Tidak Sadarkan Diri

1712 Words
Karena permintaan sang adik, akhirnya Jarvis mau makan malam diluar. Itupun harus di hotel yang berkelas. “Janji ya besok ke Jakarta. Jangan repotin Kakak lagi.” “Kakak mah kayak nggak ikhlas gitu ditebengin sama ade. Ade kan adiknya Kakak! Masa perhitungan!” “Jangan naikin suara, kita lagi ditempat umum,” ucap Jarvis menahan malu ketika orang-orang mengalihkan pandangan padanya. “Kayak digedein di tengah hutan aja.” “Kata Mommy, ade harus bisa bela kebenaran. Dan itu faktanya.” “Kakak punya banyak kerja, kamu juga bakalan ditinggal-tinggal. Mendin ke Jakarta aja. Udah jelas disana ada Mommy sama Daddy.” “Ade mau pulang…. asalkan ade mau ke klab malam. gimana?” Jarvis langsung memejamkan matanya. Kenapa si kembar menginginkan pergi ke tempat seperti itu? “Kamu gak diajak sama Jefrey ke tempat yang kayak gitu ‘kan?” “Nggak! Si abang suka pergi sama temen-temennya kalau disana. Ade masa ditinggal di rumah! ade kan juga mau rasain klab malam. Tapi gak dapet celah. Mommy sama Daddy bakalan marahin ade!” “Nah, kamu udah tau. Jadi jangan pergi kesana.” “Sekali aja, Kak. Please…. Nanti ade langsung ke Jakarta deh. Janji. Mau lihat kesana gimana, kalau emang gak asyik nanti kita langsung pulang. Kalau Kakak gak anterin ade kesana, ade bakalan nekat nyari celah biar pergi ke tempat kayak gitu. Emangnya Cuma Abang sama Kakak aja yang bisa pergi ke sana? pas dia ke Bandung juga ngajak Kakak ke tempat kayak gitu ‘kan?” Adik bungsunya ini tidak pernah main-main dalam ucapannya. Semua rasa penasarannya itu selalu membawa Lynlyn dalam hal berbahaya. Dulu saja dia tidak percaya ketika diberitahu bahwa Nenek di persimpangan jalan adalah orang gila. Lynlyn malah mendatanginya dengan memberikan roti dan berakhir dengan dirinya digigit ODGJ. “Gimana, Kak?” “Oke, habis makan malam kita kesana.” “Yeayyy! Gak sabar. Untung ade udah ganti baju pake yang agak terbuka. Eh, mau ngajak Meida juga nggak? Biar Kakak nggak keliatan jomblo ngenes.” “Halah ngapain ngajak dia, udah kita berdua aja. segala macam ngajak orang asing.” “Iya deh.” Saking senangnya, Lynlyn langsung mengajak kesana setelah makan malam selesai. Dan itu terlalu awal, karena klab malam akan mulai dibuka saat pukul 11. Sementara mereka sudah datang saat jam 9 malam. “Kita nunggu aja disini. sini kakak duduk,” ucapnya menepuk bangku dibawah pohon yang penuh dengan daun. Jarvis mana mau. “Ke mobil aja.” “Gak mau, nunggu aja disini. Nanti Kakak malah pengaruhin ade terus dibawa pergi entah kemana. Jadi ade mau disini aja.” Pusing juga dengan kelakuan sang adik. Membuat Jarvis harus menghubungi ajudannya hingga sang pemilik klab malam keluar dari tempat itu. “Hallo, Tuan Bratadiama. Sebuah kehormatan Tuan bisa datang kesini. Mari masuk, saya siapkan ruangan VIP untuk Tuan dan Nona.” “Woahhh, kok bisa, Kak?” tanya Lynlyn dengan antusias. Jarvis mengabaikannya dan melangkah lebih dulu. Sebuah keuntungan juga karena datang lebih awal, dia tidak perlu melewati lautan manusia dan tinggal naik ke lantai dua. “Woahhhh, ade suka!” teriaknya melihat setiap sisi ruangan. “Ada yang perlu kami siapkan, Tuan? Jika Tuan butuh teman, saya akan meminta pendamping datang lebih awal.” “Bartender pribadi saja. Dan saya ingin kamu lakukan sesuatu buat saya.” “Ya?” Demi membuat Lynlyn merasa kapok dengan klab malam, Jarvis meminta sang pemilik klab menyiapkan beberapa laki-laki yang nantinya akan mengganggu Lynlyn. Dengan begitu, dia tidak akan ketagihan datang ke tempat ini. Mungkin nantinya akan ada keterkejutan sesaat, tapi ini untuk kebaikan ke depannya. “Lokasinya masuk ke ruangan ini?” “Jangan, nanti akan terlihat aneh. Saya bakalan nyuruh adik saya buat keluar. Nanti suruh mereka siap-siap di koridor. Jangan sampai menyentuh adik saya atau membuatnya lecet, cukup takuti saja.” “Saya paham, Tuan.” **** Karena saat klab malam berlangsung, mata Lynlyn begitu antusias. Dia terlihat sangat senang dengan situasi disini. “Mau ke bawah, ke lantai dansa.” “Gak boleh, dibawah sana bakalan banyak cowok yang ganggu kamu.” “Tapi kan ade bisa jaga diri, Kak.” “Tetep nggak boleh,” ucap Jarvis sambil menyeruput minumannya. Dia memejamkan mata sejenak mencoba mengingat kejadian malam itu. Jeffrey b******n! Gara-gara itu, Jarvis jadi enggan menghubungi adiknya lagi. Siapa wanita yang sudah dia setubuhi malam itu? Jarvis hanya ingat desahannya, dan juga bentuk tubuhnya. Semuanya buram. “Gak mungkin cewek jelek terus gendut. Dia juga pasti pake barang bermerk karena gak bikin gue gatel.” Lynlyn menoleh dan mengerutkan keningnya. “Sejak kapan dia ngigau?” gumamnya. Karena sang Kakak memejamkan mata, Lynlyn menggunakan kesempatan ini untuk turun ke lantai bawah diam-diam. Jarvis baru menyadarinya ketika matanya terbuka. Adiknya sudah tidak ada disini. “Ade?” panggilnya. “Jaclyn?!” Melihat ke arah kaca, dia melihat sang adik yang sedang berada di lantai dansa. Tok! Tok! Tok! “Tuan, maaf tadi mereka masih bersiap. Adik Tuan sudah ada di lantai bawah, haruskah saya mengirim mereka ke bawah?” “Harus. cepetan!” teriak Jarvis kesal karena sang adik meliuk-liukan tubuhnnya dan membuat para pria menatapnya lapar. Dari lantai dua, Jarvis melihat para pria berbadan besar itu mulai berdatangan dan mendekat pada Lynlyn. Mereka mencoba menakuti sang adik hingga membuat Lynlyn terlihat panic. “Nah….,” ucapnya puas. Pasti sang adik tidak akan berani datang kesini lagi. “Sialaaannnnn!” Namun Jarvis malah mendengar teriakan itu diikuti oleh pukulan bertubi-tubi. Lynlyn memukul para pria yang mengepungnya. Bahkan sang adik sampai menduduki salahsatu kepala botak mereka sambil melawan yang lain. Dia sampai salto, kemudian melemparkan botol minum hingga terjadi kericuhan dibawah sana. Sadar sang adik bisa terluka karena ulahnya sendiri, Jarvis segera turun. Dia mengabaikan orang-orang yang menabrak bahunya. Jarvis takut seseorang melukai sang adik karena emosi. “Ade, udah jang─ BUGH!” “Kakak!” DUGH! Jarvis langsung kehilangan kesadarannya setelah dipukul di kepala dengan kuat oleh sang adik. “Hiks…. Kakak! Ade minta maaf! Kakak muncul tiba-tiba jadinya Ade pikir kalau Kakak itu orang yang mau nyerang ade juga! Hiks! Maafin ade, Kak!” “Nona, saya panggilkan ambulance mau?” “Gak perlu! Panggilin Aldi! Cepetan panggilin Aldi!” teriaknya pada sang pemilik klab. “Aldiiii! Mana Aldiii?!” “Hiksss! Dia gak ada disini, t***l! Dia harus ditelpon dulu!” akhirnya Jarvis dipindahkan dulu ke sofa dengan Lynlyn yang masih menangis. “Hiks… semoga gak bangun sekarang… soalnya Kakak tidur di sofa bau apek… hiks….” Sampai ajudan Jarvis datang. “Nona?” “Ini gimana? Tadi gak sengaja kena jotos aku, Pak Aldiii! Hiks… Kita bawa ke rumah sakit?” “Sepertinya lukanya tidak serius, jadi bawa ke apartemen saja. Pak Jarvis tidak akan mau dibawa ke Rumah Sakit. Nantinya juga orangtua kalian akan tahu.” “Oh iyaaa! Hiksss! Ade gak mau kena marah Mommy! Ayo bawa ke apartemen aja!” *** Sepertinya pukulan Lynlyn cukup keras hingga membuat Jarvis belum sadarkan diri ketika dia sampai di apartemen. Meida yang masih mengerjakan project kantor itu sampai terkejut melihat majikannya digendong oleh sang ajudan, ditambah Lynlyn yang menangis dibelakangnya. “Kenapa? ada apa?” tanya Meida panic. “Ini… hiks… gak sengaja kena jotos aku! hiks! Jadi gak sadarkan diri.” “Kamu panggil dokter kesini. Cepat,” perintah Aldi pada Meida. Karena Meida sudah mempelajari semua hal di apartemen ini, dia juga tahu nomor-nomor penting yang harus dia panggil. Sambil mengikuti ke lantai dua, Meida menenangkan Lynlyn sembari menunggu sang dokter. Lynlyn baru bisa tenang ketika dokter berkata, “Gak papa, bapak bakalan baik-baik saja. Benturan ini tidak berbahaya kok. Beliau juga sepertinya lelah, jadi kondisi tubuhnya sedang tidak vit.” “Uhhh… syukurlah.” Lynlyn memasang kembali wajah tersenyum dan menyeka air matanya. “Hehehehe, sekarang jadi tenang. Soalnya si penghasil duit bakalan baik-baik aja.” bahkan Lynlyn sekarang tertawa, membuat Meida menatapnya aneh. “Makasih ya, Dok.” “Sama-sama, Non Lynlyn. Sekarang tinggal gantikan pakaiannya saja ya. karena kasihan, bapak tidak akan nyaman memakai pakaian seperti ini.” Sepeninggalan dokter, mereka bertiga saling bertatapan. “Iyuhhh! Gak mau ganti baju si Kakak. Ogah bangettt. Pak Aldi aja kan sesame cowok ya?” “Hubungi saja pelayan pribadi yang sering datang kesini,” ucap Aldi sambil menelan salivanya kasar. “Eh, kan sekarang ada Meida. Kamu juga pelayannya Kak Jarvis. Jadi, kamu aja ya yang ganti baju Kakak aku.” “Hah? Aku?” matanya membulat ketakutan. “Iya, kamu aja. biar sekalian liat tubuh Kakak aku. Bagus kok tubuhnya, semoga aja bikin kamu terangsang terus berniat buat seriusin dia.” “Jangan aku, yang lain aja ya.” “Kalau nunggu pelayan lain kelamaan, lagian yang itu juga cewek kok jadi gak ada bedanya. Udah ya, ayok kita keluar, Pak Aldi.” Menarik tangan ajudan Kakaknya supaya Meida sendirian disana. “Mei, aku mau tidur di kamar lantai satu ya. Tapi sebelum itu mau keluar dulu, dianter kok sama Pak Aldi,” ucapnya menutup pintu. Meida menatap Jarvis yang tidak sadarkan diri. dia benar-benar harus menggantikan pakaiannya? Meida menghela napas sebelum membuka kancing-kancing itu. “Hmmmm….. siapa yang saya tiduri, Aldi?” gumamnya ketika Meida membuka kancing. Yang seketika membuat Meida diam. Jadi pria iitu benar-benar tidak mengingatnya ya? akibat mabuk berat? “g****k banget, udah nyelup gak inget orangnya.” Perpaduan perasaan syukur dan juga kesal. Meida membayangkan hal terburuk jika Jarvis tahu itu dirinya, Orang kaya dengan segala kekuasannya membuat Meida menghindar saja. Apalagi sekarang posisinya ini bergantung pada Jarvis. “Ya Tuhan… tolong hamba,” ucapnya menarik turun celana Jarvis hingga menyisakan pria itu dengan pakaian dalamnya saja. “Bener-bener bangke gak bangun-bangun.” Meida kesal melihat Jarvis, bawaannya dia ingin sekali membuat pria itu menderita. Apalagi bibirnya menggumamkan hal-hal yang tidak jelas. Saat Meida dalam proses memakaikan celana, Jarvis malah membuat suara, “hngghhhh! Hhhhh! Bagus!” “Abaikan aja, Meida. Dia lagi ngimpi nusuk lobang pintu.” Meida dengan kekesalannya yang ada di ubun-ubun. Namun tangannya tidak sengaja menyentuh milik Jarvis yang ternyata berdiri tegak. “Aaa!” refleks menjerit kemudian menampar milik Jarvis dengan kuat. “Arrgghhh!” pria itu langsung bangun dan mendudukan dirinya. BUGH! Meida kembali memukul di bagian wajah. Hingga…. BRUK! Jarvis kembali berbaring sebelum pria itu sadar kalau Meida yang menampar burungnya. “Hah! Mimisan!” teriak Meida panic.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD