BERTEMU RANIA

1009 Words
"Kenapa wajahmu cemberut kayak kanebo kering? Bikin mood saya jelek tau! Senyum, ini perintah!" kata Ethan saat melewati meja kerja Zalina. Gadis cantik itu sedang sibuk mengetik laporan yang diminta Ethan dan wajahnya memang sedikit cemberut karena pagi ini dia masih kesal kepada Kartika. "Saya nggak lagi cemberut, Pak bos. Tapi, sedang fokus," jawab Zalina malas. Ethan memerhatikan penampilan gadis itu. Ia terlihat lebih cantik dalam balutan blazer berwarna pink dengan rok senada berbentuk klok dan sepatu berwarna putih gading yang senada dengan kemeja putih yang ia kenakan sebagai dalaman. Rambut panjangnya digerai dan diberi jepit mutiara. Juga wangi parfum yang kemarin ia pilihkan terasa segar di hidungnya. "Ya sudahlah, terserah. Yang penting saya sedikit seger melihatmu pagi ini," kata Ethan sambil melangkah ke dalam ruangannya. Wajah tampannya berbinar saat melihat secangkir kopi dan tunggu ... bukan roti bakar yang tersaji. Tapi, pancake dengan siraman madu membuatnya mengerutkan dahi. Ia baru saja hendak protes tapi, saat merasakan betapa lembut pancake itu di mulut emosinya sirna seketika. Ia pun langsung memanggil Zalina lewat telepon. Dan tak lama kemudian gadis itu masuk dengan wajah kebingungan. "Kamu tidak lupa kan dengan tugasmu?" tanya Ethan. "Anda baru saja menghabiskan sarapan Anda. Tugas pertama saya setiap pagi kan menyiapkan Anda secangkir kopi dan makanan." "Seharusnya roti bakar. Kenapa menu itu diganti?" "Nggak bosen? Saya aja makan bubur ayam tiap hari bosen. Sesekali diganti ketoprak, nasi goreng, nasi uduk. Masih bagus loh saya punya inisiatif buat mengganti menu sarapan Anda," jawab Zalina dengan santai. Ethan ingin tertawa, tapi ia terlalu gengsi mengakui jika sebenarnya ia juga bosan dengan roti. Tapi, biasanya sekretaris-sekretaris lamanya hanya bisa membuat roti. Itu pun terkadang gosong dan tidak enak. Jadi, mana mungkin ia meminta untuk ganti menu setiap hari. "Kamu membuat pancake itu di pantry?" tanyanya. "Kemarin, saya belanja sedikit bahan untuk membuat sarapan yang sederhana. Saya simpan di dalam kulkas di dalam pantry dan saya katakan pada Tuti jika itu milik Bapak supaya tidak ada yang berani memakainya." "Baik, kalau maumu begitu, mulai besok sarapan saya tidak boleh sama." "Bapak ini sebenernya cari sekretaris apa Chef , sih?" "Nggak usah bawel. Gajimu kutambah satu juta jika memang masakanmu untuk sarapan pagiku enak," kata Ethan. "Saya permisi kalau begitu, Pak." "Eh, jam sepuluh nanti ada meeting dengan divisi Humas, kan? Hubungi Mbak Sheni ketua Timnya dan suruh mereka menyiapkan laporan yang kemarin saya minta." "Baik. Ada lagi, Pak?" "Nanti siang makan siang bersama saya." "Ini perintah?" "Aturan tidak tertulis, semua yang saya katakan artinya perintah. Jangan banyak tanya, kerjakan saja." Zalina hanya mencebik sebal, ia pun segera permisi dan langsung melanjutkan pekerjaannya. Termasuk menghubungi Sheni ketua tim divisi Humas. Setelah selesai meeting, Zalina pun kembali ke mejanya. Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat Lilian sedang duduk di kursinya. "Ib-Ibu Rania?" "Hai, Lina. Kenapa semalam tidak datang? Sebagai gantinya, siang ini kamu harus menemani saya makan siang," kata Rania sambil bangkit berdiri dan menggandeng tangan Zalina. "Ma, sekretarisku mau dibawa ke mana?Dia harus menemaniku makan siang," kata Ethan sambil menarik tangan Zalina. "Kalau memang mau makan, ya sudah. Kita bisa makan bersama. Ayo ambil tasmu, Lina. Jangan pedulikan anak nakal ini," kata Rania sambil menepis tangan putranya dan menarik tangan Zalina tanpa bisa dicegah lagi. Dan mau tak mau, Ethan pun mengikuti langkah kedua wanita cantik yang berbeda generasi itu. "Mama sudah pesan tempat tidak jauh dari sini. Ayo cepetan, jangan lama," kata Rania saat Ethan mengemudikan mobil dengan pelan. "Nggak boleh ngebut, Ma." "Alah, kamu ini. Jangan pikir mama tidak tau kalau kamu suka ugal-ugalan berlagak seperti pembalap jika tidak ada mama," cicit Rania. Ingin rasanya Zalina tertawa mendengar perdebatan ibu dan anak itu. Tetapi tentu saja ia tidak berani. "Apa dia memperlakukanmu dengan baik, Lina?" tanya Rania. "Eh ... saya kan baru dua hari bekerja dengan Pak Ethan, Bu. Tapi, ya saya harus berusaha untuk bekerja dengan baik. Jika tidak, saya bisa dipecat dan ibu saya tidak akan mau berhenti untuk bekerja." Rania menatap wajah cantik Zalina dengan perasaan Dejavu. Ia ingat dulu saat pertama kalinya ia bekerja dengan Daniel suaminya. Waktu itu ia bekerja karena harus membiayai panti asuhan. Saat itu Rania bekerja keras dan sangat mencintai pekerjaannya juga jatuh cinta kepada Daniel. Waktu itu Daniel menikahi Rania awalnya karena ingin memenuhi keinginan Zakia sang ibu. Tetapi, pada akhirnya mereka saling mencintai. "Kamu tinggal bersama orang tuamu? Di mana ayahmu bekerja?" tanya Rania. "Sa-saya ..." Rania menatap wajah Zalina yang langsung berubah menjadi sedih dan gugup. "Ma, jangan paksa Lina." "Maafkan saya, Bu. A-ayah saya ... sejak kecil saya tidak pernah bertemu Ayah. Ibu selalu mengatakan jika Ayah saya sudah meninggal dunia." "Ya ampun, maafkan saya. Saya nggak tau." "Nggak apa-apa, Bu. Saya memang selaku sedih jika ditanya soal ayah," jawab Zalina lirih. Ya , bagaimana tidak sedih jika selama ini dia tidak pernah tahu siapa ayahnya. Rania pun merangkul bahu Zalina dengan lembut. Ia menepuk bahu gadis itu perlahan. "Saya nggak tau masalah apa yang sedang kamu hadapi. Tapi, satu hal yang perlu kamu ingat, setiap masalah apa pun itu pasti akan ada jalan keluarnya." "Terima kasih atas nasehatnya, Bu," kata Zalina sambil tersenyum. Tak lama kemudian, mereka pun tiba di restoran yang sudah dipesan oleh Rania. Ethan dan Zalina pun langsung melangkah mengikuti Rania. Seorang pelayan dengan ramah menyambut kedatangan mereka dan mengantarkan ke meja yang sudah dipesan sebelumnya. "Tadi, saya memesan meja sekaligus juga makanannya, apa sudah disiapkan?" tanya Rania. "Tentu saja sudah. Atas nama Nyonya Rania, bukan?" "Betul." "Segera akan kami siapkan." Tak perlu menunggu lama, hidangan pun tersaji di atas meja. Untuk menu siang itu Rania memilih hidangan laut. Ada ikan bakar, kerang, cah kangkung, capcay seafood, udang mentega dan cumi bakar. Semua adalah makanan favorit Ethan. "Saya nggak tau apa kamu juga menyukai hidangan seafood seperti ini. Jika mau menu yang lain, silakan pesan, Lina," kata Rania. "Nggak usah, Bu. Saya nggak pemilih soal makanan. Apa saja saya suka," jawab Zalina dengan sopan. "Ya sudah, kalau begitu kita makan, ya." Namun baru saja mereka mulai makan, tiba-tiba saja seseorang menghampiri mereka dan menyapa. "Kebetulan sekali kita bertemu di sini. Saya boleh bergabung?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD