Part 4 (a)

1276 Words
            Syahquita menatap sejenak wajah tampan anaknya lalu mencium kening, pipi dan hidung Oliver penuh kelembutan. Oliver pun melakukan hal yang sama pada Syahquita.             Syahquita berdiri di depan anaknya, meraih Oliver seraya menggendongnya, “Ayo kita turun.”             Albert meraih tas kerjanya, merangkul pundak istrinya dan melenggang pergi dari kamar mereka. Menuruni anak tangga hingga menginjakkan kaki mereka di ruang makan. Joven, Keenan dan Dawin sudah kembali ke kastil hal itu membuat Syahquita sedikit lega karena ia memiliki penengah jika pertengkaran kembali terjadi antara suaminya dan Robert.             Mereka sarapan bersama seperti biasa tanpa adanya perkelahian yang terjadi. Mata Syahquita tak sengaja mendapati Robert yang tengah melirik tajam suaminya, ia sangat berharap bahwa Albert tidak menyadari hal itu. Harapan Syahquita terdengar, Albert tak menyadari tatapan dari Robert hingga sarapan berakhir pun semuanya aman dan damai.             Selepas sarapan Syahquita mengantarkan suaminya yang ingin bekerja ke depan kastil bersamaan dengan para pangeran lainnya kecuali Robert karena pria itu belum di perbolehkan untuk melakukan aktivitas berat.             “Ollie, apa kau mau melakukan sesuatu untuk Daddy?” bisik Albert di telinga Oliver.             Oliver mendengarkan baik-baik apa yang Albert katakan padanya, Syahquita tidak mengetahui percakapan yang terjadi di antara suami dan anaknya itu. Oliver mengangguk paham setelah Albert selesai bicara.             “Oke, Daddy. Aku mengerti.” kata Oliver mengacungkan ibu jarinya ke arah Albert.             “Good.” Albert mencium pucuk kepala anaknya sebelum ia pergi bekerja.             Syahquita memejamkan matanya ketika Albert mengarahkan bibirnya ke kening, “Bye.” Pamit Albert.             “Bye.” balas Syahquita dengan senyuman yang menyejukan hati suaminya.             “Bye, Daddy.” ucap Oliver melambaikan tangannya ke udara.             “Bye.”             Albert dan ketiga saudaranya pergi dari hadapan Syahquita dan Oliver, keduanya tetap berdiam di tempat hingga punggung para pangeran menghilang dari pandangan mereka. Syahquita menuntun Oliver masuk ke dalam kastil.             “Ollie, apa yang Daddy katakan padamu?” tanya Syahquita penasaran.             “Kata Daddy, aku harus menjaga Mommy selama Daddy bekerja.” jawab Oliver begitu polos.             Syahquita tersenyum kecil saat mendengar penuturan anaknya, ia tak mengira jika Albert meminta anaknya melakukan hal itu. Padahal tak ada satupun musuh yang dapat menyakitinya di dalam kastil.                                                                                        ***             “Aku berhasil mendapatkan dua sisir dari kedua pangeran yang aku ceritakan padamu.” katanya memberikan dua buah sisir kepada wanita di hadapannya.             Dengan senyuman liciknya wanita itu meraih sisir yang diberikan pria di hadapannya, “Helaian rambut dari sisir ini mempermudah pekerjaanku untuk menghancurkan mereka.”             Wanita itu mencabut satu helai rambut dari masing-masing sisir di tangannya, rambut itu dimasukkannya ke dalam sebuah kuali besar berisi cairan berwarna bening kehitaman yang mendidih. Tangan wanita itu mengaduk-aduk kuali dengan spatula besi besar pula sembari mengucapkan kata-kata aneh.             “Vernietigende des deux, etsaitasuna trennt feindes faites t’ilacha yileyayali. Vernietigende des deux, etsaitasuna trennt feindes faites t’ilacha yileyayali.”             “Vernietigende des deux, etsaitasuna trennt feindes faites t’ilacha yileyayali.” Wanita itu memasukkan beberapa bahan aneh ke dalam kuali besar itu yang menimbulkan reaksi dari cairan yang ada di dalam kuali. Cairan itu mengeluarkan asap putih dengan air yang menggelembung seperti reaksi kimia.             “Pemilik dari masing-masing rambut ini sudah menjadi bonekamu. Sesuai perjanjian, kau bawakan jantung yang kau tawarkan padaku dan aku akan membantumu memecah mereka semua.” ucap wanita itu.             “Kau tenang saja. Lakukan saja tugasmu, aku akan melakukan tugasku.” sahut pria misterius.             “Aku tak akan membiarkan keluarga Pietters Wilde bahagia di atas penderitaan keluargaku!” desis pria itu.             “The game has just begun, Syahquita. Prepare yourselves!” kata pria itu lagi dengan raut wajah arogannya seakan sedang membayangkan kehancuran hidup musuhnya.                                                                                         ***             Berlama-lama di dalam kastil membuat Syahquita sedikit bosan terlebih jika anaknya begitu asik bermain dengan para pelayan. Dengan langkah pelan Syahquita keluar dari dalam kamarnya menuju perpustakaan untuk sekedar membaca tetapi, langkahnya terhenti ketika melintasi kamar Robert dengan pintu yang terbuka lebar.             Syahquita menyumbulkan kepalanya ke dalam kamar itu, matanya terbelalak saat melihat beberapa barang tergeletak di atas lantai. Rasa penasarannya begitu besar sehingga Syahquita melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Robert.             “Roo, apa yang kau lakukan?” tanya Syahquita mendapati Robert sedang mengeluarkan seluruh isi laci meja nakas.             Robert spontan menoleh ke arah belakangnya, “Hii, Syah. Aku sedang mencari sisirku.”             “Tadi pagi pun Albert juga kesulitan mencari benda itu. Coba kau ingat-ingat dengan baik di mana terakhir kali kau meletakkannya?” tanya Syahquita membantu Robert untuk mengingatnya.             Robert menghela napas jenuh, ia sudah mengingat sebaik mungkin tetapi ingatannya hanya tertuju pada satu tempat yaitu laci meja nakas tempat biasa ia menyimpan sisir miliknya.             “Aku sudah mengingatnya bahkan aku yakin betul di mana aku meletakkan benda itu.” jawab Robert.             Syahquita menghampiri Robert, ia membantu pria itu untuk membereskan barang-barang yang tercecer di atas lantai. Mungkin ia akan menemukan sisir milik Robert terselip di salah satu barang tersebut.             Satu per satu barang Syahquita letakkan kembali ke dalam laci, berharap menemukan benda yang dicari oleh Robert. Akan tetapi, Syahquita pun tak dapat menemukan sisir itu.             “Lihatkan, kau tak dapat menemukan sisir itu.” suara Robert terdengar frustasi.             “Sudahlah, Roo. Kau beli saja yang baru.” saran Syahquita.             “Oh come on, Syah. Aku membeli sisir itu di Prancis. Sisir itu mempunyai filosopi tersendiri untukku.” keluh Robert.             Syahquita memutar mata jenuh mendengar gaya bicara Robert yang terdengar menyebalkan di telinganya, “Semua sisir itu sama saja. Jika kau menginginkannya kembali kau bisa pergi ke Prancis setelah kau di perbolehkan keluar dari kastil. Jalan-jalan lah dan bebaskan dirimu di sana.”             Syahquita memasukkan laci-laci itu ke dalam meja nakas, ia mengambil paksa laci dalam genggaman Robert dan meletakkannya pada tempat seharusnya.             “Jika seperti ini kan terlihat lebih rapi.” seru Syahquita mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kamar Robert yang kembali rapi berkatnya.             “Oke baiklah, karena kamarmu sudah rapi, aku permisi dulu.” kata Syahquita melenggang keluar dari dalam kamar Robert.             Robert beranjak dari tempatnya dan bergerak cepat keluar dari kamarnya berusaha menyamakan langkahnya dengan Syahquita. Robert berpikir apa yang Syahquita katakan memang benar, jika ia memaksakan diri untuk mencari benda yang sudah hilang maka ia bisa menjadi gila dalam sesaat.             “Syah, di mana Ollie?” tanya Robert ketika berada di sebelah kanan Syahquita.             “Di taman bersama teman-temannya.” jawab Syahquita.             “Teman-teman?” Robert mengulangi kalimat terakhir yang Syahquita ucapkan karena ia sedikit bingung akan hal itu.             Syahquita mengangguk kecil seraya menuruni anak tangga, “Ya, Blaide, Arla, Fred dan yang lainnya. Semua pelayan di sini sudah menjadi temannya.”             “Dia sangat mirip denganmu. Menjadikan siapapun yang berada di dekatnya menjadi temannya.” sahut Robert terus mengikuti langkah Syahquita.             “Ya, aku tidak… Oh my god!” teriak Syahquita ketika dirinya hampir terjungkal ke belakang saat menginjakkan kakinya di lantai satu.             Untunglah Robert mampu menangkap tubuh Syahquita dengan memegang tangan kiri serta menahan punggung Syahquita, alhasil terjadilah moment seperti di film-film. Syahquita memejamkan matanya rapat-rapat karena ia mengira bahwa tubuhnya akan mendarat dengan mulus di lantai, Robert yang memperhatikan wajah Syahquita tertawa kecil melihat kelucuan dari wajah wanita itu.             “ROBERT!!!” bentak Albert dari kejauahan. Pemandangan yang tidak akan pernah Albert biarkan tapi dalam hal ini dia telah salah mengartikan.             Mendengar suara Albert yang menggelegar di seluruh sudut membuat Robert menarik tubuh Syahquita hingga tubuh keduanya saling berdekatan. Syahquita mendorong tubuh Robert menjauh darinya karena ia tidak mau membuat suaminya salah paham akan hal yang terjadi.             Dengan raut wajah marahnya Albert menghampiri keduanya, Syahquita menelan saliva-nya kasar. Ia yakin pasti pertengkaran akan kembali terjadi di antara keduanya, sebelum hal itu terjadi Syahquita harus mengambil tindakan. Syahquita berjalan ke arah yang berlawanan dengan Albert, ia ingin menahan suaminya akan tetapi tenaga Albert jauh lebih besar darinya sehingga ia tidak mampu menahan suaminya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD