Bab 1
"Gue heran sama bocah jaman now, yang terlalu mengagungkan cinta," ujar Andre yang sedang memainkan game andalannya yaitu Mobile Legend.
"Lo juga bocah, Ndre," celetuk cowok di sampingnya yang sedang stalking sang mantan di akun Instagramnya. "Gue itu sayang banget sama dia, lo tahu 'kan dia pacar pertama sekaligus cinta pertama gue, dan dia mutusin gue itu nggak masuk akal banget. Dia mikir gue selingkuh sama Ranaya."
Andre menghentikan permainannya dan menatap cowok itu, lalu merebut ponsel dari si empunya. "Heran, kenapa lo bisa cinta mati sama dia? Gue kasih tahu, biar nggak b**o-b**o amat." Andre menatap seksama wajah di layar ponsel itu. "Billa nggak cantik-cantik banget, emang sih dia manis, tapi sifatnya itu terlalu alay menurut gue. Dia batasin ruang lingkup pertemanan lo, bahkan lo rela blokir akun w******p Kak Ranaya karena permintaan Billa, dan dia tetap aja nuduh lo selingkuh."
"Gue nggak keberatan, Ndre. Tujuan gue adalah bahagiain dia."
"Cinta sama b**o itu beda tipis, Galen Ray Aksa."
Cowok yang biasa dipanggil Galen itu menghela napas pelan, dan bayangan masa lalu kembali berputar di kepalanya bagai kaset rusak.
"Gal, gue suka sama lo," ujar cewek berseragam putih abu-abu. "Galen, gue sama kedua sahabat gue suka sama lo, tapi mereka nggak mau nyatain perasaan itu, takut nyakitin satu sama lain."
Kejadian itu setahun lalu yang lalu, tepatnya 22 Januari 2021.
"Terus kenapa lo bilang, nggak takut mereka benci lo?"
"I don't care, gue cuma pengin bikin masa putih abu-abu gue berwarna, menjalin kisah dengan seseorang yang gue sayang."
Kalimat itu masih membuat Galen tersenyum jika mengingatnya. Dia memang sebucin itu pada gadis yang bernama Bila tersebut. Entah apa yang membuat Galen secinta itu pada Bila.
"Mau gue atau lo yang nembak?"
"Mau gue atau lo yang nembak, kita tetap jadian 'kan?"
Galen tersenyum, lalu mengacak pelan rambut cewek itu. "Oke, sekarang kita pacaran."
Kehadiran seseorang di kamar Andre membuat Galen kembali ke alam sadar.
"Ndre, lo jemput Mama sama Papa di airport sono, bentar lagi pesawatnya landing."
Andre menggeleng. "Why harus gue? Lo 'kan bisa."
"Gue baru pulang kuliah, nggak usah protes. Kasian Mama sama Papa harus nunggu lama. Sana jemput," ujarnya tak terbantahkan.
"Bawel." Akhirnya Andre beranjak dari kasur dan bersiap-siap untuk menjemput orangtuanya yang baru pulang dari Kalimantan menghadiri pernikahan saudara jauh.
Baru saja cewek itu hendak melangkah keluar kamar, tiba-tiba Galen menyerukan namanya, "Ranaya ... "
Ranaya menoleh dan menaikkan sebelah alisnya. "Ada yang bisa dibanting?"
Galen turun dari kasur dan berdiri di hadapan Ranaya, dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Gini, Nay. Gue udah putus sama Billa, lebih tepatnya dia mutusin gue kemarin. Dia mikir gue selingkuh sama lo."
Ranaya berdecak kesal. "Oh ya? Padahal lo udah blokir w******p gue, terus dia masih mikir kita selingkuh? Sakit jiwa itu cewek!"
"Gue mau minta tolong, lo bantu ngomong ke dia, bilang kalau kita nggak apa-apa dan gue sayang banget sama dia."
Ranaya menggeleng. "Waktu gue terlalu berharga buat ngurus sesuatu yang nggak berpengaruh sama hidup gue."
"Nay, kita 'kan tem—"
Seakan Ranaya sudah tahu apa yang Galen ingin katakan, dia langsung memotongnya. "Teman? Lo masih bilang kita teman semenjak lo blokir gue seminggu yang lalu? Sori, buat gue lo cuma orang asing yang kebetulan temannya adik gue."
"Nay, lo tahu 'kan gue sayang banget sama dia, tujuan gue adalah jadiin dia milik gue seutuhnya, gue mau nikahi dia suatu saat nanti, cuma dia yang gue mau dan sekarang harapan gue adalah lo, lo mau bantuin gue."
Ranaya tersenyum tipis dan menepuk pundak Galen. "Jangan terlalu menomorsatukan cinta, belum tentu cinta yang lo agungkan sekarang adalah jodoh masa depan lo."
"Tap—"
"Gue kasih tahu, kekecewaan yang lo dapatkan sekarang tergantung pada besarnya harapan yang lo punya."
"Nay, gue nggak butuh nasihat lo sekarang, gue mau lo bantu gue."
Ranaya tetap menggeleng dan dia kembali melangkahkan kakinya keluar dari kamar Andre. Bukan Galen namanya kalau menyerah, dia mengejar Ranaya, lalu mencekal tangannya. "Nay, bantu gue. Gue bakal lakuin apapun asalkan lo mau bantu gue."
Ranaya menoleh dan tersenyum tipis. "Apapun?"
Galen mengangguk semangat.
"Termasuk Iphone keluaran terbaru?"
Galen membelalakkan matanya. "Duit jajan aja masih minta emak."
"Terserah, kalau nggak mau juga nggak apa-apa."
"Yang lain, gue traktir es krim?"
Ranaya mengangguk. "Es krim satu kedai?"
"Ngomong k*****t dosa nggak?"
Ranaya tersenyum puas, ia berhasil mengerjai cowok yang lebih muda tiga tahun darinya ini. "So, lo mending belajar yang benar, terus jadi orang sukses dan beliin gue Iphone keluaran terbaru, baru gue bantuin lo balikan sama Billa."
"Itu kelamaan, keburu Billa nikah sama cowok lain."
"Derita lo, gue mau mandi dulu."
♡♡♡
"Bil, lo nggak sayang kehilangan Galen? Lo nggak ingat demi Galen, lo rela bikin persahabatan lo sama Rani dan Salsa jadi renggang?" ujar Sisil yang sudah selesai menghabiskan satu mangkuk bakso.
Billa menggeleng. "Gue butuh diperjuangkan."
"Lo sengaja lari biar dikejar?"
"Jelas, gue mau tahu seberapa sayangnya dia ke gue. Kalau dia beneran cinta, dia pasti bakal berjuang."
"Dia berjuang dan lo diam aja? Lo kira berjuang sendiri itu enak? Lagian alasan lo mutusin nggak masuk akal."
"Nggak masuk akal gimana? Dia jalan sama Ranaya dan gue nggak suka, bisa aja mereka selingkuh, atau emang iya!"
"Kan jalannya bertiga, sama Andre juga, apa salahnya?"
"Kok lo jadi nyalahin gue?"
"Gue nggak nyalahin, gue c*m—"
"Sil, it's my life. Jangan karena lo sahabat gue, jadi lo berhak sok tahu atas hidup gue. Billa dan Sisil tetap dua orang yang berbeda."
Akhirnya Sisil diam, sebenarnya ia hanya kesal dengan sikap Billa yang berlebihan. Egois dan cemburuan. Niatnya mengingatkan tapi tidak diterima dengan baik oleh Billa.
♡♡♡
Setelah mata kuliahnya berakhir Ranaya langsung keluar dari kelas bersama Mita—temannya. Ranaya menuju parkiran, sementara Mita menuju gerbang kampus karena dia sudah dijemput oleh kekasihnya.
Saat sampai di parkiran, dia melihat sesosok cowok berseragam putih abu-abu yang sedang duduk di kap mobilnya. Ranaya memutar matanya malas. "Ada apa?"
"Gue nggak akan berhenti, sampai lo mau bantuin gue."
Ranaya tidak peduli, dia berjalan ke pintu mobilnya dan langsung masuk, dengan sigap cowok itu turun dan masuk ke jok penumpang. "Lo bawa kendaraan sendiri, 'kan? Dan sekarang turun."
"Biarin aja motor gue di sini dulu."