Aruna tidak berniat menjadikan airmatanya sebagai alat untuk mendapatkan empati dari Batara, tapi kesedihan itu selalu datang tanpa permisi setiap ia terkenang soal musibah yang merenggut nyawa seluruh anggota keluarganya, terutama ayah dan ibunya. Kalau saja pandemi itu tidak pernah terjadi, mungkin kini Aruna sedang menikmati masa-masa indahnya di bangku kuliah, bukannya menjadi seorang pengasuh anak yang merangkap sebagi asisten rumah tangga.
Tangis Aruna berangsur reda dalam pelukan hangat Batara. Usapan lembut tangan Batara di punggung dan kepalanya memberikan ketenangan tiada tara. Kini Aruna mulai terlena pada sentuhan nyaman yang diberikan oleh laki-laki itu. Semenjak kedua orang tua dan kerabatnya telah tiada, baru kali ini dia merasakan dipeluk sehangat dan senyaman ini. Dulunya Aruna adalah gadis remaja yang suka bermanja-manja dengan orang tua dan kakak-kakaknya. Namun situasi dan kondisi terpuruk yang hadir bagai mimpi buruk dalam hidupnya memaksanya untuk tumbuh menjadi gadis yang tegar, tangguh dan mandiri karena tidak ada lagi tempatnya bercerita, berkeluh kesah tentang masalah remeh yang terjadi di sekolahnya ataupun hanya sekadar berbaring di pangkuan ibundanya tersayang. Hal itu yang membuat Aruna mudah terbuai oleh perlakuan dan perbuatan Batara selama bekerja di sini. Apalagi tak sekalipun Batara menunjukkan sikap arogan dan sok berkuasa pada Aruna seperti orang-orang kaya yang pernah ditemuinya selama ini, salah satunya Nyonya Hafsah. Untuk saat ini Batara adalah sosok dewa di mata Aruna, bahkan dia merasa bahwa justru Batara yang telah menyelamatkan hidupnya, bukan dia yang menyelamatkan anak laki-laki Batara.
Tangan Batara berhenti membelai kulit pipi Aruna yang halus dan bebas dari gangguan kulit wajah jenis apa pun. Batara tersenyum saat menatap Aruna yang kini tengah menatapnya dengan tatapan polos dan memujanya. Perlahan bibir Batara mulai menyentuh pipi Aruna, ciumannya bergerak mengikuti jejak air mata Aruna.
“Maaf, Tuan.” Suara Aruna terdengar lirih dan tertahan. Ia lalu beranjak hendak membebaskan dirinya dari selimut. Tekanan lembut tangan Batara di bahunya membuat Aruna merebahkan kembali tubuh mungilnya di atas tempat tidur.
Kecupan Batara kini bergerilya ke bibirnya. Ciuman yang panas dan menuntut. Membuat Aruna mulai kesulitan mengendalikan situasi. Ruangan kamar yang tadinya terasa hangat kini lebih hangat di balik selimut.
Batara menggenggam ikatan rambut Aruna lalu sedikit menghentaknya ke belakang. Sesuatu yang tak terduga mulai dirasakan Aruna di dalam tubuhnya sendiri. Seketika Aruna melupakan sesuatu hal penting kalau saat ini tengah berciuman dengan majikannya tanpa rasa malu. Aruna tak peduli lagi soal aturan untuk menjaga jarak dengan majikan yang ada di rumah ini. Aruna memang sangat mendamba bisa berada di tempat ini setelah Batara menyentuhnya di villa beberapa waktu yang lalu.
Kancing blouse teratas Aruna terlepas otomatis memudahkan akses Batara meluncurkan tangannya ke dalam, bergerak di sepanjang kulit lembut bagian dadanya. Entah setan dari neraka mana yang merasuki tubuh Aruna hingga membuat gadis polos itu secara refleks melengkungkan tubuh ketika menerima tangan Batara yang sedang menangkup buah dadanya. Bibir mereka semakin bertaut dan saling menyilangkan lidah. Batara dengan lihai mengeksplore bibir Aruna hingga membuat Aruna mulai menggerakkan lidahnya di dalam mulut Batara.
Batara yang telah berhasil menangkup buah d**a Aruna, mulai membelai lalu meremasnya secara hati-hati. Dua jarinya kini ia gunakan untuk mengapit p****g mungil Aruna dan menariknya dengan penuh hasrat. Sensasi hangat dan menaikkan gairah dirasakan oleh Aruna di bagian payudaranya. Aruna tidak mampu bernapas dengan semua hal yang dilakukan oleh Batara di tubuhnya. Apalagi ketika Batara memainkan putingnya yang mampu membakar gairahnya.
Ketika api gairah itu mulai menjalar ke jantungnya Aruna berusaha mendorong tubuh Batara agar menghentikan apa pun perbuatan laki-laki itu. Namun lidah Batara memenuhi mulutnya hingga membuat Aruna tidak bisa melontarkan sepatah katapun. Ia mencoba cara lain dengan menutup mulutnya, tapi Batara tetap tidak mengizinkan. Ada sesuatu yang ingin dikatakan oleh Aruna sebelum perbuatan mereka semakin jauh, tapi mulutnya telah dibungkam sepenuhnya oleh Batara.
Tak putus asa kini Aruna mendorong lagi dengan kedua tangan di d**a Batara. Akhirnya Batara menghentikan ciumannya, tapi tidak menjauh dari wajah Aruna karena bibirnya hanya berpindah di sudut bibir Aruna.
“Saya mohon hentikan, Tuan. Ini semua tidak benar,” desis Aruna ketakutan dan tentunya napas tersengal.
“Lantas yang benar bagaimana?” bingung Batara di tengah hasratnya yang menggebu.
Kemudian Batara tiba-tiba bangkit dari tempat tidur lalu berjalan cepat ke arah pintu kamar terluar. Aruna mendengar Batara mengunci pintu utama kamar, kembali ke kamar tidur sekaligus mengunci pintu kamar tidur. Kegilaan Batara tidak hanya sampai di situ, laki-laki itu menarik tirai jendela hingga membuat kamar tanpa lampu menyala satupun kini menjadi tampak semakin remang. Batara kembali ke tempat tidur dan merayap masuk ke dalam selimut yang digunakan Aruna.
“Apa begini sudah benar?” tanya Batara.
“Bagaimana kalau Nyonya Hafsah atau orang lain tahu perbuatan kita?” bantah Aruna.
“Tidak akan ada yang tahu kalau kamu tutup mulut atas semua yang terjadi di antara kita. Saya juga akan merahasiakan semua yang pernah kita lakukan dari siapapun. Tidak ada yang perlu dicemaskan lagi. Kamu hanya perlu tenang dan menyerahkan kendali pada saya.”
“Tuan yakin?” tanya Aruna dengan polosnya.
Batara mengangguk dengan sorot mata penuh keyakinan. “Tidak ada yang perlu diragukan,” katanya mantap.
Setelah terjadi pergulatan hebat di batinnya akhirnya Aruna mengangguk. Seiring dengan anggukannya itu tangan Batara mulai terulur untuk membuka semua kancing blouse yang dikenakan Aruna, pengait bra dan melepaskan semuanya dari tubuh Aruna. Batara memulai aksinya dengan merendahkan kepala dan menempelkan mulutnya pada buah dadaa yang tadi telah ia beri rangsangan. Tak hanya itu saja aksi Batara, laki-laki itu juga mengulum dan mengisap salah satu p****g Aruna.
Perbuatan Batara pada tubuhnya membuat darah Aruna berdesir cepat melewati aliran darahnya. Suhu tubuhnya meningkat pesat. Paru-parunya mulai terasa penuh oleh udara sehingga membuatnya sesak dan terengah. Keringat pun bercucuran sebagai bukti Batara telah menyentuh tepat di titik sensitif Aruna. Kini Aruna tak hanya diam saja seperti balok kayu. Gadis itu menggeliat gelisah di bawah tubuh Batara. Ada sensasi geli dan ingin menyemburkan sesuatu tak tertahankan di antara kedua pahanya.
Aksi Aruna dalam menggeliyatkan tubuhnya membuat mulut Batara bergerak semakin liar. Senyum Batara berkembang saat tanpa diarahkan Aruna melebarkan kedua kakinya dan mendambakan sentuhan lebih terbakar dari sebelumnya. Merasakan reaksi tubuh Aruna yang sudah mulai bisa menyesuaikan diri, tangan Batara meluncur menuruni tubuh Aruna untuk memasukkan tangannya di pangkal paha gadis itu. Aruna menarik napas dalam-dalam, matanya melebar saat Batara menyentuh daerah paling sensitifnya.
Sambil membenamkan jari dalam celah lembab dan hangat Aruna, Batara tersadar sesuatu bahwa ia tidak hanya tergoda pada penyelamat anaknya, tapi benar-benar telah mendamba tubuh Aruna lebih dari apa pun. Sedangkan Aruna hanyalah gadis polos yang bila disentuh dengan cara seperti itu tentu saja dapat membangkitkan hasratnya.
Bibir sensual Aruna akhirnya meluncurkan sebuah rintihan ketika merasakan salah satu jari kokoh milik Batara bergerak dengan tempo tertentu di dalam kewanitaannya. Saat rintihan sensual Aruna terdengar, Batara merasakan denyutan-denyutan kecil dalam bagian intim gadis itu. Puncak kepuasan seorang wanita, kenikmatan paling memabukkan dari wine jenis apa pun.
Milik Batara sendiri menjerit menuntut untuk segera menemukan sarangnya. Kejantanannya begitu keras hingga terasa sedikit nyeri. Batara memisahkan dirinya sejenak dari tubuh Aruna, menurunkan celana lalu kembali merangkak di atas tubuh gadis itu.
Sejenak Batara menatap wajah polos Aruna yang sedang terbakar gairah di bawahnya. Perlahan dia melebarkan kedua paha Aruna lalu mendorong miliknya masuk secara hati-hati ke dalam inti tubuh Aruna. Netra Batara sama sekali tidak beralih dari wajah Aruna. Dia ingin melihat dan merekam ekspresi Aruna di benaknya ketika memasuki bagian intim gadis itu. Benar-benar pemandangan indah di mata Batara.
Ketika ada sesuatu yang asing memasuki bagian intimnya, sontak Aruna membelalakkan kedua matanya. Wajah polosnya tampak begitu mempesona ketika dipenuhi gairah. Tidak ada wajah polos dan lugu Aruna karena gadis itu tidak bisa menampik kalau dirinya menginginkan hal yang sama dengan yagn diinginkan oleh Batara. Erangan demi erangan diiringi desahan penuh hasrat meluncur tanpa rasa malu dari bibir Aruna.
Batara mulai menggila karena gairah yang sudah ada di puncaknya. Dia mendorong kejantanannya semakin cepat ke dalam pusat kewanitaan Aruna. Batara tak mampu menahan lebih lama lagi, hingga akhirnya benih itu terlepas tanpa sempat menarik dirinya dari pusat tubuh Aruna. Erangannya terdengar bersamaan dengan erangan syahdu Aruna. Ketika hasrat Batara mulai mereda ia memelankan gerakan di pinggulnya sembari menghujani wajah Aruna dengan ciuman mesra. Kemudian ia menjatuhnya dirinya di samping tubuh Aruna sambil tetap memeluk gadis itu.
~~~
^vee^