Part 3

1295 Words
Dua puluh menit dalam keheningan akhirnya keduanya tiba di studio, Azela langsung menarik Geza untuk ke facilities room, Geza hanya diam saja saat Azela memintanya duduk dan wanita itu dengan cekatan langsung merias dirinya dan menyerahkan kostum untuknya. Geza diam-diam tersenyum tipis melihat Azela yang terus menggerutu sambil melirik arlojinya. “Cepat ganti bajumu, lima menit lagi kau akan tampil.” Azela langsung mendorong dengan menatap tajam Geza yang justru masih duduk santai di depan meja rias. Dewa datang ke facilities room dan sekali lagi berteriak untuk meminta Geza bergegas, membuat Azela ikut kembali panik dan langsung menarik Geza menuju ruang ganti. “Cepat ganti bajumu, Ya Tuhan!!” Azela gemas sendiri saat Geza masih berdiri di depan ruang ganti dengan tatapan yang sulit diartikan, terlihat menikmati raut kesal dan penuh cemas Azela seperti biasanya. “Hhmmm.” Geza hanya menggumam, menyandarkan tubuhnya pada dinding dengan tangan yang dilipat di depan d**a. Membuat Azela melongo tak percaya dan mengepalkan tangannya di depan wajah Geza seolah siap untuk memukul wajah pria itu. “Apa lagi yang kau tunggu?! Perlu aku yang menggantikanmu baju, hah?!” Teriak Azela penuh kekesalan, membuat Geza menahan tawa dan menaikkan kedua alisnya penuh tanya, membungkukkan badannya dan berbisik s*****l di telinga Azela. “Bukan ide yang buruk, bagaimana jika mulai hair ini itu adalah tugas utamamu, Azela Zakeisha?” Suara Geza yang dibuat-buat benar-benar menghabiskan kesabaran Azela, reflek gadis itu menginjak kaki Geza dan langsung mendorong pria itu menuju ruang ganti dengan kekesalan yang memuncak. Selalu seperti itu, Geza yang sangat menyebalkan tidak akan pernah absen untuk membuat drama saat akan tampil, seolah pria itu akan rugi jika tidak membuatnya kesal sampai ke ubun-ubun. “Ya Tuhan! Kapan pria itu berhenti membuatku hipertensi setiap hari.” Azela menghela napasnya panjang, menjatuhkan dirinya di sofa dan menenggak segelas air mineral untuk meredakan amarahnya. *** “Kau benar-benar menyebalkan, Geza.” Gumam Azela memandangi poster Geza yang terlihat tampan dari segala sisi. ”Ck ! Berkediplah memandangi posterku.” Suara itu membuat Azela menelan ludah susah payah, ia tertangkap basah sedang memandangi poster Geza, bahkan semua member Leonid Band terkekeh melihatnya apalagi saat Geza menoyor kepala Azela, membuat Azela mendelik tajam. ” Geza Arsyanendra.” Desis Azela dengan tatapan tajam. ”Wah ... wahh perang duni akan segera dimulai.” Dewa menggoda keduanya dengan nada dibuat-buat, menarik semua member untuk menjauhi keduanya, namun Abian langsung menengahinya. ” Ishh .... Berhenti berhenti, kalian ini, berhentilah bercanda.”. ”Za, sebaiknya kau ganti kostummu, bukankah setelah ini kau akan perform bersama Henry di Superstar?.” Abian kembali bersuara, membuat Geza mendesis dan langsung menarik Azela untuk meninggalkan grupnya menuju lokasi selanjutnya. Hari-harinya berjalan seperti itu dan terkadang Geza lelah menjalaninya, belum lagi tekanan dari management yang menuntutnya ini dan itu. Mungkin jika bukan karena member Leonid dia tidak akan bisa bertahan hingga sekarang. Azela yang baru saja masuk ke mobil menerima telepon dari Zelline, kembarannya, membuat gadis itu mengerutkan keningnya bingung, Geza yang sudah akan menyalakan mesin mobil juga terlihat ikut menunggu. ”Ya? Kenapa Ze?”Azela mengangkat teleponnya saat Zelline menelpon. ”Zella... hiks...hiks..” Zelline menangis membuat Azela mengernyit dan sedikit khawatir, ia memilih kembali keluar dari mobil untuk menjauh, membuat Geza memandang Azela bingung. Namun pria itu tidak bisa menanyakan rasa penasarannya, masih menghormati privasi Azzela. Jika dipikir-pikir, selama ini dirinya tidak tau bagaimana kehidupan Azela, siapa orang tua gadis itu, dan berapa bersaudara gadis itu, dia hanya tau Azela menyewa apartement untuk tinggal. Geza merasa ada yang salah, sebagai orang yang cukup dekat dengan Azela dalam urusan pekerjaan, dia tidak mengetahui apapun tentang asistennya itu di saat Azela mengetahui semua hidupnya. Dia merasa tidak adil. Tapi, pertanyaan itu juga kembali muncul di kepalanya, karena tidak biasanya Azela menjauh saat menerima telepon. ”Ada apa, Zelline? Kau baik-baik saja kan? Apa yang terjadi? Kenapa kau menangis?” Tanya Azela yang tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. ” Abram... Abram memutuskanku... huwaa... hiks... hiks... Azela.” Begitu mendengar jawaban Zelline, kelegaan seketika menyelimuti hati Azela. Azela justru kini menahan tawanya dan menggeleng-gelengkan kepalanya setelah mendengar alasan Zelline, pasalnya tadi pagi Zelline mengatakan jika gadis itu akan pergi berkencan, lalu sore ini dia justru mengabarinya putus. ” Kau ini benar-benar seperti anak kecil, bukankah sudah kubilang dari awal Abram itu tidak tulus mencintaimu.”Azela terkekeh. Sudah hapal dengan hubungan keduanya yang selalu putus nyambung. Zelline yang terlalu bodoh mencintai seorang Abram yang b******k dan berkali-kali mengkhianatinya. Sebagai seorang kaka tentu dia terluka dan tidak terima, namun apa yang bisa dia lakukan jika Zelline seolah sudah buta akan cintanya, dia akan dengan mudah memaafkan Abram dan kembali pada pria itu walau akan mendapat luka yang sama. Rasanya Azela bahkan sudah lelah mendengar bagaimana siklus hubungan mereka. ”Kau!! Seharusnya kau menghiburku dan membantuku. Bagaimana bisa kau tertawa di saat aku terluka dan sakit hati.” Zelline kembali menangis. Ya walaupun Azela dan Zelline saudara kembar, tapi mereka memiliki sifat yang bertolak belakang, Zelline sosok wanita yang manja, childish, dan periang, sedangkan Azela, cenderung tertutup, namun ia selalu berpikir dewasa, ia menganggap dan mengerjakan semua hal dengan serius dan tidak ingin membuat kesalahan sekecil apapun. Sangat menyayangi Zelline walau sikapnya kadang kelewat seperti anak kecil. ”Apa lagi yang harus kukatakan? Ini sudah yang ke berapa kali kau menangisi Abram karena masalah yang sama. Aku sudah memberi tahumu sampai mulutku berbusa, namun tidak ada yang berarti, kau tetap berjalan di jalan yang sama untuk menjemput luka yang sama. Yang bisa menyelamatkanmu ya dirimu sendiri. Aku menyerah pada orang yang buta karena cinta.” Sarkasme Azela membuat Zelline semakin kesal dan berteriak dengan tangisnya. Azela hanya bisa menghela napasnya panjang, lelah menghadapi Zelline dengan problematika cintanya. ”Kau memang tidak pernah mau membantuku.” Kesal Zelline. ”Lalu kau mau aku melakukan apa? Sudahlah, kita bicara lagi nanti, aku masih banyak pekerjaan. Lupakan Abrammu itu dan carilah pria baik yang menyayangimu. Jika aku bertemu dengannya nanti aku akan memberikan pukulan untuknya. Kau tenang saja.” Setelah mengatakan itu Azela langsung menutup teleponnya dan kembali ke mobil. Geza pasti akan berteriak dengan segala umpatannya karena bisa jadi mereka terlambat. Azela sudah siap dengan itu. ”Kau tau berapa lama kau membuang waktuku hah?! Aku yakin itu bukan tentang pekerjaan kan?! Jangan pernah menelpon untuk urusan pribadi saat bekerja Azela. Kau merugikanku!” Baru saja Azela akan memasuki mobil, suara Geza yang penuh emosi membuatnya menahan napas. ”Maaf, aku tidak bisa menolak telpon tadi. Lagi pula hanya tiga menit. Biar aku yang menyetir untuk menggantikan tiga menit itu.” Azela yang juga tidak ingin disalahkan sepenuhnya ikut kesal, membuat Geza semakin emosi, pria itu mendelik tajam dan menstarter mobilnya, membuat Azela langsung masuk dengan mood yang lagi-lagi hancur. Hening menyelimuti keduanya dalam perjalanan, membuat Geza melirik ke arah Azela yang juga terdiam dan terlihat melamun, tepat saat lampu merah, Geza mencoba melihat ke arah Azela, dan gadis itu berkeringat dan wajahnya sedikit pucat. ”Hei, kau baik baik saja? Wajahmu terlihat sedikit pucat.“ Kata Geza memperhatikan wajah Azela lebih seksama. Membuat Azela menatap ke arah Geza dengan kening mengernyit bingung namun senyum sinis terukir di wajahnya detik itu juga. ”Hahaha! Kau sedang menghawatirkanku? Berkediplah atau aku akan mencongkel matamu.” Azela tertawa dan memukul bahu Geza dengan kuat, membuat Geza kembali berteriak tak kalah kuat, menyesal dia melakukannya, dia sudah menduga akan seperti ini jadinya. Azela bukan gadis yang akan tersanjung dengan sebuah pujian atau perhatian. Gadis itu menyebalkan, sangat menyebalkan dan selalu menghancurkan mood-nya bagi Geza. ”Tutup mulutmu! Aku tidak mengijinkanmu berbicara!” Geza menatapnya tajam, lalu kembali melajukan mobilnya dengan tatapan garang, membuat Azela langsung bungkam mengikuti perintah Geza, walau hatinya berbunga-bunga dengan bentuk perhatian Geza, hanya saja dia tidak ingin terlena atau itu akan membuatnya semakin gila akan perasaannya pada Geza.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD