Part 3/4

1310 Words
            Albert memukul sekali lagi wajah Robert yang jauh dari kata tampan, tak hanya sampai disitu, Albert menendang perut Robert dengan lututnya beberapa kali hingga Robert memuntahkan darah dari mulutnya.             “Albert, hentikan. Aku mohon.” teriak Syahquita tak tega melihat kondisi Robert. Syahquita berusaha meraih Albert namun tenaga suaminya jauh lebih besar dari dirinya, Syahquita kalah banting dibanding Albert.             “Heeeiii, ada apa ini?” tanya seorang pria yang masuk ke dalam kastil.             Syahquita menoleh ke arah orang tersebut, syukurlah ada seseorang yang bisa membantunya meleraikan pertengkaran itu, “Drake, aku mohon. Bantu aku.”             Pria yang ternyata Drake itu langsung berdiri di belakang Robert dan menarik kuat pria itu, tenaga Drake dan Robert sama besarnya jadi ia tidak perlu susah payah menjauhkan Robert dari Albert. Sedangkan Syahquita berdiri membelakangi suaminya yang masih saja ingin menghajar Robert meski pria itu sudah setengah tak berdaya.             “Syahquita, kau minggirlah!!!” bentak Albert.             Syahquita membalikkan tubuhnya seraya menatap wajah suaminya, “Hentikan, Albert. Please.” Syahquita menangis sejadinya karena takut.             Syahquita memeluk suaminya sangat erat bahkan lebih erat dari biasanya, “Hentikan, Al. Aku mohon padamu.”             Suara tangis Syahquita yang begitu lirih dan mata yang memancarkan ketakutan membuat Albert tak tega, ia menenggelamkan wajahnya di leher Syahquita. Albert membalas pelukan istrinya dan membawa Syahquita pergi dari sana dengan kemampuannya, teleportasi. Albert membawa Syahquita ke dalam kamar lamanya yang berada di sayap barat kastil.             Lama mereka berpelukan hingga membuat Syahquita sedikit sulit bernapas, selain hidungnya yang tersumbat, keeratan pelukan itu juga menambah penderitaan jadilah ia sulit bernapas. Syahquita melepaskan pelukannya saat ia merasa sudah tak nyaman lagi karena kesulitan bernapas, ia menjauh dari tubuh suaminya seperti dua orang asing yang tanpa sengaja berpelukan.             Syahquita menghapus sisa air matanya, membelakangi tubuh suaminya dan menarik napas panjang sangat panjang dari biasanya lalu menghembuskan perlahan agar saluran pernapasannya kembali lancar. Syahquita mengangkat kakinya, bersiap melangkah namun tangan kekar Albert menahan tangannya dari belakang.             “Please, maafkan atas perilaku-ku. Aku tidak bisa mengendalikan emosiku.” kata Albert penuh penyesalan.             “Tidak ada yang perlu minta maaf. Aku mengerti kemarahanmu.” ujar Syahquita dengan suara seraknya tanpa menoleh ke arah suaminya.             Syahquita melepaskan tangan suaminya begitu saja, ia melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar meninggalkan Albert dengan segala pemikirannya itu. Albert tahu pasti Syahquita sangat kecewa padanya bahkan sangat marah atas sikapnya pada Robert. PART 4 Pertengkaran memang sering terjadi di dalam rumah tangga tapi, bagaimana jika pertengkaran itu terjadi secara terus menerus tanpa ada sebab yang jelas?             Syahquita tidak merajuk dengan Albert, dia hanya sedang tak berselera untuk melakukan percakapan apapun pada suaminya setelah pertengkaran bersama Robert kemarin pagi. Albert pun hanya berpasrah pada kebungkaman istrinya, jujur bagi Albert lebih baik wanita itu menamparnya daripada harus mendiami seperti itu.             Albert merasa seperti patung yang bernapas tanpa ada pergerakan sedikit pun memperhatikan istrinya dari kejauhan. Syahquita terlihat bahagia bersama Oliver dan Arla yang sedang menemani jagoan kecilnya bermain.             Ya, Syahquita memang terlihat bahagia tapi yang sebenarnya terjadi ialah hati dan pikirannya begitu kacau, sangat kacau. Syahquita memang pandai memakai segala topeng untuk menutupi perasaannya.             “Mommy, tangkap bolanya.” Seru Oliver melempar bola karet ke arah ibunya.             Syahquita tersentak melihat bola yang datang ke arahnya, untung saja ia dapat meraih bola itu sehingga tak perlu ada insiden kegaprak bola. Syahquita melemparkan bola itu ke Oliver dengan ayunan kecil agar anaknya mudah meraih bola yang di lemparkannya.             Hari semakin sore, Syahquita mengajak Oliver masuk ke dalam kastil, mereka bertiga berjalan bersamaan memasuki kastil. Syahquita membawa anaknya ke kamar untuk di mandikan, Albert mengekorinya masuk ke kamar dan menunggu hingga istrinya keluar.             Tak lama setelah itu Syahquita keluar bersamaan dengan Oliver yang hanya memakai handuk menutupi pinggang ke bawah. Syahquita terlihat biasa saja melihat kegelisahan suaminya yang terduduk di atas tempat tidur.             Syahquita menuntun Oliver ke sisi lain tempat tidur karena baju yang sudah ia siapkan untuk anaknya berada di sebelah Albert, mau tak mau Syahquita harus mengambilnya. Jari jemari Albert menelusup ke tangan kiri Syahquita saat wanita itu hendak mengambil baju Oliver.             “Syah, kau tak ingin berbicara denganku?” tanya Albert terdengar sendu.             Syahquita menarik tangannya dan berlalu menghampiri Oliver, ia memakaikan baju anaknya. Selepas berpakaian Oliver meminta izin pada Syahquita untuk bermain di ruangan khusus yang memang di sediakan sebagai tempat bermain anak itu, Syahquita mengizinkannya karena memang ruangan itu berada tak jauh dari kamarnya.             Syahquita berniat kembali masuk ke kamar mandi untuk meletakkan handuk yang tadi di pakai oleh Oliver namun, tangan kekar Albert menahan kedua sikutnya. Jadilah Syahquita berdiam di tempatnya saat ini, bisa ia rasakan dengan jelas tangan Albert melingkar di perutnya, suaminya memeluk Syahquita dari belakang.             “Syah, aku mohon jangan diam terus menerus seperti ini. Pukul aku jika kau memang kesal padaku, itu terasa lebih baik daripada kau mendiamiku seperti ini.” Bisik Albert.             Syahquita memejamkan matanya dan menghela napas pelan, “Lepaskan aku,  Al. Aku ingin mandi.”             “Tidak sebelum kau berbicara padaku.”             “Apa tadi aku menggunakan bahasa isyarat? Aku sedang berbicara padamu. Kau sudah berbicara padaku jadi lepaskanlah.” geram Syahquita.             Albert mempererat pelukannya, ia bahkan menenggelamkan wajahnya di bahu istrinya. Syahquita tak dapat berontak ia lebih memilih diam dan membiarkan suaminya seperti itu lagi pula itu tidak akan lama.             “Aku mohon, maafkan aku. Pukul aku Syah, marahlah padaku tapi jangan mendiamiku, sayang.” Lirih Albert.             Syahquita memejamkan matanya rapat-rapat, ia tak mampu mendengar suaminya mengatakan semua hal itu. Dengan kelembutannya Syahquita mengusap tangan Albert yang melingkar di perutnya sementara tangan satunya lagi mengelus pipi Albert yang berada di sebelah kanan kepalanya. Syahquita menenmpelkan kepalanya ke kepala Albert.             “Marahlah sesukamu, Syah. Makilah aku, pukul aku sepuasamu. Aku akan menerimanya jika itu membuatmu berbicara padaku.” kata Albert.             “Aku tidak marah padamu. Please, jangan seperti ini. Kau membuatku seperti wanita paling jahat di dunia ini.” sahut Syahquita.             Albert mencium lembut pipi Syahquita, setelah hampir satu hari ia mendapat bungkaman dari istrinya akhirnya ia bisa mendapatkan kembali istrinya yang bersahabat. Bisa memeluk Syahquita seperti ini saja sudah membuatnya sangat bahagia, memang benar adanya jika seorang istri adalah jantung bagi rumah dan suaminya. Jika ia terluka maka cahaya di rumah akan meredup. ***             “Syah, apa kau melihat sisirku?” teriak Albert begitu sibuk mencari satu barang.             Syahquita mendengus sebal mendengar teriakan suaminya menambah kerepotannya yang sedang mengurus Oliver, ia menghampiri Albert lalu membantu suaminya mencari sisir. Syahquita membuka laci di bawah meja rias dan menemukan apa yang dicari oleh Albert.             Syahquita menarik tangan kanan Albert dan memindah tangankan sisir itu ke Albert, begitu mudah dan cepatnya bagi Syahquita untuk menemukan satu benda. Albert memberikan senyum lebar dengan wajah sok polosnya kepada Syahquita.             “Lain kali kau harus mencarinya dengan matamu, sayang.”             Albert melayangkan ciuman ke bibir Syahquita sebentar, “Kau memang yang terbaik.”             Syahquita memutar matanya bosan dengan senyuman kecil, “Sudah cukup gombalnya lebih baik kau bergegas jika tidak kau bisa terlambat, suamiku.”             Syahquita merapikan dasi yang melingkar di kerah baju suaminya kemudian ia melingkarkan lengannya di leher Albert, ia baru menyadari jika dirinya dan Albert sudah jarang sekali bermesraan seperti ini             “Kau tampan sekali.” puji Syahquita terkagumkan akan ketampanan yang dimiliki suaminya. Sebuah pemandangan indah.             Albert mengangkat satu alisnya ke atas, “Itu sebuah pujian atau..”             “Terserah menurutmu saja.” Syahquita yang tak kuasa melihat bibir merah suaminya langsung mencium Albert begitu saja.             Albert pun membalas ciuman dari istrinya, aksi keduanya di lihati oleh Oliver dan anak itu langsung menutup matanya secara spontan.             “Mommy.” Seru Oliver.             Syahquita menjauhkan wajahnya dari wajah Albert dari ekor matanya ia melihat tingkah lucu sang anak, Syahquita tersipu malu di depan bahu suaminya. Syahquita berjalan menghampiri Oliver, ia berjongkok di depan anaknya.             “Hei, ada apa denganmu?” tanya Syahquita menurunkan tangan Oliver.             “Mommy, apa hanya Daddy yang akan dicium?”             Syahquita tersenyum kecil, “Jadi kau ingin Mommy cium?” Oliver mengangguk dengan wajah polosnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD