Chapter 9 : Honey Moon (2)

1758 Words
Sisi tersenyum lebar menghampiri Ali yang sedang duduk di bangku restoran hotel. Wanita itu melangkah dengan riang dan duduk di samping suaminya. Tak sadar jika Ali sejak tadi menatapnya tajam. "Ini minum buat aku kan, Mas?" tanya Sisi seraya menarik segelas minuman yang tadi dipesan Ali. "Enak, Mas. Ini namanya apa?" tanya Sisi. Wanita itu curiga melihat sikap diam Ali. Sisi mengibaskan tangannya di depan wajah Ali, "Mas Ali kenapa?" Ali menggeleng pelan. Pria itu melepas jasnya. Menarik tubuh Sisi mendekat. Ali memakaikan jasnya kepada Sisi. Sembari melirik ke sekeliling restoran. "Mata mereka itu minta dicolok kali ya! b******k!" Ali mengumpat pelan. Hatinya memanas saat melihat beberapa pria yang ada di dalam restoran memperhatikan istrinya. Padahal menurut Ali baju Sisi tertutup, tidak nampak auratnya sedikitpun. Tapi kenapa mereka bisa memperlihatkan kesan tertarik pada wanita itu. Sial! Umpat Ali dalam hatinya. Ini semua karena Sisi tidak membawa baju-bajunya. Coba kalau wanita itu memakai baju gamis juga jilbab panjang seperti biasanya, yang tidak memperlihatkan lekuk tubuhnya, pasti tidak ada kejadian seperti ini. "Mas kenapa? Kayaknya lagi kesel gitu? Mas marah sama aku?" Ali menatap Sisi dengan tajam. "Iya. Ini gara-gara kamu kelupaan bawa baju ganti! Jadi aku susah kan nyari baju yang seukuran kamu!" omelnya. "Nggak kok, Mas. Baju yang Mas Ali beliin ini pas sama aku. Liat deh. Pas kok ukurannya!" Sisi berdiri dari duduknya. Menghadap Ali sembari berputar-putar memperlihatkan tubuhnya di depan suaminya itu. Ali mengepalkan tangannya emosi. Pria itu kembali memakaikan jasnya ke badan Sisi. Melindungi Sisi dari mata-mata nakal pria bule disana. Salah gue juga sih, ini. Kenapa tadi beli yang ukuran S? Kan jadi pas banget di badan dia. Harusnya beli ukuran XL itu, Ali membatin dengan wajah masamnya. Lihatlah karena perbuatannya yang memilihkan baju begitu bagus dan pas buat Sisi, wanita itu jadi terlihat manis. Hanya dengan celana berwarna soft pink, dan blouse berwarna putih, juga pasmina motif bunga warna saleem saja membuat Sisi begitu cantik. "Udah! Cepetan makan! Terus kita jalan-jalan!" perintah Ali dengan ketus. Sisi mengendikkan bahunya sekilas. Dia sepertinya sudah mulai terbiasa dengan tingkah suaminya yang berubah-ubah seperti bunglon. Kadang baik, kadang galak, ngomel seharian, kadang berkata manis, membuat Sisi jadi bingung. Padahal kan dia sudah berusaha menjadi istri yang baik buat Ali, melakukan semua yang Ali suruh meskipun dia jadi lelah. Melayani suaminya sepenuh hati semalam. Tapi paginya dia kena omel lagi. "Kenapa makan sambil manyun gitu? Bibir kamu minta digigit?" ucap Ali ketus. Sisi memotong daging yang ada di piringnya dengan kencang. Lalu menggeleng, "Nggak kok," balasnya acuh. Dasar Beast! Manisnya kalo ada maunya doang, gerutu Sisi dalam hatinya. *** "Jangan jauh-jauh! Nanti kamu hilang!" Ali menarik pinggang Sisi mendekat ke arahnya. Pria itu memeluk pinggang Sisi dengan erat, membuat d**a Sisi berdebar-debar. "Aku bukan anak kecil Mas," Sisi berusaha melepaskan tangan Ali dari pinggangnya. Namun gagal, karena tangan Ali menempel kuat di tubuhnya. "Nggak usah bantah! Turutin aku aja kenapa sih?" Sisi menunduk dengan wajah masamnya, membuat Ali jengkel. "Kenapa? Nggak suka dipeluk? Nggak terima?" ketusnya. Ali pun menjadi gemas sendiri melihat wajah manyun istrinya itu. Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Sisi sembari berbisik, "Kalo nggak suka dipeluk, berarti maunya dicium ya?" Sisi sontak mendongak. Menatap Ali horor. Dan kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Ali. Pria itu langsung mendaratkan bibirnya di bibir Sisi. Mengecupnya lembut. Sisi terbengong kaget. Setelah melihat seringai di bibir Ali, barulah wanita itu tersadar. Sisi menutup mulutnya dengan wajah merah padam. Ali yang melihatnya pun tertawa geli. "Mas ih!" ujar Sisi kesal. Ali terkekeh geli. "Muka kamu lucu banget." "Mas tuh yang lucu! Kayak badut!" wanita itu berjalan mendahului Ali dengan perasaan dongkol. Sepanjang jalan Sisi menggerutu, untung mereka sedang di Paris. Jadi ciuman di tengah jalanan ramai seperti itu tentu sudah dianggap biasa. Coba kalau di indonesia, mungkin wajahnya sudah terpampang di akun gosip i********:. Tepat tengah hari, Sisi dan Ali tiba di Val D' Europe, salah satu pusat perbelanjaan di kota Paris yang dimiliki oleh Disney Land dan Disney Resort. Ali menggandeng tangan Sisi masuk ke La Valle Village, tempat untuk berbelanja barang-barang branded asli Perancis. "Kita mau ngapain disini, Mas?" Sisi berbisik di telinga Ali saat mereka berkeliling disana. Ali menghela nafas panjang, "Ya mau belanja dong, Si. Masa mau berenang," jawabnya asal. "Udah tau kalo itu, Mas." "Udah jangan banyak tanya! Mending kamu pilih itu barangbarang yang kamu suka!" ujarnya. Sisi menggeleng cepat. "Nggak deh, Mas. Tas aku udah banyak di rumah. Masih bagus, Mas. Sayang duitnya kalo beli lagi, kan mubadzir." Ali menepuk dahinya pelan. "Aku beliin, Si. Itu hadiah buat kamu. Jadi kamu boleh pilih apapun yang kamu mau." "Aku kan nggak lagi ulang tahun, Mas. Buat apa Mas Ali ngasih kado? Mas Ali ini, buang-buang duit aja!" Jawaban Sisi membuat Ali terperangah seperti orang bodoh. Astaga, batinnya. Sepertinya ada yang salah disini. Biasanya para wanita jika dijatuhi vonis seperti itu akan loncat-loncat kesenangan. Bahkan mungkin pingsan. Tapi Sisi? Wanita itu malah menolak mentah-mentah. Bahkan mengatainya buang-buang uang? Sebenarnya disini yang mencari uang siapa ya? Kenapa jadi Sisi yang cerewet? "Mas-mas..." Sisi menjawil lengan Ali. "Kenapa?" balas Ali ketus. "Itu toko kue bukan sih?" "Hm." "Kita beli kue yuk, Mas. Siapa tau nanti ada kue yang bisa dibawa pulang buat Aisha." Ali tersentak kaget saat tangannya ditarik oleh Sisi keluar dari butik, kemudian menuju ke sebuah toko kue. Mata Sisi berbinarbinar saat melihat berbagai macam kue dan biskuit juga permen bejajar memenuhi rak toko. Tanpa disuruh, Sisi langsung mengambil berbagai macam kue dengan bersemangat. Ali hanya bisa geleng-geleng melihat kelakuan istrinya itu. Ali menghampiri Sisi yang sibuk memilih-milih kue. Pria itu mengambil satu buah macaroon yang memang disediakan sebagai tester. Ali menarik dagu Sisi. Memasukkan macaroon rasa kopi ke mulut wanita itu. Sisi yang awalnya kaget, tak lama pun memekik girang. "Enak, Mas. Ini namanya kue apa ya, Mas? Kita beli yang banyak buat Aisha ya? Dia pasti suka deh." Wanita itu langsung membeli macaroon dengan berbagai isi. Ada rasa coklat, kopi, teh hijau juga rasa buah-buahan. Ali membelalak saat melihat kue macaroon sekantong plastik besar yang dibawa oleh Sisi. "Yuk, Mas. Kita jalan lagi!" Sisi dengan santainya keluar dari toko kue sambil membawa beberapa kantong belanjaan berisi kue dan coklat. Ali mengedip pelan. Mulutnya menganga saking kagetnya. Dia tidak menyangka Sisi akan seserakah itu. Pria itu mendengus pelan, "Kenapa nggak sama tokonya aja dibeli sekalian!" gerutunya. *** Malamnya, Ali dan juga Sisi kembali berkeliling, menikmati keindahan kota Paris di malam hari. Sisi terlihat agak kelelahan. Dan itu tak luput dari pantauan Ali. Entah kenapa hari ini pria itu banyak memperhatikan Sisi. "Capek ya?" tanya Ali pada Sisi. Wanita itu mengangguk pelan. "Sedikit, Mas. Tapi gapapa kok," jawabnya. Ali menarik pinggang Sisi agar merapat padanya, merangkulnya dengan erat. "Maaf, ya. Aku janji nanti malam nggak akan ganggu kamu. Kamu bisa tidur nyenyak," ujarnya. Sisi tersenyum kecil. Rona merah terlihat jelas di kedua pipinya yang seputih s**u. "Gapapa kok, Mas. Itu udah kewajiban aku. Kalau nanti malam mau lagi, aku nggak keberatan." Ali terkekeh geli. Pria itu mendaratkan sebuah kecupan kecil di dahi Sisi. "Makasih," bisiknya. Sedikit rasa bersalah muncul di hati Ali. Dia memang keterlaluan tadi. Seharian mengajak Sisi jalan-jalan, berkeliling kota, dan baru pulang sore hari. Tapi setiba di hotel, dia malah minta dilayani Sisi. Dan baru selesai tadi sebelum mereka keluar dari hotel. Malam itu, Ali menyewa sebuah kapal layar yang membawa mereka untuk melintasi sungai Seine malam itu. Mereka berdua menghabiskan makan malam romantis di atas kapal sembari menikmati pemandangan di sungai Seine dan juga pemandangan kota Paris malam hari dengan kelap-kelip lampu. Sisi berdecak kagum melihat kapal layar yang disewa Ali khusus untuk mereka berdua malam itu. Wanita itu yakin, uang yang dihabiskan Ali pastinya sangat banyak. Dia jadi berpikir, bagaimana kalu mereka kehabisan uang di Paris dan tidak bisa pulang ke Jakarta? Bodohnya dia juga tadi membeli banyak sekali oleh-oleh. Sisi jadi menyesal. "Kenapa kamu?" Ali berjalan mendekati Sisi yang melamun. Pria itu jadi menerka-nerka apa saja yang dipikirkan Sisi seharihari. Sisi terlihat banyak berpikir. Apakah Sisi memikirkan dirinya? Ali menggeleng pelan. Menghilangkan segala prasangka bodohnya. Apa segitu inginnya dia dipikirkan oleh Sisi? "Kita... pulangnya kapan ya, Mas?" tanya Sisi pada Ali. Kirain nanya apa? Ternyata nanya kapan pulang, batin Ali. "Lusa," jawab Ali singkat. Sisi manggut-manggut. Kemudian wanita itu berjalan menghampiri Ali. Berbisik di telinganya, "Kita ada uang buat pulang kan, Mas?" "Hah?" Ali membelalak. Matanya melebar sempurnya. Sisi mendesah lirih. Dia terlihat begitu menyesal. "Soalnya tadi aku belanja banyak banget, Mas. Takutnya duit Mas Ali habis. Dan kita malah nggak bisa pulang," jelasnya. "Oh My..." lirih Ali seraya menutup wajahnya dengan telapak tangan. *** Sisi menggenggam sebuah benda kecil dengan tangan gemetaran. Tadi setelah turun dari kapal, wanita itu mengendap-ngedap menuju ke Archeveche Bridge, jembatan yang melintasi sungai Seine, dekat gereja Notre Dame. Sementara Ali asyik bercakap-cakap dengan si nahkoda kapal mereka, Sisi menyelinap turun dari kapal. Dia berjalan cepat menuju jembatan sambil sesekali menoleh ke belakang. Mengawasi suaminya yang mengobrol dengan bahasa Perancis. Sisi sempat kagum melihat begitu mahirnya Ali menggunakan bahasa Perancis ketika berbicara. Sisi jadi menebak-nebak, berapa bahasa yang dikuasai pria itu. Tepat di jembatan Archeveche, mata Sisi bersinar melihat ratusan gembok yang tergantung bergerombol disana. Dengan d**a yang berdebar-debar, Sisi membuka genggaman tangannya. Siai tau ini mungkin konyol. Mempercayakan cintanya pada sebuah gembok. Tapi entah kenapa dia begitu ingin melakukan ini. Dengan berhati-hati Sisi menggantungkan gembok yang dia bawa di antara ratusan gembok yang ada di jembatan. Dia memang sudah gila, sepertinya. Sisi tidak lagi mau mempedulikan hal lain. Dia hanya berharap bisa mengunci perasaannya, mengunci cinta di hatinya untuk selamanya. Sisi love Beast Tak terasa Sisi meneteskan air mata saat melihat tulisan di gembok miliknya. Tidak tau kenapa, dia merasa waktunya memiliki Ali tidaklah lama. Karena itu, dia ingin mengunci cintanya disana, bersama gembok miliknya. Dia berharap semoga dia bisa mencintai Ali hingga akhir hayatnya. "Sisi?" Suara berat dari arah belakangnya membuat Sisi buru-buru menghapus air matanya. Wanita itu berbalik dengan cepat. Menciptakan senyuman tipis di bibirnya yang merah. "Mas Ali?" Ali berdecak, menatap Sisi dengan mata tajamnya. "Kamu ngapain disini? Aku cari kamu kemana-mana loh! Aku pikir kamu hilang tau nggak?" sentaknya galak. "Maaf, Mas. Aku cuma jalan-jalan aja kok," balas Sisi. "Kalau mau jalan-jalan itu bilang! Kamu ini bikin khawatir aja sih! Ini Paris, bukan Jakarta. Dia Jakarta aja kamu tersesat, gimana di Paris? Bisa hilang beneran kamu! Terus kalo kamu hilang aku mau cari kemana!" Sisi mendesah panjang. Suami beastnya mulai mengomel lagi. Sisi hanya bisa menyahuti dengan deheman juga anggukan. Dia tidak berani membantah. Karena kejadiannya akan lebih buruk lagi. "Ayo pulang!" Sisi berjalan terseok mengikuti langkah besar Ali yang menarik lengannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD