kalian?”
“Kami akan melanjutkan sarapan kami di kantor.”
“Bukankah kata kalian akan ada rapat setibanya di kantor?” tanya Mommy menatap wajah kami berdua secara bergantian.
“Karena itu kami harus berangkat sekarang,” jawabku.
“Baiklah. Kalian boleh berangkat dan Sienna, tunggu,” kata Mommy membuatku menoleh menatap San.
“Ada apa, Mom?” tanya San.
“Grace!” panggil Mommy pada Grace—ketua maid di mansion ini.
“Iya, Nyonya?”
“Mana rantang yang aku suruh siapkan?”
“Sudah saya siapkan, Nyonya,” jawab Grace lalu menyuruh salah satu maid memberikan rantang itu kepada San membuatku menautkan alis karena keheranan dengan isi rantang itu.
“Ini isinya apa, Mom?” tanyaku pada Mommy.
“Ya isinya itu adalah makanan, memangnya kamu pikirnya apa, Nak?” kekeh Mommy, sepertinya Mommy sudah tertular dengan antusiasme Grandma untuk melakukan sesuatu yang tidak pernah Mommy lakukan sebelumnya.
“Tapi kan makanan diluar banyak, Mom,” jawabku lagi.
“Sayang, tidak ada makanan seenak makanan rumah,” kata Grandma membuatku menoleh dan menatap San yang kini tidak tahu harus berbuat apa.
“Makanan itu adalah makanan sehat jadi Sienna harus makan, jangan membuangnya atau bagi kepada yang lain, makanan itu khusus makanan promil,” kata Mommy membuatku menautkan alis.
Promil adalah program hamil dan itu membuatku hampir pingsan. Mommy dan Grandma berharap terlalu banyak pada kami berdua.
“Sienna, ingat ya, Jason adalah cucuku satu-satunya dan dia tidak memiliki saudara, jadi hanya dia yang bisa memberikan ahli waris selanjutnya pada kami, jadi kamu harus memperhatikan tugasmu dengan baik,” kata Grandma dan menurutku itu kasar sekali.
“Grandma, itu bukan tugas Sienna saja, tapi tugasku juga,” kataku membela Sienna yang kini sudah merasa terpuruk di sini.
“Nah kalian harus bekerja sama dengan baik,” jawab Grandma begitu enteng.
“Ya sudah. Kalian berangkat. Pastikan makan makanan itu siang nanti,” kata Mommy. “Eh iya lupa, berikan satu lagi, Grace.”
Grace lalu memberikan kode kepada maid satunya untuk memberikan rantang itu kepadaku lagi, dan kali ini rantang milikku. Sebenarnya apa yang dilakukan Mommy dan Grandma itu.
“Nah itu rantang untukmu makanan sehat yang cocok untukmu,” kata Mommy.
“Aku juga?”
“Kalian kan harus berusaha sama-sama, kalau hanya Sienna yang memakannya kamu tidak, itu akan percuma, Sienna yang akan subur kamu tidak,” jawab Mommy yang sudah ketularan antusias Grandma.
“Apakah harus melakukan semua ini?” tanyaku.
“Harus dan WAJIB!” tekan Grandma.
“Mommy dan kamu itu berlebihan sekali, ini zamannya bukan makanan sehat dari jaman Mommy atau obat jaman Mommy lagi, semua bisa dipastikan oleh dokter, jadi kenapa harus merepotkan diri seperti ini?” tanya Daddy dan kali ini Daddy mengatakan hal yang menurutku tidak membantu.
“Sayang, kamu jangan ikut campur pekerjaanku dan pekerjaan Mommy,” kata Mommy membuatku hampir gila jika tetap di sini.
“Ya sudah. Kalian berangkat saja,” kata Grandma dan rantang kami itu di ambil oleh El dan El yang membawanya pergi.
“El,” panggil Mommy.
“Iya, Aunt?”
“Pastikan mereka memakannya, jika mereka tidak memakannya, laporkan kepada Aunt,” kata Mommy membuat El menganggukkan kepala.