ORANG MENYEBALKAN

1237 Words
Ethan menoleh dan tanpa sengaja ia menghela napas dengan kasar. Ah, kenapa juga dia harus datang di saat yang tidak tepat seperti ini, sih. Bersama ondel-ondel pula, batin Ethan kesal. Sementara wajah Ethan sendiri sudah sedikit mengeras, pertanda ia mulai kesal. "Hallo Om Yohan. Kebetulan sekali ada di sini, ya?" sapa Ethan berusaha untuk ramah. "Iya, ini Om sedang bersama Etella.” “Eh, kamu lagi. Kita bertemu lagi di sini,” kata Estela "Kamu kenal dengan gadis ini? Eh, ini siapa, Rania?" "Ini Zalina ... calon istri Ethan," jawab Rania asal. Sontak saja Ethan dan Zalina tersedak bersamaan.Namun, Rania tidak peduli. Yang penting saat ini adalah membungkam saudara tiri suaminya ini. "Eh, bukannya dia hanya sekretaris Pak Ethan, ya?" kata Estella sambil menatap sinis kepada Zalina. "Memang kenapa kalau sekretaris? Kalau tidak salah kamu juga bekerja sebagai seorang sekretaris, bukan?" jawab Rania kesal. Ethan langsung menggenggam tangan sang Ibu. Ethan tahu jika sampai saat ini Rania masih merasa kesal kepada Yohan karena masa lalu mereka yang kurang baik. "Ma, sudah," bisik Ethan. “Aku dan Estella duduk di sana saja, Ran. Sepertinya kamu sedang tidak mood,” kata Yohan sambil berlalu tanpa menunggu jawaban Rania. Rania menarik napas panjang dan mengembuskannya dengan perlahan sebanyak 3 kali. Lalu ia menoleh ke arah Zalina yang sejak tadi hanya diam menonton dan duduk dengan sangat tegang. "Maafkan kejadian tadi, Sayang. Itu tadi adalah saudara tiri papanya Ethan. Tapi, memang sedikit kurang akur dengan Tante." Zalina tersenyum, "Nggak apa-apa kok, Tante," jawabnya. "Yuk, kita makan aja. Nggak usah pedulikan ondel-ondel itu tadi," kata Rania. Sebagai pelampiasan kekesalannya, Rania pun makan dengan lahap. Dalam bayangannya ikan di hadapannya adalah Yohan yang sedang ia gigit dan telan bulat-bulat. Sementara Ethan hanya bisa geleng kepala melihat kelakuan sang ibu. Setelah selesai makan dan sedikit berbincang hangat, Rania pun mengantarkan kembali Zalina dan Ethan ke kantor. Tujuan utamanya sudah tercapai untuk mengenal Zalina lebih jauh. Meski ia masih penasaran dengan keluarga gadis itu. "Terima kasih atas makan siangnya, Bu," kata Zalina saat mereka berpisah di lobby kantor. Rania tersenyum dan membawa Zalina ke dalam pelukannya. "Sama- sama, Sayang. Semoga kamu betah ya bekerja di sini. Jika Ethan bersikap galak, laporkan kepada saya. Nanti saya marahi dia," canda Rania. Zalina pun segera pamit untuk naik lebih dulu karena ia melihat gelagat Ethan yang tampak masih ingin berbicara dengan Rania. "Ma, lain kali jika mau ke kantor bilang dulu. Zalina itu karyawan baru di sini. Jangan sampai membuat dia mendengar ocehan yang kurang enak di belakangnya. Kasian anak itu, Ma." "Kasian atau karena memang anak mama ini mulai menyimpan rasa?" tanya Rania. ** Ethan baru saja masuk ke dalam ruangannya. Sejak Zalina bekerja, ia merasa sangat bersemangat untuk berangkat ke kantor. Pagi ini, selain kopi Zalina membuatkan sepiring gado-gado untuk Ethan. Entah jam berapa gadis itu mempersiapkan makanan. Mungkin saja dia sudah membuatnya dari rumah. Sebenarnya, Ethan bisa saja sarapan di rumah dan meminta menu apa saja kepada asisten rumah tangga. Tetapi, ia lebih suka sarapan pagi di kantornya meski itu hanya setangkup roti bakar. Ia merasa ada sensasi yang berbeda. Ia bisa menikmati pemandangan dari jendela kantor yang menhadap ke luar. Melihat gedung-gedung tinggi di kota Jakarta ini dan menikmati semuanya membuat ia bersemangat untuk menaklukkan Jakarta dan membuat LA RUE COSMETIC semakin terkenal lagi. Terlebih lagi, saat ini perusahaan mereka akan meluncurkan produk terbaru. Lipstik yang bisa berubah warna jika terkena air atau makanan. Warnanya tidak akan luntur tetapi bisa berubah dan tentu saja lembut di bibir. Hasil laboratorium pun sudah keluar hanya tinggal mendaftarkannya di BPOM. TOK!TOK!TOK! Ketukan di pintu membuat Ethan terpaksa menghentikan sejenak pekerjaannya. "Masuk!" Sesaat kemudian, Zalina pun masuk. "Kenapa tidak pakai telepon?" tanyanya. "Telepon di meja saya rusak. Saya sudah meminta tekhinisi memperbaiki tapi belum juga dikerjakan. Di luar ada Pak Bian dan Estella sekretarisnya. Apa Bapak mau menerima mereka?" Ethan mengerutkan dahinya, seingatnya pagi ini ia tidak membuat janji dengan siapa pun. Tetapi, ia pun akhirnya mengangguk. Mengingat jika bisnis dengan Bian ini adalah bisnis yang lumayan penting juga. "Suruh masuk saja kalau begitu. Minta OB untuk membuatkan minuman. Setelah itu, kamu juga masuk ke ruanganku, kamu perlu mendengar jika ini ada kaitannya dengan bisnis," kata Ethan. Zalina mengangguk dan segera melakukan apa yang diperintahkan oleh Ethan. "Silakan masuk, Pak Bian. Pak Ethan sudah menunggu di dalam," kata Zalina mempersilakan. Bian menatap gadis itu dengan kening yang sedikit berkerut. Jujur saja ia sedikit pangling melihat penampilan Zalina pagi ini. Jauh berbeda dengan penampilannya ketika mereka pertama kali bertemu. "Kamu sekretaris yang bertemu di cafe dua hari yang lalu?" tanya Bian. Zalina mengangguk mengiyakan. "Iya. Saya Zalina, Pak. Silakan Pak , Mbak ... kalian sudah ditunggu di dalam," kata Zalina dengan sopan. Masih dengan tatapan tertuju kepada Zalina, Bian pun melangkah masuk. Sementara Estella hanya mendelik sambil menatap Zalina sinis. 'Sial, kenapa penampilannya jadi modis sekali," maki Estella dalam hati. Sebenarnya gadis itu sudah kesal sejak kemarin kepada Zalina. Gadis itu merasa tersaingi melihat penampilan Zalina sekarang. Setelah meminta Tuti untuk membuatkan minuman, Zalina pun kembali melangkah masuk ke dalam ruangan Ethan sesuai dengan permintaan Ethan. Saat melihat kedatangan Zalina, Bian yang sedang bicara langsung menjeda ucapannya. Tampak jelas binar di matanya saat melihat Zalina dan hal itu tidak luput dari penglihatan Ethan. "Ehem ... jadi bagaimana, Pak?" tanya Ethan menyadarkan lamunan Bian. "Eh, iya maaf, Pak. Jadi, seperti yang tadi saya sampaikan, perumahan yang akan kami bangun ini tidak hanya satu. Jadi, jika Anda berinvestasi dalam jumlah besar, saya jamin akan mendapat keuntungan yang juga lumayan." Ethan menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Ia memang tertarik dengan proyek yang ditawarkan oleh Bian. Tetapi, jika langsung dalam jumlah besar ini bertepatan dengan pengucuran dana untuk produk LA RUE yang terbaru. Dan, dalam hal ini Ethan tentu tidak bisa bersikap gegabah. LA RUE COSMETIC tentu harus lebih diutamakan. "Maaf, Pak Bian. Saya hanya sanggup dengan nominal yang kita bicarakan kemarin. Jika lebih dari itu saya tidak sanggup. Jika memang akan dilanjutkan, Anda bisa menghubungi sekretaris saya dan kita akan bersama-sama menandatangani perjanjian kita ini di Notaris." Bian menghela napas panjang, ia tentu tidak bisa memaksa Ethan untuk menggelontorkan dana sebesar yang ia mau. Jika ia memaksa maka bukan tidak mungkin Ethan malah menarik diri dari kerjasama ini. Dan itu adalah hal yang tidak Bian inginkan. Ia sangat tau bagaimana kinerja pengusaha muda yang pintar dan tampan itu. "Baiklah kalau begitu, Pak. Saya akan secepatnya memberi kabar lewat sekretaris Anda." "Baik, saya tunggu." "Terima kasih banyak atas waktunya pagi ini," kata Bian sambil melirik kembali ke arah Zalina. Lalu ia pun bangkit berdiri dan langsung melangkah keluar bersama Estella. "Lain kali jangan terlalu genit kepada klien saya," kata Ethan tiba-tiba setelah kedua tamunya itu menghilamg di balik pintu. Zalina mengerutkan dahinya. "Saya? Genit?" "Sekretaris saya hanya satu. Lalu siapa lagi yang saya maksud?" kata Ethan dengan sebal. "Maaf, Pak. Tapi, rasanya saya tidak pernah bersikap genit kepada Pak Bian." "Lalu, kenapa dia mencuri-curi pandang ke arahmu?" "Hah?!" "Iya, kamu pikir saya tidak memperhatikan? Kamu pasti sudah tebar pesona," tuduh Ethan. Zalina hanya bisa melongo keheranan. "Anda-" "Ah, sudahlah ... Kamu bisa kembali ke mejamu. Nanti ingatkan saya untuk meeting dengan divisi Humas dan produksi." "Baik, Pak. Permisi," jawab Zalina. Gadis itu pun segera melangkahkan kakinya keluar. Sesampainya di meja kerja, gadis itu mengentakkan kakinya perlahan. 'Kenapa lagi sih, dia itu? Memang salahku jika Pak Bian mencuri pandang ke arahku? Aku kan nggak pernah meminta untuk dipandangi, dasar aneh,' gerutunya dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD