Galen memutuskan untuk Kembali mengejar Billa, seberapa pun usaha Galen ingin move on nyatanya perasaan itu masih ada, Galen tidak semudah itu melupakan Billa, ia mencintai Billa dengan tulus bukan karena fisik gadis itu yang hampir sempurna, bukan pula juga karena otaknya Billa yang terbilang cerdas, apalagi karena Billa yang terlahir dari keluarga kaya, bukan, Galen sama sekali tidak memandang apa yang ada pada diri Billa, tetapi hatinya memilih Billa sebagai orang yang ia cinta, dan ia tidak ingin kehilang orang yang ia cinta, ia bertekad untuk menjadikan gadis itu sebagai istrinya, karena yang Galen mau memang Billa, entahlan tidak tahu juga kenapa Galen bisa sebucin itu sama Billa, padahal jelas-jelas perasaan Billa biasa saja ke Galen, bahkan gadis itu sudah memutuskan hubungannya dengan Galen berkali-kali, tetapi yang namanya orang jatuh cinta jadi gila dan lupa diri, itulah yang dirasakan Galen sekarang.
Galen segera membereskan alat tulisnya ke dalam tasnya, setelah itu ia langsung menghampiri Billa yang sudah lebih duluan beranjak dari tempatnya, kelas sudah lumayan sepi karena memang sudah waktunya pulang sekolah, Galen langsung meraih tangan Billa dan langsung dihempas oleh gadis itu, jujur Billa merasa risi kalau Galen terus mengejarnya seperti ini padahal Billa jelas-jelas tidak memiliki perasaan apa pun pada laki-laki ini, Galen adalah most wanted di sekolah ini, ia bisa saja mendapatkan gadis mana saja yang ia mau karena memang banyak yang menginginkan Galen untuk menjadi pacar mereka, tetapi nyatanya Galen hanya mau Billa, tetapi Billa tidak mau Galen.
“Bil, tadi pagi aku lihat kamu diantar, enggak bawa kendaraan kan? Jadi, mending kamu pulang bareng aku ya,” tawar Galen dengan senyuman semringah.
Billa memutar matanya bosan. “Gal, berhenti, berhenti kejar gue, kita kan udah putus dan perasaan gue ke lo itu biasa aja, jadi stop buang waktu lo untuk kejar orang yang berjuang buat orang lain. Fokus sama hidup lo, Galen.”
Galen speechless mendengar Billa yang mengatakan kalau ia sedang berjuang buat orang lain, memangnya siapa yang cowok yang berhasil mengambil hati Billa? “Siapa cowok itu, Bil? Aku kenal sama orangnya?”
Billa sekilas melirik Andre yang masih duduk seraya memainkan ponselnya, kemudian ia menatap ke arah Galen dan berkata, “Seseorang yang sulit gue gapai, tapi gue akan berjuang buat dapatin dia.”
Galen terkekeh pelan, ia merasa aneh pada Billa karena memperjuangkan seseorang yang jelas-jelas sulit digapai dan mengabaikan laki-laki yang tulus mencintainya. “Sekarang gue tanya sama lo, Bil. Lebih baik mana, dicintai atau mencintai? Apa yang lo lakuin sekarang itu Cuma buang waktu lo.”
“Kalau lo tanya lebih baik dicintai atau mencintai, maka jawaban gue adalah mencintai, gue lebih baik memperjuangkan orang yang gue cintai, daripada bersama seseorang yang enggak gue cintai. Jadi stop buat kejar gue karena hati gue udah jadi miliki seseorang.” Billa pun langsung menghampiri Sisil yang masih duduk pada tempatnya. “Sal, ayo pulang bareng gue.”
Kedua gadis itu langsung berjalan keluar kelas meninggalkan Galen yang masih mematung, jujur ia penasaran siapa sebenarnya laki-laki yang dimaksud oleh Billa.
Di sepanjang koridor Sisil jadi mikir bahwa laki-laki yang Billa maksud itu pasti Andre, karena beberapa hari terakhir ini gadis itu selalu memperhatikan Andre dan ia pandang Andre dengan tatapan berbeda. “Bil, gue mau tanya sama lo, cowok yang lo maksud itu Andre, kan? Beberapa hari terakhir ini gue perhatikan lo dan jawaban yang gue tangkap adalah lo yang punya perasaan sama Andre, benar kan? Kita kan sahabat, lo enggak mungkin bohong sama gue kan?”
Billa akhirnya mengangguk, tidak ada gunanya kalau ia terus berbohong. “Iya, Sal, lo benar, orang yang gue suka adalah Andre, tapi dia sulit buat gue gapai, gue bahkan udah jujur perasaan gue ke dia, tapi feedbacknya nol, miris ya, gue suka sama orang yang enggak suka sama gue, tapi gue justru mengabaikan orang yang jelas-jelas perjuangin gue, tapi gue anggap itu sebuah tantangan, gue akan berusaha keras untuk dapatin Andre, gue yakin suatu saat nanti gue pasti akan bisa dapatin dia. Tapi lo diam-diam aja ya, gue enggak mau persahabatan Andre dan Galen hancur.”
“Iya, Bil, gue enggak bisa komen apa-apa, kalau udah menyangkut perasaan emang enggak bisa dipaksa, gue Cuma bisa berdoa yang terbaik buat lo.”
“Thanks, Sal, lo emang sahabat terbaik gue.”
***
Ranaya enggak bisa berhenti ketawa mendengar cerita dari Gevan bahwa ia diputuskan oleh anak SMA itu, ternyata gadis itu matanya terbuka lebar untuk tidak memilih Gevan laki-laki yang tidak bermodal ini untuk menjadi pasangan hidupnya, lagipula Gevan tidak benar-benar menyukai gadis itu, ia hanya menganggap gadis itu sebagai ATM berjalannya, wajar kalau hubungan mereka tidak bisa bertahan lama karena segala sesuatu kalau diniati tidak baik maka akan tidak akan bertahan lama.
“Nay, gue yang galau kenapa lo malah Bahagia sih, dasar teman dakjal, setan lo.” Gevan tidak bisa menahan mulutnya kalau lagi kesal.
Ranaya langsung menabok mulut Gevan dengan tas yang ada di atas meja. “Mulut lo perlu dijaga, gue enggak suka kalau dikasarin gitu.” Ranaya langsung beranjak dari kursinya dan langsung keluar dari kantin fakultasnya.
Gevan sampai lupa kalau Ranaya memiliki hati yang sensitif, ia sama sekali tidak bisa dikasarin, Gevan pun langsung beranjak dari tempatnya dan mengejar Ranaya, maksud hati ingin bercanda tapi ia lupa yang ia bercandai adalah Ranaya.
Gevan mengejar Ranaya sampai ke parkiran, dan Gevan langsung meraih tangan Ranaya langsung dihempas oleh gadis itu karena ia memang memiliki hati yang sensitif, sama sekali tidak bisa dikasarin dalam kata-kata apalagi perbuatan, dia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang selalu berkata baik-baik jadi ia tidak suka kalau ada orang luar yang mengatai hal negatif kepada dirinya.
“Nay, gue minta maaf, tadi gue lagi kesal aja, please lo jangan marah sama gue, gue harus apa biar lo enggak ngambek lagi. Gue tadi bicaranya enggak serius kok.” Gevan benar-benar tulus meminta maaf pada Ranaya atas mulutnya yang tidak bisa dijaga tadi.
Ranaya menghela napas. “Oke. Sekarang gue mau pulang.”
“Nay …,” sebelum Ranaya masuk ke mobil, Gevan Kembali melanjutkan ucapannya. “Gue sayang lo, Nay, bukan sebagai teman, tapi lebih dari itu.”
Ranaya langsung terdiam, dan menoleh ke arah Gevan. “Bercandaan lo lucu, sejak kapan lo suka sama gue, padahal selama ini lo suka gonta-ganti cewek, jangan jadiin gue korban lo selanjutnya.”
Gevan menggeleng. “Enggak, Nay, gue suka sama lo Cuma selama ini gue enggak berani jujur karena gue minder, gue tahu lo enggak suka sama gue. Tapi sekarang gue memberanikan diri untuk nyatain perasaan gue ke lo, lo mau kan jadi pacar gue?”
Belum sempat Ranaya menjawab pertanyaan Gevan, tiba-tiba muncul Galen di dekat mereka, ia langsung merangkul Ranaya. “Sorry, Ranaya sekarang cewek gue. Lo enggak berhak nembak cewek gue.” Gevan langsung membukakan pintu mobil Ranaya dan menuntun gadis itu masuk ke mobilnya. “Biar gue yang nyetir. Motor gue ambil nanti aja.”
Mobil Ranaya meninggalkan Gevan yang masih mematung di tempat. Sedangkan Ranaya masih kesal karena Galen mengakuinya dengan seenaknya. “Gal, kenapa lo ngaku-ngaku? Seenaknya aja lo akui gue pacar lo.”
Galen melirik Ranaya sekilas. “Gue enggak mau kalau lo jadian, nanti gue enggak bisa sedekat ini lagi sama lo.”
Ranaya menghela napas kesal. “Lo kok egois sih, waktu lo pacaran sama Billa aja gue enggak masalah, tapi kenapa gue enggak boleh pacaran?”
“Emang lo suka sama Gevan? Cowok enggal modal itu?”
“Ya enggak sih, tapi aneh aja, kita ini siapa sih, kenapa lo selalu protektif ke gue? Padahal lo sayangnya sama Billa.”
Galen menepikan mobilnya, dan menatap Ranaya dengan tatapan intens. “Gue senang kita dekat. Nay, tapi gue enggak tahu perasaan gue ke lo itu kayak apa? Yang jelas gue enggak mau lo jadian sama cowok lain.”
“Gal, gue itu cewek, punya hati dan perasaan, gue enggak mau digantungin seperti ini terus. Lo sayang cewek lain, tapi lo selalu memperlakukan gue seakan lo itu sayang sama lo. Jadi gue bingung artiin perasaan lo.”
Secara refleks Galen mencium pipi Ranaya, seperti hal yang bisa ia lakukan. “Kita kayak gini aja ya, gue enggak mau diantara kita ada hubungan apa-apa, saling jaga perasaan masing-masing, oke?”
“Egois.”
Galen meraih tangan Ranaya, lalu ia genggam dengan lembut. “Sorry, Nay, gue enggak mau kalau nantinya kita pisah dan kita enggak bisa dekat lagi kayak sekarang, tapi gue janji gue akan lupain Billa dan fokus sama lo. Gue udah nyaman sama lo dari dulu, makanya setiap ada apa-apa orang yang gue cari duluan itu lo, karena lo tempat gue mencurahkan keluh kesah gue. Lo mau kan kita tetap dekat seperti ini?”
“Gal, egois buat gue enggak sih?”
Galen menggeleng. “Gue akan ubah rasa nyaman ini menjadi rasa sayang, gue mau fokus aja sama lo, gue udah capek kejar Billa, lo bantu gue biar gue sayang sama lo ya, dan lo harus belajar sayang sama gue, biar nanti kita bisa nikah.”
“Gal, lo lupa, kita ini beda, gue bentar lagi kelar kuliah, dan lo baru kelas 12,” ujar Ranaya mengingat umur mereka yang cukup jauh.
“Gue ingat kok kalau lo lebih tua dari gue, tapi umur bukan menjadi penghalang untuk kita bersatu, kan?” jawab Galen dengan sungguh-sungguh. “Lo mau kan bantu biar gue bisa benar-benar sayang sama lo? Dan lo juga cuma boleh sayang sama gue.”
Ranaya terdiam, ia juga senang dan nyaman berada dekat Galen, lagian tidak ada cowok yang benar-benar dekat dengannya kecuali Galen, jadi tidak ada salahnya kalau ia mencoba memberikan kesempaatan pada hatinya untuk sayang sama Galen. “Boleh, bisa dicoba, tapi ingat harus saling jaga perasaan satu sama lain, dan Andre jangan dulu tahu tentang kita, oke?”
“Oke, Sayang, terima kasih ya.” Ranaya terkejut mendengar kata sayang, ia langsung diam tanpa kata, kemudian Galen Kembali berkata, “Enggak apa-apa kan kalau aku panggil sayang?”
“Terserah.”
“Oke.”
Galen pun Kembali melajukan mobilnya.
***