Bab 26

1159 Words
Zack yang lemah tak berdaya di dalam tidurnya terus saja berjuang untuk mengusai elemen api. Kekuatan itu mulai menyebar, masuk melalui inti jantungnya. Rasa panas tentu saja membakar seluruh tubuh. Tapi, ia tetap berusaha keras mengontrolnya dengan baik. Semalaman, Zack merasakan sakit luar biasa. Tidur yang sangat gelisah karena bertahan untuk menerima sumber kekuatan. Justin yang sedang berjalan mondar-mandir di hadapan semua orang tamak menyimpan kekawatiran besar. “Aku lelah melihatmu seperti itu.” Steve mulai bangkit dari istirahatnya. “Ini sudah hampir pagi, dan Zack belum sadar juga.” Takutnya tubuh manusia yang digunakan wadah jiwa milik Ares tidak akan bertahan lama. “Kau terlalu berlebihan. Toh.., dia baik-baik saja.” Steve menatap api yang sudah berada di inti jantung tersebut. “Duduklah.. aku pusing karena kau seperti itu.” Justin kesal, tapi hanya disimpan didalam hati. Percuma berdebat dengan Steve yang tidak mengerti situasi dan kondisi. Tubuh lemah manusia yang dipilih oleh jiwa Ares merupakan sebuah tanda tanya besar. Kenapa dari sekian wadah? Harus wadah orang yang sudah meninggal. Meskipun jiwanya cocok dengan tubuh, tapi tetap saja cemas karena tidak tahuannya sama sekali. “Istirahatlah..., aku tahu kau sangat lelah.” Steve yang bicara dengan Justin melirik Hans yang sedang tidur dalam posisi duduk. Dalam kamusnya, baru pertama kali melihat manusia bumi tak takut sama sekali. Meskipun tubuhnya terlihat gemetar, tapi dia seolah sudah terbiasa dengan kondisi berbahaya. Siapa dia sebenarnya? Apakah dia musuh atau kawan? Rasa campuran sulit sekali ditemukan. Meskipun mereka menyebar ke seluruh bumi, namun tetap saja tak ada alat yang bisa mendeteksi, apakah mereka punya kekuatan atau bukan. Sementara penduduk Planet Aques memiliki tanda lahir khusus yang merupakan identitas mereka. Steve membuka lengan bajunya, ada tanda api yang melambangkan bahwa ia keturunan Risius. Tanda itu akan bersinar jika pola bintang hidup. Pria tersbeut pun bangkit, mendekati Hans untuk memeriksa sesuatu. “Apa yang kau lakukan?” tanya Justin sambil melipat kedua tangannya. “Meskipun aku percaya. Bukan itu, anu... aku rasa harus mengeceknya.” Steve tersenyum canggung menatap Justin. “Periksalah... mungkin dia hanya manusia bumi biasa.” Justin tak peduli sama sekali, tapi rasa waspadanya cukup tinggi. Karena mendapat persetujuan dari Justin, Steve mulai mencari tanda yang dimaksud. Dimana pun ia mencarinya tak ada sama sekali. “Apakah kau sudah menemukannya?” tanya Justin sambil melirik sekilas. “Tidak... tapi aku menaruh waspada tinggi padanya.” Steve pun bangkit, berdiri tepat di depan Justin. “Karena naga bodoh itu percaya, ikuti saja alurnya. Jika dia mengancam kita, tinggal eksekusi saja.” Justin terus menatap Zack yang tampak kesakitan. “Tidak ada cara lain, aku tak bisa berdiam diri.” Sebelum matahari tebit, kekuatan milik Zack harus bangkit. Saru-satunya cara adalah membantunya dari luar. “Dengar..., jika terjadi sesuatu, bawa Hans keluar dari gua ini.” “Apakah kau akan membantu Zack. Jika salah perhitungan, kekuatanmu akan terkuras habis.” Steve mencoba membujuk Justin. “Aku bisa mengatasinya.” Justin merentangkan kedua tangannya dengan leluasa. Air pun datang tak lama kemudian menyelimuti tubuh Zack, seketika air itu membeku. Api yang sudah sampai ke inti jantung, perlahan mulai terserap karena bantuan dari Justin. Tapi karena kekuatan mereka bertolak belakang, jadi kondisi es mulai mencair. “Sedikit lagi....” Justin menyatukan kedua tangannya, menekan kaki yang telah membentuk kuda-kuda agar air membeku kembali. Markas Martin Goncangan yang terjadi dalam tanah membuat Martin terlihat cemas. Tidak hanya ia, tapi juga teman-temannya yang lain. Sepertinya, Zack sudha mulai berhasil menata kekuatan api di dalam dirinya. “Tuan,” panggil Lion dengan penuh frustasi. “Apakah Maxel sudah membaik?” Martin bangkit melihat keadaan Maxel yang sudah membuka kedua matanya. “Ramuan yang diberikan Will cukup mujarab.” Lion membantu Maxel untuk duduk. Meskipun masih terlihat lemah, tapi dia tampak mulai membaik. “Jika kita mencari naga itu sekarang, apakah kau snaggup, Max?” Misi yang panjang tentu membutuhkan fisik yang kuat, sedangkan Maxel masih dalam oemulihan. “Biarkan diaa istirahat saja.” Will yang sedang makan buah apel menatap ke arah langit. “Jika kita berdiam diri terlalu kama, kekuatan naga itu akan kembali.” “Kita pergi!” titah Marin final. “Tuan, aku akan ikut,” pinta Maxel memohon dengan wajah sayu. “Kau disini, jangan pergi kemanapun.” Martin memberi kode kepada Lion agar membuat Maxel tidur kembali. Jika tidak, dia akan memaksa ikut karena keras kepala. Mengerti atas perintah itu, Lion pun langsung memukul tengkuk leher Maxel dengan cukup keras sampai pingsan seketika. “Biarkan dia istirahat. Kita pergi sekarang.” Mereka pergi dengan kekuatan masing-masing menuju ke bekas medan pertempuran. Setelah sampai, Martin mengeluarkan alat pendeteksi naga. Meskipun jiwa naga tak keluar, tapi alat itu bisa memperlihatkan sumber energi dalam tubuh manusia yang berhubungan dengan naga. “Ke arah sana!” tunjuk Martin ke sisi kanan. Mereka pun bergegas menuju ke tempat yang tunjuk sang pemimpin. Hingga akhirnya, ada sebuah gua yang tampak berpenghuni. Tidak menunggu waktu, Lion langsung mengeluarkan kekuatannya untuk memblokir jalan keluar dari gua. Bunyi bebatuan yang runtuh cukup membuat Steve cemas. “Justin, apakah kau masih lama?” Steve memiliki firasat kurang baik saat itu. Ia langsung memabngunkan Hans yang masih tidur. “Hey..., jika kau tak ingin mati cepat bangun!” sentaknya cukup keras sambil menepuk pipi pria itu. “Apakah hari sudah pagi?” Hans yang masih belum mengingat kodnisinya, mengira berada di rumah. “Buka matamu lebar-lebar!” teriak Steve sambil mengeluarkan api miliknya. Bunyi batu yang bergeser membuat Hans langsung terperanjat kaget. “Apa yang terjadi?" tanya Hans kebingungan. “Sebaiknya kau menutup mulutmu.” Steve melirik sekials ke arah Justin yang tampak kelelahan. Tiba-tiba sinar keluar dari jantung Zack, sehingga merusak semua usaha Justin. “Apakah kau baik-baik saja?” tanya Steve hendak mendekat. “Jangan kemari! Meskipun sesama pengendali api, tapi energinya masih belum stabil.” Jutsin batuk seteguh darah sebanyak tiga kali karena luka yang ada di dalma tubuhnya. Sinar itu pun menjulang tinggi ke atas, membobol atap gua dengan mudah. Hingga kahirnya ledakan untuk kedua kalinya terjaid di udara karena dahsyatnya energi yang bergejolak itu. Para musuh yang melihat kejadian itu langsung melakukan aksinya. Martin tidak tanggung-tanggung meruntuhkan gua dengan mudah. “Semoga mereka mati dengan mudah.” Karena Zack bukan lagi manusia, Martin tak akan bertindak iba sama sekali. Bunyi ledakan pun terjadi dengan hebat ketika reruntuhan gua sudah usai. Zack keluar bersama tiga orang lainnya, terbang ke udara tanpa cidera sekalipun. “Sungguh lelah harus berada ditubuh lemah seperti ini,” gumam Zack menatap Martin smabil tersenyum sinis. Will pun menggunakan anginnya untuk menebas tubuh Zack. Tapi karena lingkaran merah yang mengelilingi tubuh pria itu, kekuatan yang dimiliki langsung kembali kepadanya. Semnetara Steve dan Justin masih dalam kondisi yang lemah akhibat runtuhan gua yang mendadak itu. Kenapa bisa demikian, padah Steve tadinya baik-baik saja. Pria itu melindungi Hans dengan sisa waktu yang dimiliki sebelum gua runtuh. “Aku akan membuat peritungan kepada kalian!” Suara Zack menggelegar di udara dan sangat menggema. Aura-aura yang terpancar jelas berbeda. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD