Prolog
“Ini kah yang kamu mau? Mengambil sampah dan mendaurnya ulang? Bukankah meski di daur ulang … sampah akan tetap menjadi sampah? Dan … simpanan akan tetap menjadi seorang simpanan?” Kegigihanku yang berusaha berdiri tegap meski lututku lemas. Berusaha tegas meski hatiku rapuh didalam sana. Berusaha kuat padahal aku orang yang lemah.
Pertanyaanku membuat semua keluargaku terdiam tanpa kata. Bagiku … keluarga hanyalah sebuah merk karena dengan merk itu membuatku terlihat hidup dilingkungan keluarga yang baik dan bahagia, tak ada yang tahu bahwa sebaliknya lingkungan keluargaku yang sekarang sangat buruk. Rumah yang dulunya menjadi tujuanku pulang, seperti tempat yang asing.
Sienna Summer—namaku, aku yang berdiri ditengah dua keluarga seperti seorang tersangka. Aku adalah gadis yang kuat, bahkan aku tidak pernah menangis meski melihat ibuku sudah tidak bernyawa, bukan tidak sedih melihat ibu, namun aku wanita yang terlalu kuat hingga apa pun yang membuatku akan jatuh, pasti akan berusaha aku lawan.
Aku sering dipanggil Sienna, aku yang tinggal di rumah mewah dan kaya, namun semua penghuninya miskin hati.
“Kamu jangan sembarangan bicara!” Seorang wanita parubaya hendak menamparku, namun aku menyergap tangan besar itu dan menggenggamnya kuat. Sedangkan Ayah—Jhon Summer—malah menendang betisku, membuatku anaknya ini terjatuh ke lantai. Tega sekali.
Ayah kandungku yang dulu memberikan kebahagiaan berubah menjadi tak sayang, bukan lagi memberikanku kebahgaiaan, namun malah membuat aku menjadi kejam. Salahkah aku jika mengharapkan masa laluku kembali? Salah satunya … biarkan aku bersama ibu untuk melalui semua ini, biarkan Ibu menepuk punggungku untuk menenangkanku dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.
Tiga belas tahun yang lalu, Ayah membawa Errina—adik tiriku dan Katrina—Ibu tiriku masuk kedalam rumah yang dulunya penuh bahagia. Menghancurkan kebahagiaan yang dulunya sebesar gunung berubah menjadi bola kecil.
Wajah Katrina penuh dengan kepalsuan, tatapan matanya jelas sekali akan berperang, sedangkan Errina sok baik dan pura-pura tidak tahu hubungan ayahku dan ibunya. Menganggap dirinya tidak salah dan menganggap dirinya masih polos. Aku menamakannya Drama Queen.
Ayah menyuruh Katrina untuk akur denganku, namun kebusukan Katrina terlihat ketika Ayah tak ada di rumah, ia menyiksaku beberapa kali dengan cara tidak memberiku makan dan minum, menyita ponselku, memukulku, mengunciku dalam kamar mandi dan merendamku di bak mandi, memberikanku makanan basi, semua dilakukan wanita jahat itu beserta putrinya padaku. Sebaliknya, jika ayah ada di rumah, ia akan berpura-pura baik, mengurusku segala kebutuhanku dan memberiku makanan yang enak. Ketika ia melakukan semua itu, aku masih remaja. Ketika aku memberontak dan berusaha melawannya, kebengesinnya menjadi-jadi, tanganku dilukai menggunakan besi panas, sampai bekasnya pun masih ada sampai sekarang. Sakit? Tentu saja sakit, di siksa dan diperlakukan tak adil, merebut kebahagiaanku. Hingga dendam dan kebencian yang ada dihatiku tumbuh terus tumbuh menjadi pohon yang kokoh.
Kebengisan Katrina dan Errina berhasil membuat aku kehilangan Ibu selamanya, hanya sebulan serumah dengan iblis itu, membuat Ibu memilih mengakhiri hidup dengan cara lompat dari bukit Grouse Mountain.
Segala upaya telah aku lakukan agar bisa mencari dan menemukan ibu, namun Ayah malah menolak dan melarangku melaporkan kejadian ini ke polisi hingga kejadian ini tidak pernah lagi menjadi pembahasan dan dilupakan semua orang termaksud dilupakan oleh suaminya sendiri, ayah telah dibutakan oleh cinta dan mengabaikan hati ibu yang dulu sangat ia cintai.
Di mata ayah saat ini, hanya Errina dan Katrina yang benar, sedangkan aku yang menjadi anak dari istri sah terabaikan dan selalu dilukai.
Aku mendongak menatap ayah penuh harap, sekali saja aku selalu berharap ayah membelaku, namun yang selalu ia bela hanyalah Katrina, Errina dan Sonia—Ibu kandung dari Katrina yang beberapa bulan ini tinggal di rumahku.
Kepedihan yang aku rasakan berlipat ganda ketika Errina selingkuh dengan bosku kekasihku—Degard Lanss.
Errina menyatakan hamil anak Degard, lelaki yang aku cintai, lelaki yang aku harapkan bisa memberikan kebahagiaan, bisa memberikan kedamaian, hingga tidak lagi merasakan luka pada keluargaku.
“Berdiri, Sienna. Apa kamu mau mati di sini?” tanya Degard—lelaki yang dengan mudahnya mengungkapkan perasaannya padaku dua tahun yang lalu, yang selalu menyelamatkanku dan selalu membelaku. Degard adalah bosku, dia kepala kordinator di perusahaan Travel miliknya dan aku salah satu stafnya.
Hari ini, aku baru menyadari betapa bodohnya aku selama ini yang percaya pada lelaki hidung belang didepanku ini, yang kini terlihat menggenggam tangan Errina dan mencoba melindungi Errina dariku. Aku pikir keluarga Lanss datang untuk melamarku, ternyata mereka datang untuk melamar Errina yang kini hamil anak Degard. Sakit? Terluka? Tak ada yang akan baik-baik saja dan tak terluka jika berada di posisiku. Aku pun hanya berusaha kuat sekarang.
“Pergi, Sienna! Jangan mengganggu kebahagiaan adikmu!” bentak Ayah dengan mata berkabut amarah, jelas sekali terlihat bahwa kilatan itu seperti akan menyambarku bagai petir.
Aku berdiri menoleh kanan kiri dan melihat semuanya tertawa dalam hati, tak ada yang tulus. Sedangkan seraut wajah tampan yang membuatku percaya masih ada orang baik, kini menggengam tangan Errina dan menatapku jijik.
Aku tertawa terbahak-bahak, mereka semua menautkan alis, aku menyeringai mengerikan bak iblis yang akan memakan mereka semua, aku memang berharap bahwa aku bisa menjadi iblis sekali saja untuk mencekek leher mereka dan mati ditanganku. Harapan yang konyol.
“Sienna, pergi lah. Please … biarkan aku bahagia,” lirih Errina penuh tipu muslihat.
Aku menoleh menatapnya, jurus andalanannya yang berpura-pura baik membuatku ingin membunuhnya dengan tanganku. Dasar wanita gila, dia persis ibunya, selalu mengambil kebahagiaan orang lain, aku baru bisa membenarkan pepatah yang mengatakan bahwa daun tak akan jatuh jauh dari pohonnya, mungkin seperti ini lah pepatah itu.
“Kamu mau aku hukum? Ha?” tanya Ayah dan menyeretku paksa untuk menjauh dari mereka semua.
“Ayah, jangan memperlakukan Sienna seperti itu, kasihan dia.” Aku menoleh menatap gadis b******k itu. Sang Drama Queen. Jika saja ada kompetisi, sudah bisa dipastikan Errina akan menjadi pemenangnya, hingga membuat semua orang percaya bahwa dia baik hati.
“Dia sudah menyakitimu, Nak.” Kali ini Katrina yang berbicara.
Ku hela napasku dan ku lepaskan genggaman tangan ayah secara paksa. Ayah pun menatapku. Tak ada lagi cinta dimatanya, tak ada lagi kesetiaan dimatanya, tak ada lagi kasih sayang seorang ayah pada anaknya. Aku lah yang berhak bahagia, aku tidak pernah merebut kebahagiaan orang lain, namun mengapa aku sulit mendapatkan bahagia?
“Kamu … jangan pulang kemari lagi! Kamu sudah memperlakukanku seperti ini, jangan harap ada tempat untukmu di rumah ini!” bentak Ayah. “Kamu bukan bagian dari keluarga Summer lagi.”
Dadaku sesak didalam sana, begini kah seorang ayah harus bersikap? Bukankah seorang ayah harusnya berada ditengah? Bukan malah membela satu orang dan menjatuhkan yang lainnya.
“Kenapa Ayah mengusir Sienna? Dia mau tinggal dimana? Kenapa ayah tega?” tanya Errina dengan tatapan penuh kemenangan.
“Sudah lah, Errina. Biarkan dia pergi.” Kali ini Degard yang berbicara.
Aku berada dihadapan semua orang yang memiliki ambisi dan siasat, apakah ini perkumpulan geng mafia? Mereka seperti seorang mafia yang siap menghancurkan orang lain dan bahkan membunuh orang itu yang mereka akan pengganggu.
Salah satu maid kini menaruh koperku disamping nakas yang ada didekat pintu keluar. Sejak kapan semua barangku di persiapkan? Sepertinya klise sekali jika mereka menyiapkan ini ketika Ayah baru mengusirku. Apa memang ini yang mereka rencanakan?
“Aku harap kamu menemukan kebahagiaan diluar sana, Sienna. Aku minta maaf telah mengkhianatimu, namun aku sangat mencintai Errina.” Degard menatapku. Aku menyesal telah dibuat jatuh cinta dua tahun yang lalu, untung saja aku tidak pernah memberikan tubuhku, mungkin Degard membutuhkan wanita yang murahan, bukan wanita yang selalu menjaga martabatnya seperti aku.
Aku mengambil koperku dan menyeratnya agar berpindah kesampingku, ku genggam ujung pemegangnya dengan kuat. Ku tatap wajah-wajah iblis didepanku, mulai hari ini aku akan meninggalkan seluruh keluarga j*****m ini, aku anak yatim piatu sekarang, tak memiliki Ibu dan Ayah.
“Baiklah. Nikmati kebahagiaan kalian. Kalian benar-benar serasi, ibarat sampah dan tempatnya,” kataku dengan tawa mengejek.
“Sienna!” bentak ayah.
“Bukankah Ayah juga sama? Ayah sudah menjadi bagian dari mereka!”
“Kamu!”
Plak …
Plak …
Ayah menamparku lagi dan lagi, ya itu sudah biasa, saking terbiasanya membuatku kebal dengan pukulannya.
“Saya tidak menyangka, Tuan Summer. Anda memiliki putri yang perangainya seperti dia. Untung saja putra saya memilih Errina.” Viktor Lanss. Dia lah ayah kandung Degard. Seorang pengusaha travel terbesar yang menyebar di setiap kota.
“Dia bukan putriku lagi, Tuan Lanss. Abaikan saja dia,” jawab Ayah.
“Detik ini adalah detik terakhir aku menghargai Ayah. Terima kasih atas didikan ayah yang keras, sampai aku tahu bahwa Ayah saja bisa membuang anaknya. Ayah pernah mengariku bagaimana menjadi seorang raja, dan kali ini ayah memperlakukanku seperti b***k. Terima kasih.” Aku membungkukkan badanku, menghormati ayah yang enggan menatap wajahku.
“Dan … Errina, Katrina, dan Nenek yang terhormat, kalian menang. Karena ayah tidak menganggapku anak lagi, jadi jaga baik-baik dia, aku pergi!” Aku menyeret koperku dan meninggalkan kumpulan dua keluarga yang kaya akan harta namun miskin hati.
Meski aku kehilangan segalanya, sampai detik ini aku tidak pernah mengeluarkan airmata.