Perjalanan selama duapuluh satu jam dengan dua kali transit dari Bandara Sorkarno-Hatta menuju Bandara Charles de Gaulles kota Paris membuat badan Sisi serasa remuk. Tubuhnya pegal-pegal karena hanya diam selama hampir sehari semalam di pesawat.
Wanita itu mengalami jetlag. Dia begitu menderita saat berada di atas pesawat. Karena itu adalah pertama kalinya Sisi naik pesawat. Apalagi tujuannya sangat jauh, Paris.
Sementara dia mengalami penderitaan di atas pesawat, suami Beastnya itu malah bersantai tanpa memperdulikan keadaannya. Ali malah tertidur dengan nyaman, makan minum sepuasnya di pesawat. Sedangkan dirinya? Makan saja susah.
Sisi selalu mual tiap kali makan. Karena itu tidak ada sedikitpun makanan yang bisa masuk ke perutnya. Untungnya saat di pesawat, dia diberi obat oleh seorang pramugari. Dari situlah perut Sisi mulai bisa menerima sedikit makanan.
Wanita itu terus menggerutui suaminya dalam hati. Karena tidak memperhatikannya sedikitpun. Awas saja kalau nanti dia ada perlu dengan Sisi, akan Sisi abaikan nanti!
Pukul delapan pagi, Ali dan Sisi check in di sebuah hotel mewah tak jauh dari Bandara. Sisi berdecak kagum saat melihat kamar VVIP yang disewa oleh Ali selama seminggu mereka di Paris.
Kamar itu benar-benar bagus. Kamar tidur, ruang tengah dan dapur juga kamar mandinya sangat mewah dan luas. Sisi tidak berani menebak berapa uang yang dikeluarkan Beast untuk membayar kamar mereka itu.
Sisi merebahkan dirinya di ranjang super besar bernuansa putih itu. Taburan mawar merah membuat Sisi terlihat senang. Wanita itu meraup kelopak mawar yang bereceran di atas ranjang. Kemudian menghamburkannya ke atas hingga kelopak-kelopak mawar itu jatuh mengenai tubuhnya.
Ali geleng-geleng melihat tingkah norak Sisi yang bermain dengan bunga mawar. Pria itu bergegas menuju lemari pakaian. Membuka koper dan memindahkan pakaiannya ke dalam lemari.
Setelah selesai dengan kopernya, Ali melirik koper Sisi yang berukuran dua kali lebih besar dibanding miliknya. Ali menghela nafas panjang saat menemukan Sisi malah sudah tertidur lelap.
Pria itupun bangkit dan menyeret koper Sisi. Bermaksud memindahkan pakaian wanita itu ke dalam lemari. Namun apa yang dia temukan di dalam koper Sisi membuatnya terbelalak.
Oh My God! Apa yang dipikirkan Sisi, batinnya. Kenapa wanita itu bisa membawa lingerine sebanyak ini? Tunggu! Mata Ali membelalak kian lebar saat dia membongkar isi koper Sisi. Dan hanya menemukan lingerie juga pakaian dalam disana.
Shit! Maki Ali dalam hatinya. Pria itu buru-buru menjauhkan koper Sisi dari hadapannya. Ali buru-buru berjalan menuju ke kamar mandi. Dia harus mandi agar pikirannya tidak terpengaruh yang aneh-aneh.
***
Sisi menggeliat perlahan. Wanita itu mengerjap. Menajamkan pandangannya. Sisi melirik jam yang ada tepat di sebelah ranjang. Pukul tiga sore? Tadi dia tidur jam berapa sih? Apa efek terlalu lelah sampai dia bisa tertidur selama itu?
Sisi mengabaikan pikirannya. Wanita itu bangun. Mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Sisi tersentak kaget saat matanya bertemu sosok Beast yang menatap tajam ke arahnya.
Sisi mengelus dadanya pelan. Wanita itu mengernyit melihat Ali sedang menatapnya penuh peringatan. Seolah ingin memakannya hidup-hidup. Sisi berpikir mungkin Ali begitu marah karena dia tidur seperti kebo. Yang menghabiskan tempat dan waktu.
Sisi bangkit dari ranjang sambil menunduk. Wanita itu berjalan menuju ke sudut ruangan tempat handuk tersampir rapi di jemuran kecil. Sisi bergegas masuk ke kamar mandi. Dia tidak nyaman dengan tatapan Ali.
Sekitar setengah jam kemudian Sisi melangkah keluar dari kamar mandi. Wanita itu mengintip dari celah pintu yang terbuka. Mencari-cari keberadaan Ali. Sisi berdoa agar suaminya itu tidak ada di kamar.
Bisa-bisa dia malu kalau Ali melihatnya hanya berbalut handuk saja. Sisi merutuki dirinya sendiri yang lupa membawa baju ganti. Coba kalau Ali tau. Bisa kena omel panjang lebar dia.
Sisi berjalan mengendap menuju ke lemari. Mencari-cari pakaiannya. Wanita itu menepuk dahinya pelan saat hanya melihat baju Ali. Dia lupa kalau belum memindahkan bajunya ke dalam lemari. Jadi baju-bajunya pasti masih ada di dalam koper.
Sisi beranjak menuju ke ranjang. Mengambil kopernya yang tergeletak di bawah ranjang besar itu. Saat membuka kopernya, Sisi terperangah. Wanita itu menarik salah satu benda aneh yang memenuhi kopernya.
"Apa ini?" Sisi bergidik melihat pakaian dalam yang terbuat dari jaring-jaring laba-laba berwarna merah menyala. Menerawang, tembus pandang juga berukuran mini. Sisi bergidik geli. Buru-buru wanita itu melempar benda aneh tadi ke atas ranjang.
Sisi berniat kembali ke kamar mandi. Mengambil bajunya yang tadi dia pakai sebelum mandi. Lebih baik memakai baju kotor daripada memakai jaring laba-laba tidak jelas itu.
Saat dia akan berbalik, tubuhnya membentur sesuatu. Sisi sontak terkejut saat tubuhnya berada di pelukan Ali. Handuk yang dipakainya tadi melorot ke bawah. Sisi memekik, berniat memungut kembali handuknya.
Tapi tubuhnya malah didorong oleh Ali hingga terjatuh ke atas ranjang. Wanita itu gemetaran melihat ekspresi menyeramkan Ali. Sisi menggigil ditatap seintens itu oleh suaminya.
"M-mas..." lirihnya. Dia tidak berani bergerak karena Ali mengurung tubuhnya.
Tubuh Sisi membeku saat bibir Ali menabrak bibir mungilnya. Menciumnya dengan kasar. Sisi memejamkam matanya dengan erat. Tidak berani melihat suaminya. Wanita itu tau kemana arah perlakuan Ali padanya.
Sisi pasrah menerima segala yang dilakukan Ali padanya. Toh, sudah tugasnya untuk melayani suami.
***
Sisi terbangun pukul sembilan malam. Wanita itu mencoba menggerakkan tubuhnya yang terasa remuk. Sisi tidak ingat tepatnya pukul berapa dia tertidur. Yang dia ingat adalah dia kelelahan kemudian jatuh tertidur di saat suaminya bahkan belum selesai.
Sebelum turun dari ranjang, Sisi sempat melihat Ali yang tidur di sampingnya dengan bertelanjang d**a. Sisi menyahut handuknya yang jatuh di bawah ranjang. Menutupi tubuhnya yang polos kemudian bergegas menuju ke kamar mandi dengan langkah tertatih.
"Sisi..." suara serak Ali menghentikan langkah Sisi. Wanita itu berbalik menghadap Ali.
"Y-ya Mas?" balasnya.
"Mau kemana kamu?" tanya Ali dengan mata setengah terpejam. "A-aku mau mandi, Mas," jawab Sisi gugup.
Ali mengangguk sekilas. Pria itu bangkit dari tidurnya. Bersandar pada ranjang. Sisi berlari kecil menuju ke kamar mandi. Dia malu melihat Ali dengan seenaknya bangun tanpa memperdulikan tubuhnya yang hanya berbalut boxer.
Sisi menelan ludahnya kaku saat berkaca di cermin kamar mandi. Meraba d**a dan pundaknya yang terdapat banyak sekali tanda merah kebiruan. Wanita itu menggigit bibirnya malu. Bila ingat bagaimana perlakuan memuja Ali tadi, Sisi jadi senyum-senyum sendiri.
"Mas Ali..." lirihnya.
Pantas saja banyak orang yang menikah. Kalau dia tau menikah itu menyenangkan, mungkin sejak dulu dia akan menerima pinangan dari para pria yang mendekatinya. Melamarnya untuk menjadi istri.
Tapi mungkin ini adalah takdirnya. Menikah dengan seorang Aliansyah Fathan Sastrawijaya. Sisi segera mandi dan membersihkan tubuhnya. Lalu keluar dari kamar mandi.
Ali sedang bersandar dengan santai di ranjang sembari makan dan memainkan ponselnya. Pria itu mendongak ketika mendengar suara langkah Sisi.
"Baju kamu ada?" tanya Ali.
Sisi menggeleng lemah. Wanita itu menunduk. Takut dimarahi oleh Ali jika pria itu tau dia tidak membawa baju ganti satu pun. Sisi melirik Ali yang bangkit dari ranjang. Membuka pintu lemari dan mengambil sebuah kemeja lengan panjang dari dalam tumpukan bajunya.
Ali berjalan mendekati Sisi. Memberikan baju yang dia ambil kepada wanita itu. "Nih kamu pakai baju aku dulu! Nanti biar aku keluar cariin baju buat kamu."
Sisi membeku saat Ali mengecup pelipisnya singkat. Kemudian masuk ke kamar mandi. Meninggalkan Sisi yang terbengong. "Si..."
"Ya?"
"Aku pesen makanan tadi. Udah aku pindahin ke piring. Kamu makan dulu! Terus telfon Aisha! Tadi anak itu telfon. Dia nyari kamu."
Sisi mengangguk pelan. Ali menutup pintu kamar mandi. Sisi menggigit bibirnya dengan kencang. Dia bersyukur, sangat. Sikap Ali kini sudah mencair padanya. Perhatian Ali, kelembutannya, senyumannya, membuat Sisi meleleh.
***
"Udah makan?" tanya Ali saat melihat Sisi duduk di ranjang, memainkan ponselnya.
Sisi menggeleng. "Belum, Mas. Nunggu kamu aja."
Ali mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Menatap Sisi heran. "Kenapa nunggu aku? Kamu kan belum makan dari pagi!"
Pria itu berdecak kasar. Berjalan menuju ke meja makan. Mengambil makanan yang ada di piring lalu membawanya kepada Sisi.
"Makan! Jangan sampe kamu sakit disini!"
Sisi menerima makanan yang disodorkan Ali.
Wanita itu mengernyit melihat makanan aneh yang ada di piring. "Ini rendang bukan? Bumbunya agak menyengat ya, Mas?" Sisi membaui daging berbumbu yang ditaburi sayuran di atasnya.
Ali menghela nafas panjang. "Ini makanan khas Perancis. Jangan kampungan deh!" ledek Ali.
"Aku kan emang orang kampung, Mas," balas Sisi lirih.
Ali memandangi wajah sendu Sisi. Entah kenapa dia merasa nyeri di ulu hatinya saat melihat mata yang biasa berbinar itu mendadak sendu, mata yang beberapa jam lalu terlihat sayu saat mereka terlibat pergulatan panas.
Gila! Ali buru-buru menggeleng. Menghilangkan segala pikiran kotor yang bekerja saat melihat Sisi. Pria itu menghirup nafas dalam-dalam dan mencoba bersikap normal.
"Kamu harus coba! Ini enak kok!" kini nada suara Ali sedikit melembut.
Sisi menelan ludahnya kaku. Melihat Ali melahap seiris daging dengan nikmat membuatnya gugup. Entah kenapa matanya malah tertuju pada bibir Ali. Bibir yang habis menciumnya tadi.
Wanita itu masih ingat jelas bagaimana rasa bibir suaminya. Sisi membuang mukanya ke samping. Dia yakin kini wajahnya pasti sudah memerah.
"Kenapa kamu?" tanya Ali bingung melihat sikap canggung Sisi.
"Sakit?" Ali menyentuh dahi Sisi dengan punggung tangannya. Melihat wajah Sisi yang memerah membuatnya cemas. Takut kalau-kalau wanita itu sakit.
Sisi menggeleng pelan. Menepis tangan Ali dengan cepat. Wanita itu mengambil piring dari tangan Ali. "Aku baik-baik aja kok, Mas. Aku makannya di meja makan aja ya," ujarnya kemudian bangkit menuju meja makan dengan terburu-buru. Meninggalkan Ali yang terbengong sendirian.