Part 3 (c)

1317 Words
            Syahquita menurunkan tangannya dari mata Albert dan memeluk suaminya dengan kedua tangannya, “Please, maafkan kesalahanku dan keegoisanku, Al. Aku tak bermaksud untuk mengabaikanmu hanya saja rasa bersalahku pada Robert yang sedikit berlebih. Aku tidak akan bisa memaafkan diriku jika terjadi sesuatu padanya.” lirihnya berusaha menahan tangis.             “Aku tidak ingin kita bertengkar, Al. Aku minta maaf.” ucap Syahquita lagi.             “Akupun minta maaf karena telah memicu pertengkaran ini. Aku terlalu cemburu melihatmu selalu menemui Robert walaupun aku tahu kau hanya ingin memastikan keadaannya. Tapi sungguh itu membuatku sangat kesal.” ujar Albert.             “Terlebih aku sangat merindukanmu, Syahquita.” bisik Albert membuat detak jantung Syahquita menjadi tak berirama karena memang sejak kepulangan mereka dari Indonesia Syahquita sedikit mengabaikan Albert.             “Aku juga merindukanmu, Al. Sangat-sangat merindukanmu.” balas Syahquita lalu melepaskan pelukannya dan menatap dalam manik mata milik suaminya.             Albert menarik tubuh Syahquita ke dalam pelukannya, ia memeluk istrinya sangat erat. Hanya dengan perkataan dan pelukan saja Syahquita dapat melunakan amarah Albert yang sempat memuncak, memang benar jika hanya Syahquita saja lah yang dapat menaklukan pria itu. Rasa cinta dan sayang Syahquita pada Albert lah yang membuat suaminya mudah dikendalikan oleh Syahquita, jika tidak ada Syahquita maka pria itu akan sangat liar bahkan susah untuk dikendalikan. ***             Hari berangsur sangat cepat begitupun dengan kondisi kesehatan Robert yang terus menunjukan kepulihan, meski pria itu belum membuka matanya. Kecemasan Syahquita pun sedikit berkurang seiring dengan kemajuan dari luka-luka di tubuh Robert, tapi Syahquita tidak akan berhenti mencemaskan Robert sebelum pria itu membuka matanya.             Sesekali Syahquita mengunjungi Robert ketika Albert pergi bekerja agar suaminya tetap dalam kendali dengan kata lain Syahquita harus menjaga perasaan suaminya karena ia tidak mau kembali bertengkar. Seperti sekarang ini, Syahquita mengajak Oliver untuk menjaga Robert selagi Albert bekerja dan semua orang sibuk dengan pekerjaan masing-masing.             “Mommy, kapan paman Robert bangun?” tanya Oliver dengan kepolosannya.             Syahquita tersenyum, mengelus kepala anaknnya, “Secepatnya, sayang. Apa kau rindu bermain dengan paman Robert?”             Oliver mengangguk dengan wajah polosnya, “Iya, Mommy. Aku ingin bermain bola di taman bersama paman Robert.”             “Kita do’akan agar paman Robert bisa cepat bangun dari tidurnya ya, Nak.” kata Syahquita yang langsung mendapatkan anggukan kecil dari Oliver.             Syahquita membuka lembar baru dari buku cerita yang sedang ia bacakan untuk Oliver agar anaknya tidak rewel harus menunggu berjam-jam di ruangan yang penuh dengan alat medis.             “Hii, Syah.” sapa Dawin memasuki ruangan pengobatan.             Mata Syahquita dan Oliver spontan tertuju pada sosok Dawin, “Hii.” sapa Syahquita.             Dawin melangkahkan kakinya mendekati Syahquita dan Oliver, “Bagaimana keadaannya?”             Syahquita menarik sudut matanya ke arah Robert, “Seperti yang kau lihat, ia belum sadarkan diri.”             “Entah kapan ia akan membuka matanya.” timpal Dawin.             Syahquita beranjak dari duduknya dengan menggendong Oliver di pinggul kirinya, “Semoga saja secepatnya.”             “Ya, aku berharap juga seperti itu. Oh iya, kau bisa pergi. Aku akan menjaganya.” kata Dawin.             Syahquita mengangguk setuju dengan saran Dawin, ia melenggang pergi dari ruangan itu bersama Oliver dan buku cerita di genggamannya. Syahquita bersama Oliver melewati lorong gelap sebelum akhirnya mereka ke lantai dasar kastil. Syahquita meminta beberapa pelayan untuk menjaga Oliver dan mengajaknya bermain, sementara dirinya membantu Arla menyiapkan makan malam.             “Hii, Arla. Ada yang bisa aku bantu?” tanya Syahquita memasuki dapur.             Arla yang tengah sibuk memeriksa beberapa bahan masakan menyempatkan diri melihat ke arah Syahquita, “Ya, tentu saja.”             “Baiklah, apa yang bisa aku kerjakan?” tanya Syahquita lagi.             “Kau potong-potong saja sayuran ini, aku akan memasak pasta.” jawab Arla yang mendapat anggukan paham dari Syahquita.             Syahquita mengerjakan apa yang Arla minta darinya dan Arla pun melakukan apa yang harus dilakukannya. Terjadi keheningan beberapa saat di antara mereka hingga yang terdengar hanya suara bising dari pisau dan talenan yang saling beradu.             “Kau habis melihat tuan Robert, bukan?” tanya Arla memecahkan kehingan.             Syahquita mengangguk kecil tanpa mengalihkan pandangannya dari pisau yang berada di tangannya, “Ya, ada apa?”             “Bagaimana keadaannya? Apa dia sudah siuman?”             Syahquita menghela napas pelan, menghentikan kegiatannya dengan menatap ke arah Arla, “Dia belum membuka matanya tapi seluruh luka di tubuhnya hampir sembuh.”             “Semoga saja tuan cepat pulih agar kau tidak terlalu mengkhawatirkannya lagi.” kata Arla.             “Well, aku juga berharap seperti itu. Sebenarnya rasa khawatirku sudah berkurang seiringan dengan lukanya yang hampir pulih. Hanya tinggal menunggu Robert tersadar maka aku bisa bernapas lega.” sahut Syahquita.             “Kita semua akan lega saat tuan Robert membuka matanya.” timpal Arla.             Syahquita mengangguk setuju dengan perkataan Arla, “Ya, kau betul.”             Tak ada lagi percakapan di antara keduanya, mereka terfokus pada masakan yang akan dibuat untuk makan malam. Mereka berdua saling membantu satu sama lain hingga tersaji begitu banyak makanan untuk semua yang ada di kastil ini.             Selepas membantu Arla, Syahquita menemui Oliver yang sedang asik bermain bersama Joven yang ternyata sudah pulang sejak lima belas menit lalu.             “Hii.” sapa Syahquita mendapati Joven dan Oliver bermain bola.             “Mommy.” teriak anak itu berlari menghampiri Syahquita.             Syahquita menundukan tubuhnya lalu menggendong Oliver saat anak itu sudah berada di hadapannya, “Hii, sayang.”             Dengan menggendong Oliver, Syahquita menghampiri Joven yang terlihat lelah namun masih bersedia bermain bersama Oliver.             “Di mana Albert dan Keenan? Mengapa mereka tidak pulang bersamamu, Joven” tanya Syahquita.             “Dia sedang meeting bersama Keenan. Mungkin mereka akan pulang terlambat.” jawab Joven. Syahquita mengangguk-angguk kecil mendengar yang Joven katakan. Mereka berjalan memasuki kastil.             “Bagaimana keadaannya, Syah?” tanya Joven di tengah langkahnya karena ia tahu pasti Syahquita sudah mengunjungi Robert hari ini.             Syahquita melirik Joven di sisi kanannya, ”Masih seperti kemarin. Robert belum sadarkan diri. Tunggu, bagaimana kau tahu jika aku sudah menemuinya?”             Joven terkekeh dan menundukkan pandangannya sejenak sambil terus melangkah, “Aku tahu betul bagaimana kekhawatiranmu padanya. Sangat tidak mungkin jika kau tidak mengunjunginya dalam satu hari.”             “Dan mengabaikan seseorang bukanlah sifatmu.” tambah Joven menoleh ke arah Syahquita begitupun sebaliknya.             Syahquita menggangguk pelan dengan senyuman malunya, “Lebih tepatnya aku tidak bisa mengabaikan kalian semua. Kau dan semua yang tinggal di kastil ini sudah menjadi bagian dari hidupku yang tidak bisa aku abaikan.”             “See, aku hanya mengatakan seseorang tapi kau mengatakan semua orang. Baiklah, aku akan menemui Robert.” ujar Joven             Langkah Joven dan Syahquita berpisah di depan anak tangga, Syahquita menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya karena ia harus memandikan Oliver yang sudah berkeringat dan kotor.                                                                                                 ***             “Tuan Jovennnnnn.” teriak Alger dari ruang pengobatan.             Semua pangeran terutama para Vampire yang memiliki pendengaran yang luar biasa tajam mendadak terkejut sekaligus panik setelah mendengar suara Alger. Para pangeran yang sedang makan malam berhamburan menuju ruang bawah tanah termasuk Syahquita dan Oliver. Syahquita tidak tahu apa yang membuat para pangeran itu berlari tergesa-gesa meninggalkan makanan mereka di meja makan, ia berlari hanya mengikuti apa yang para pangeran dan suaminya lakukan.             “Ada apa, Dawin? Mengapa kalian terlihat begitu khawatir?” tanya Syahquita pada Dawin yang membantunya menggendong Oliver.             “Aku tidak tahu, Syah. Aku mendengar Alger berteriak memanggil Joven.” jawab Dawin.             Seketika raut wajah Syahquita berubah menjadi tegang, ia tahu jika semua kepanikan, kecemasan dan ketegangan yang terjadi pasti berkaitan dengan Robert.             Ya Tuhan, aku mohon selamatkanlah Robert, pikir Syahquita dalam benak.             Langkah mereka semua terhenti di depan ruang pengobatan yang terlihat sangat horror saat ini, Joven membuka kasar pintu itu lalu masuk ke dalamnya. Para pangeran dan Syahquita menampilkan ketegangan dan kecemasan yang sama.             “Ada apa, Alger? Apa yang terjadi padanya?” tanya Joven panik.             “Tenang, Tuan. Tidak perlu khawatir, aku berteriak karena ingin memberitahu jika tuan Robert sudah sadar.” jawab Alger mengembangkan senyuman gembira di wajahnya.             Mulut Syahquita terbuka lebar setelah mendengar hal itu hingga ia menutup dengan kedua tangannya, Syahquita tidak akan menyangka jika Robert akan membuka matanya hari ini.             Thanks God!, ucap Syahquita dalam benaknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD