Part 3 (b)

1331 Words
            Syahquita mendorong tubuh Keenan sedikit ke kanan agar ia bisa lewat dan melihat Robert, mata Syahquita berbinar-binar mendapati Robert yang terduduk lemas di atas tempat tidur. Tanpa memikirkan apapun Syahquita berlari menghampiri Robert, ia memeluk pria yang belakangan ini sangat dikhawatirkannya.             Robert yang mendapat pelukan secara tiba-tiba sedikit bingung harus bagaimana bersikap, jika saat ini Syahquita masih menjadi tunangannya mungkin ia akan mencium wanita itu. Dengan ragu Robert membalas pelukan dari Syahquita.             “Aku senang kau sudah sadar, Roo.” ujar Syahquita melepaskan pelukannya dan menatap wajah pucat Robert.             “Aku juga senang bisa melihatmu kembali.” kata Robert yang membuat Albert geram.             Dengan sorotan mata tajam Albert menatap istri dan adiknya yang saling bertukar pandang satu sama lain, “Syukurlah kau sudah sadar. Jadi tak ada lagi alasan bagi istriku mengkhawatirkanmu!”             Albert pergi dari ruangan itu begitu saja meninggalkan tanda tanya besar di kepala Robert tetapi, tidak dengan Syahquita sebab ia tahu pasti Albert salah mengartikan sikapnya atau hal kecil nan sepele lainnya.             “Ada apa dengannya, Syah?” tanya Robert.             “Dia baik-baik saja. Kau tak perlu khawatir, aku akan menanganinya.” sahut Syahquita dengan tersenyum kecil.             Syahquita beranjak dari duduknya, berdiri sejenak di sebelah kanan Robert, “Jangan pikirkan tentang Albert. Kau tahu seperti apa suamiku.”             Robert mengangguk kecil walau sebenarnya ia tidak tahu mengapa Albert bersikap seperti itu, ia tidak mengerti dengan apa yang terjadi di antara Syahquita dan Albert pasalnya hal yang terakhir diingatnya adalah hubungan Syahquita dan Albert baik-baik saja bahkan sangat romantis di acara anniverasy keduanya.             Syahquita melangkah menjauh dari posisi Robert, “Aku titip Ollie sebentar padamu, Dawin.” katanya saat berdiri di depan Dawin             “Ya, tentu saja. Kau urus suamimu biar aku yang mengurus Ollie.” sahut Dawin.             Syahquita menepuk bahu Dawin sebelum ia pergi dari ruang pengobatan. Syahquita melenggang cepat melewati lorong gelap agar ia bisa segera menemui Albert yang entah berada di mana saat ini.             Syahquita mencari suaminya ke kamar mereka tetapi ia tak menemukan seseorang pun di dalamnya, Syahquita berlari keluar kamar menebak-nebak di mana suaminya berada. Kakinya mengarah ke tempat yang ia yakini menjadi tempat persinggahan suaminya saat ini, menara pemantau di sisi barat kastil.             Berpuluh-puluh anak tangga ia lewati hingga napasnya terengah-engah, Syahquita sangat berharap suaminya berada di sana jika tidak ada maka ia tak sanggup lagi untuk melangkah.             “Hhhuuhh, ya ampun. Mengapa tidak ada elevator atau lift?” keluhnya saat tiba di ujung tangga.             Syahquita mengatur napasnya yang terasa sesak, matanya tak sengaja menangkap sosok pria memunggunginya dengan pandangan keluar jendela tanpa kusen di sudut kirinya. Dengan langkah mantap Syahquita menghampiri pria itu dan mengambil tempat di sebelahnya.             “Apa yang kau lihat?” tanya Syahquita.             Pria itu meliirk sejenak ke arah Syahquita, “Gelapnya langit malam.”             Syahquita menghela napas lalu memutar tubuhnya dengan bersandar pada dinding di belakangnya, “Ada apa, Al? Mengapa kau pergi dari ruang pengobatan?”             Albert mengarahkan sudut matanya ke Syahquita, “Aku tidak memiliki kepentingan di sana.”             Syahquita meraih tangan kiri Albert dan mengenggamnya, “Al, please. Dia adikmu, hilangkanlah amarahmu itu, aku mohon. Dan dia pun baru tersadar jadi aku mohon padamu, hilangkan amarahmu, Al. Marahlah padaku jangan pada Robert, dia tidak ada hubungannya dengan permasalahan kita.”             “Tentu dia ada hubungannya.” ketus Albert tanpa melihat istrinya.             Syahquita menarik napas dalam lalu menghembuskan cepat, ia harus berbicara selembut mungkin pada suaminya saat ini, “Al, dengar. Semua kemarahanmu berawal dariku, jangan melibatkan Robert atau siapapun. Aku tidak membelanya tapi memang kenyataannya seperti itu, sayang.”             “Kau!!! Aku tak mengerti jalan pikirmu, Syahquita!” geram Albert melepaskan tangan Syahquita dan berlalu dari hadapan wanita itu.             Syahquita memejamkan matanya, menghela napas agar emosinya tidak terpancing, ia mengejar dan berdiri di depan suaminya, “Al, please. Please, dengarkan aku sekali ini saja. Tenangkan dirimu, aku tahu kau marah tappp..”             Albert kembali meninggalkan Syahquita dengan mengambil jalan di sebelah kiri istrinya. Syahquita berusaha menyamakan langkahnya namun Albert menuruni tangga sambil berlari dan Syahquita mau tak mau harus mengikuti jejak sang suami.             “Al, please. Dengarkan aku sebentar saja.” pinta Syahquita terus memfokuskan pijakan kakinya di anak tangga.             Langkahnya yang terburu-buru membuat Syahquita tak dapat menyeimbangi pijakannya, kaki kanannya tersandung kaki kirinya sendiri, tubuhnya sudah condong ke depan bersiap untuk terjun langsung ke bawah.             “Oh shittt!!!” gumam Syahquita berpasrah jika dirinya akan jatuh.             Syahquita memejamkan matanya erat-erat karena begitu pasrah akan tetapi, tangan kekar Albert menahan wanita yang ingin meluncur bebas dengan cekatan. Albert tidak akan membiarkan istrinya terluka, tidak akan pernah.             “Tidak bisakah kau lebih berhati-hati, Syahquita?” tanya Albert dengan tatapan marahnya.             Syahquita perlahan-lahan membuka matanya dan betapa terkejutnya ia saat mengetahui dirinya berada di dalam gendongan sang suami ala bride style, spontan hal itu membuat Syahquita mengalungkan kedua tangannya di leher Albert dengan alih-alih menambah kedekatan mereka.             “Maaf, langkahmu terlalu cepat untuk aku samai.” kata Syahquita dengan pandangan tertunduk.             Albert membawa tubuh istrinya pergi dari sana dan menurunkan secara perlahan tubuh Syahquita di lantai yang datar. Syahquita memperhatikan wajah tampan nan memukau dari suaminya, Albert tak menghiraukan tatapan itu ia lebih memilih melangkah menjauh dari istrinya. Dengan sekuat tenaganya, Syahquita menahan tangan kanan suaminya.             “Al, dengarkan aku bicara sekali ini saja.” rengek Syahquita dengan wajah memohonnya.             Albert menghela napas pelan dengan tatapan datar ke Syahquita, “Apa lagi, Syah?”             “Aku tidak tahu apa yang membuatmu marah kali ini tapi jika kau marah karena aku memeluknya, aku minta maaf. Aku terlalu senang karena Robert telah sadar dan itu membuatku sangat lega. Please, jangan kaitkan kemarahanmu dengan Robert.” pinta Syahquita.             Albert memutar matanya jenuh dan mengalihkan pandangannya dari wajah istrinya, “Ya, baiklah.”             Senyuman bahagia mengembang di wajah Syahquita, ia menghambur ke dalam pelukan suaminya itu, “Terima kasih, sayang. Kau memang terbaik.”             Sejujurnya Albert sangat terpaksa mengatakan itu, ia hanya tidak mau Syahquita terus membaweli-nya karena hal itu. Dan Albert pun masih mengaitkan semua kemarahannya pada Robert. Ya, memang menurut Albert, Robert lah yang menjadi sumber permasalahannya dengan Syahquita.             “Apa kau senang?” tanya Albert.             Syahquita mengangguk mantap, “Tentu. Tapi, berjanjilah padaku bahwa kau tidak akan emosi setelah ini.”             “Ya, aku berjanji.” sahut Albert lalu mencium pucuk kepala istrinya.             Syahquita mempererat pelukannya ke Albert begitupun dengan Albert yang membalas pelukan dari istri tercinta nya. Ya, katakanlah saat ini Syahquita kembali menang dalam menaklukan Albert tapi ia tidak pernah tahu bahwa suaminya masih menyalahkan Robert.                                                                                           ***             Kesehatan Robert terus membaik setelah satu pekan yang lalu ia sadarkan diri. Namun, kemarahan dan kecemburuan Albert terus memuncak padahal ia berharap dengan pulihnya Robert dapat menjauhkan Syahquita dari adiknya itu. Tetapi, yang terjadi justru sebaliknya, Syahquita menjadi sangat perhatian dan memperlakukan Robert begitu spesial dari sudut pandang Albert. Padahal apa yang Syahquita lakukan terbilang hal yang biasa saja misalnya, seperti menyuapi Robert makan, memberikan ramuan, membawa Robert ke taman dan hal-hal kecil lainnya.             Efek kecemburuannya itu lah yang membuat Albert mengartikan bahwa istrinya menaruh perhatian khusus pada Robert. Syahquita pun melakukan semua hal itu bersama dengan Arla dan para pangeran lainnya jadi dengan kata lain ia tidak hanya berdua saja bersama Robert. Albert dan Syahquita memiliki sudut pandang yang berbeda sehingga menyebabkan kesalahpahaman.             “Apa kau senang, Roo? Mendapat perhatian dari istriku?” tegur Albert saat Robert sedang berusaha untuk duduk di ruang makan.             “Al!” sinis Syahquita.             “Apa? Kau ingin membelanya kembali? Apa tidak puas membelanya terus menerus?” celetuk Albert menahan emosinya yang membara.             “Dan kau, Robert! Tidak bisakah kau meminta bantuan dari yang lainnya tanpa meminta bantuan dari Syahquita?” lanjut Albert dengan wajah memanas.             “Apa kau ingin membantuku? Jika kau ingin membantuku, maka katakan saja.” geram Robert yang tak suka mendapat amukan di pagi hari.             Syahquita memperhatikan kakak-beradik itu, keduanya saling menatap dengan tatapan nanar. Syahquita harus mencairkan suasana mencekam ini agar tidak ada perkelahian di antara kedua pria itu.             “Okay, enough!  Ini masih pagi, apa kalian sudah ingin bertengkar? Al, please...”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD